Aku hampir lupa jika sudah masuk hitungan bulan tanpa ada komunikasi dengan Keenan, jika saja Kak Nisa tidak tiba-tiba menyebut namanya saat kami sedang kumpul keluarga. Aku pun merasa maklum, mungkin saja dia sedang ada kesibukan atau bisa jadi masih dalam fase mendiamkan aku setelah pembicaraan serius kami yang terakhir. Terserah Keenan saja.
"Terakhir ada di sini, ya, waktu dia sakit itu. Waktu mau pulang, sih, sempat pamit juga sama Mama. Katanya dia mau ke Singapura setelah urusannya selesai." Mama yang memberi jawaban.
Aku memilih fokus bermain dengan bayi perempuan Kak Nino, Arumi namanya.
"Keenan mau ikut menetap di sana, ya?"
"Lah? Dia udah berhenti jadi aktor?" Kak Nita bertanya sambil menyikutku pelan. "Lo ga dikasih info gitu? Kata Mama, lo yang ngerawat dia pas sakit waktu itu," berondong Kak Nita lagi saat aku tidak kunjung memberinya jawaban.
"Enggak ada," jawabku singkat. Dalam hati masih berharap jika Keenan tetap memilih melanjutkan kariernya.
"Sayang banget. Dia, kan, udah dari lama jadi aktor." Kak Nisa berkomentar ditengah sibuknya dia menyuapi si kembar bergantian.
"Dih, perhatian banget nih sama mantan tetangga," cibir Kak Nita.
"Eh, ada mobil yang mau berhenti di rumah sebelah, tuh." Kak Erika yang hanya mendengar dialog kami sejak tadi mulai bersuara.
Kami yang memang sedang berkumpul di area halaman depan kompak menoleh ke arah mobil yang mulai menepi di depan rumah Keenan. Seingatku itu adalah kendaraan dari manajemen Keenan yang dia gunakan untuk mobilitas terkait pekerjaannya. Rasanya sedikit lega mendapati Keenan masih meneruskan aktifitasnya di bawah manajemennya yang lama.
Mama beranjak saat sosok Keenan muncul dari dalam mobil. Aku sedikit terkejut mendapati penampakan Keenan yang sangat berubah dibanding terakhir kali kami bertemu.
"Astaga ... Kenapa penampilan kamu seperti ini, hah?" seloroh Mama dramatis dalam langkahnya mendekati Keenan.
Kuperhatikan Keenan hanya mengumbar cengiran. Bercakap-cakap sebentar dengan Mama, kemudian melangkah ke arah halaman rumah kami saat mobil yang mengantarnya sudah bergerak menjauh.
"Serem amat tuh muka," komentar Kak Nita saat Keenan sudah berdiri di dekat kami.
"Bukannya kelihatan lebih laki, ya?" timpalnya dengan tawa kecil, sambil mengelus wajahnya yang ditumbuhi brewok.
Aku juga baru sadar kalau rambut Keenan pun kini lebih panjang dengan adanya kunciran yang baru terlihat saat dia mendekatkan kepalanya ke kursi bayi Arumi di sampingku.
"Anaknya Nino, ya?" tanya Keenan, yang dijawab anggukan oleh Kak Erika. "Imutnya," komentarnya lagi.
"Tampilan lo kenapa jadi kaya gini, hah?" Kak Nita sepertinya masih penasaran dengan alasan akan penampilan baru Keenan sekarang.
Keenan hanya tertawa. "Tuntutan peran," jawabnya santai. "Nanti juga bakal cukuran kalau udah selesai syuting. Kaya gini gampang banget bikin gerah," tambahnya lagi. "Gue mau istirahat dulu, ya. Mau tidur sampe puas," pamitnya. "Dah semua."
Dan dengan gerakan yang sama sekali tidak kuprediksi, Keenan dengan santai mengelus kepalaku sebelum melangkah menjauhi kami. Kedua kakak dan iparku yang melihat aksinya itu kompak membulatkan mata dibuatnya.
"Lo balikan ama Keenan?" tanya Kak Nita saat Keenan sudah melewati gerbang.
"Enggak," jawabku jujur.
"Terus tadi itu apa?"
"Enggak tahu," jawabku lagi yang juga terkejut dengan aksi Keenan itu.
"Yakin?" Kini Kak Nisa ikut-ikutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Actor and I
ChickLitOrang-orang mengenalnya sebagai aktor ternama dengan akting yang memukau. Teman-temanku bahkan terlalu sering membicarakan apa saja tentang dia. Namun, bagiku dia hanyalah salah satu penghuni rumah sebelah yang jarang berinteraksi denganku. Sedangka...