Bab 33 : Dating in Public

9.6K 658 2
                                    

"Kita masuk sekarang?"

"Tiga menit lagi," pintaku dengan wajah memelas pada Keenan, karena ini yang ketiga kalinya aku mengulur waktu.

Keenan hanya menarik senyum segaris, kemudian mengangguk kecil menyanggupi.

Untuk kesekian kalinya, aku menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan. Aku benar-benar merasa tegang. Memantapkan hati sebelum melangkah lebih jauh bersama Keenan. Ini bukan lah momen dimana aku akan bertemu orang tua Keenan. Bukan itu.

Kami memutuskan untuk berkencan seperti pasangan normal, menghabiskan waktu di akhir pekan bersama. Sekadar menonton atau hanya jalan-jalan di pusat perbelanjaan. Terdengar remeh memang, tapi mengingat status Keenan yang merupakan seorang pesohor ternama, aku sudah merasa tegang duluan. Aku belum siap terjun ke dalam lingkup kehidupannya yang selalu disorot.

"Mau pulang saja dan mengobrol di teras belakang seperti biasa?"

Tawaran Keenan membuatku seketika berbalik menatapnya dan menggeleng cepat. "Maaf," lirihku, "Aku lebay banget, ya?"

Keenan menggeleng. "Nggak, kok," jawabnya, "Aku cuma nggak mau kalau kamu sampai nggak nyaman jalan sama aku."

"Oke, kita masuk sekarang," putusku, kemudian membuka pintu mobil lebih dulu.

Keenan menyusul dan bergegas menghampiriku. "Pelajaran pertama saat jalan sama pacar, tunggu sampai pacarmu yang membuka pintu mobil buat kamu," bisiknya saat berdiri tepat di sampingku.

Aku hanya menyengir kecil mendengarnya.

"Sudah bikin pilihan mau nonton film apa?"

"Aku ikut sama pilihan kamu aja," jawabku.

"Itu versi panjang dari jawaban 'terserah' ya?" tanya Keenan dengan kekehan kecil.

Aku memanyunkan bibir mendengar gurauannya. "Aku nggak suka nonton dan nggak update tentang film terbaru."

"Kalau begitu aku yang bikin keputusan, kan?" Keenan mengeluarkan ponselnya dan sesaat fokus dengan gawainya itu. "Sekuel film horor favoritku pertama tayang hari ini. Kita nonton itu, ya," putusnya.

"Jangan yang genre horor. Aku sering susah tidur setelah nonton film begitu," tolakku cepat.

"Cewek memang ribet, ya," ucap Keenan, kemudian memasukkan ponselnya kembali ke saku celananya, "Ayo jalan ke bioskop saja dan putuskan di sana. Kamu yang bikin keputusan. Jangan bilang terserah atau apapun yang sejenis kata keramat itu. Oke?"

Aku mengangguk patuh sambil menggigit bibir. Menyadari kerumitan pikiranku sendiri. Langkahku mengikuti gerakan Keenan yang memegang tanganku seolah menuntun anak kecil untuk menyeberang jalan.

Kami sudah meninggalkan area parkiran, dan sudah bergabung dengan para pengunjung mall yang lain di bagian dalam. Bisa kurasakan tatapan beberapa orang melihat ke arah kami. Dan sepertinya Keenan juga menyadari hal itu, pegangan tangannya kini berpindah pada telapak tanganku dan menggenggamnya erat.

"Thanks," bisikku, saat dia juga merapatkan diri padaku.

"Katanya, kalau bareng pasangan itu, dunia milik berdua. Anggap saja orang-orang yang terus menatap kita itu sebagai pohon." Keenan balas berbisik.

Aku hanya terkekeh mendengar kalimatnya.

"Jadi, nonton apa kita hari ini?" tanya Keenan saat kami sudah memasuki area bioskop.

Aku menatap poster film yang terpampang pada layar. Dan saat kutunjuk film pilihanku, Keenan mendengkus dengan kedua bola mata yang memutar. Ya, pilihanku adalah film horor rekomendasinya yang sempat kutolak tadi.

The Actor and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang