Pagi hari...
Dering ponsel menggema membuat mata yang masih kantuk terpaksa terbuka hanya memastikan nama si penelpon.
"Hmm."
"Non, non Jani pulang non. Tuan... Tuan....."
Suara asisten rumah tangganya, Rinjani terpaksa membuka lebar kedua mata mendengar tangis dari sebrang.
"Coba katakan pelan-pelan, ada apa?"
"Bapak masuk rumah sakit non."
"Apa? Ya udah Jani kesana sekarang juga. Katakan di rumah sakit mana?"
"Ma---masih di ru--rumah."
"Aist! Ya sudah Jani pulang sekarang juga."
Sambungan telfon berakhir, Rinjani mengucek mata menatap keadaan sekitar. Semalam, dirinya lari dari pesta membawa kabur mobil milik kekasihnya Sinta. Hingga berakhir lah ia disini, dipinggiran kota. Semua terjadi akibat kejar-kejaran dengan pengawal Mario.
Untung lah kecepatan mengemudi seorang Rinjani tidak diragukan hingga ia bisa lolos dan bersembunyi disalah satu gudang. Rinjani terjebak hingga tidak bisa keluar sebelum keadaan benar-benar aman.
Pagi harinya Rinjani terbangun dengan keadaan tubuh remuk tak bertulang. Posisi tidur yang salah membuat tulang belulang mengalami kesakitan.
"Fuck the bitch! Badan ku sakit semua." Rinjani menghela nafas sebelum akhirnya kembali menarik pedal gas.
Tidak ada waktu lagi, ayahnya membutuhkan Rinjani saat ini.
---
Rumah...
Rinjani berlari masuk kedalam rumah, anehnya di depan pintu ada dua pengawal berbadan besar yang mencegah langkahnya.
"Ada keperluan apa?"
"Saya anak dari pemilik rumah ini."
Keduanya saling lempar tatapan kemudian salah satunya mengangguk mempersilahkan Rinjani masuk.
"Papa,"
Kedua mata menatap tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Seseorang yang sedang dikhawatirkan tengah duduk enak bersama seorang pria tidak dikenal.
"Katakan apa maksud dari telfon asisten rumah tangga kita pah?"
Leo mendekat meraih pundak sang anak, "Duduk dulu, kita bicara baik-baik."
Rinjani melepas kasar tangan ayahnya melirik pada pria yang sedang duduk.
"Apa dia pemilik rumah yang baru?"
Pria bertubuh tinggi dengan perut buncit itu berdiri, kedua tangannya dimasukan kesaku celana. Jangan lupakan tatapan cabul sekaligus intimidasi.
"Leo... Leo... Ternyata anak mu sudah sebesar ini. Bagaimana kalau kita ubah rencana di awal hmm."
Side eye pria itu membuat Rinjani takut, tatapannya seolah menelanjangi.
"Tidak! Lebih baik kau ambil rumah ini seperti kesepakatan kita."
"Coba kita tanyakan pada putrimu, manis om ada tawaran menarik untukmu, begini."
Pria itu menempelkan tangannya dipundak Rinjani. Tubuhnya sedikit maju lalu berbisik yang masih bisa di dengar oleh Leo.
"Rumah ini akan tetap jadi milik mu asal kau mau menjadi istri ke tiga ku, bagaimana?"
Rinjani naik pitam, tangannya mengalihkan kasar tangan si pria dari pundaknya seraya menampar pipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Teen FictionMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...