Javas meletakan kembali ponsel itu diatas meja, ia duduk di pinggiran ranjang sambil otaknya berfikir. Isi pesan Sinta yang mengatakan akan liburan ke luar negeri menggunakan pesawat pribadinya menjadi penyebab utama bocornya rahasia ini.
Tak lama suara pintu terbuka dari dalam, Rinjani muncul mengenakan kimono serta handuk yang melingkar di kepala. Jika di hitung malam ini Rinjani mandi sudah dua kali dalam jarak waktu berdekatan.
Rinjani tampak menggosokkan tangan sambil berjalan kearah Javas.
"What do you think?" Tanya Rinjani melepas handuk.
Javas tersadar dari lamunannya, menggeleng pelan memegang kedua bahu Rinjani.
"Sudah malam, sebaiknya kamu tidur dulu. Aku akan menyusul setelah membersihkan badan." Ciuman penghantar tidur tidak lupa disematkan pada kening juga bibir.
Setelahnya Javas berlalu ke kamar mandi.
"Ada apa dengan Javas?" Rinjani tidak mau ambil pusing, ia mengganti kimono dengan piyama lalu tidur.
Didalam kamar mandi, Javas memilih berendam di dalam bathtub. Di sisi kanan sudah tersedia gelas berisi wine yang baru dituang tadi. Sambil berendam menikmati wine otaknya ikut bekerja. Bukan karena memikirkan ucapan Jeremy tetapi pekerjaan setelah ini.
Javas sudah mengambil keputusan menjadi seorang pengacara seperti papanya yang mana hari-hari akan diisi dengan kesibukan mengurus urusan kasus-kasus lain. Terlebih kasus yang akan Javas tangani ini termasuk kedalam kategori berat.
Huft.... helaan nafas panjang, Javas memijat pelipisnya. Matanya terpejam merelaksasi pikiran. Lama dalam memejamkan mata membuatnya mengantuk hingga ia tidur didalam bathtub.
Pukul dua belas, Javas terbangun karena tangannya tidak sengaja menyentuh gelas hingga menimbulkan suara. Jika di hitung sudah satu jam Javas tidur di bathtub, ia bergegas menyelesaikan semuanya lalu kembali ke kamar.
Disana Rinjani sudah tidur memberingsut memeluk bantal guling. Javas berjalan pelan takut menganggu kenyamanan tidurnya. Tanpa mengganti pakaian, Javas langsung naik ke ranjang bertelanjang dada hanya mengenakan boxer.
Pukul dua pagi, samar-samar Javas mendengar rintihan seseorang. Karena kantuk masih menguasai Javas membiarkan suara itu hingga hilang dengan sendirinya. Bukannya hilang suara itu semakin keras yang membuat matanya terpaksa terbuka. Javas menoleh nyatanya rintihan itu berasal dari seseorang disampingnya.
Rinjani! Dia tidur merintih dengan tubuh menggigil juga keringat dingin membasahi wajah.
Javas mencoba membangunkan dengan menyentuh pelan bagian lengan. "Jani, Jani."
Rinjani tidak juga merespon, suhu di tubuhnya sangat panas yang membuat keringat terus mengucur. Javas lalu menyibak selimut mengurangi panas ia juga menambah suhu ruangan.
"Sayang bangun sayang."
Tubuh Rinjani semakin menggigil, mengeluarkan banyak keringat hingga membuat pakaiannya basah. Javas mengambil kaos menggantinya lalu membawa Rinjani ke rumah sakit. Ia panik sekaligus khawatir terjadi sesuatu pada Rinjani.
Untungnya ada rumah sakit di dekat villa sehingga ia tidak perlu ke pusat kota yang akan memakan waktu lama. Hanya tiga puluh menit jarak tempuhnya Javas mengemudi diatas rata-rata.
Mobil sampai di halaman utama rumah sakit, Javas berlari menuju resepsionis.
"Bantu saya, didalam ada pasien yang sakit."
Perawat memanggil rekannya membawa kursi roda untuk mengantar Rinjani menuju instalasi gawat darurat.
Javas sudah membopong Rinjani keluar, sialnya alat yang mereka bawa tidak sesuai kegunaan. Posisi Rinjani pingsan dengan terus merintih yang mana pasien tidak bisa duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Ficção AdolescenteMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...