Tok..tok..tok...
Jeremy yang masih fokus pada lembaran kertas, terpaksa menoleh begitu pintu diketuk dari luar. Sekretarisnya muncul dari balik pintu.
"Tuan, non Rinjani ingin bertemu dengan anda."
"Suruh dia masuk."
"Kamu sudah ditunggu tuan didalam." Ucap wanita cantik itu pada Rinjani.
"Terima kasih."
Rinjani masih berdiri menatap ruangan yang luas dan mewah itu. Padahal ia sudah melihat ruangan ini sebelumnya tetapi rasa tidak bosan untuk memandang selalu ada. Selain luas dan mewah ruangan CEO ini menyajikan pemandangan indah dari atas gedung.
"Duduk dulu Jan, papa selesaikan beberapa dokumen."
Rinjani menurut, ia menuju sofa hitam yang terletak berdekatan dengan jendela kaca. Sambil menunggu Jeremy selesai dengan dokumennya, Rinjani menatap gedung bertingkat yang ada disekitar sana. Rasanya nyaman berlama-lama disana, karena bisa menatap matahari terbit ataupun terbenam.
"Bagaimana perjalanan dari rumah kemari?" Jeremy bersuara setelah beberapa menit disibukan dengan lembaran kertas.
"Menyenangkan. Oh iya ini dokumen yang papa minta." Rinjani meletakan diatas meja.
"Terima kasih. Papa cek dulu."
Menunggu Jeremy mengecek dokumen, Rinjani memilih kembali menikmati pemandangan kota dari ketinggian.
"Oke, semua lengkap."
"Boleh Rinjani bertanya?"
"Sure. Katakan."
"Kenapa papa tidak minta Javas mengantarnya? Tadi Jani lihat Javas dibawah."
Jeremy hanya tersenyum meletakan kembali dokumen keatas meja.
"Karena ada sesuatu yang ingin papa bicarakan dengan mu."
"Soal apa?"
"Javas dan Jasmine. Papa mau minta tolong bantu papa mendekatkan mereka."
"Bukannya mereka kakak beradik? Lalu masalahnya dimana?"
Raut wajah Jeremy langsung berubah, awalnya ada secercah senyum dari wajah yang mulai menua itu namun setelah mendengar ucapan Rinjani, mode serius langsung tertanam.
"Mereka beda ibu."
Rinjani membulatkan bibir, hanya ber-oh ria setelah mendengar penjelasannya. Pantas saja hubungan kakak beradik itu tampak hambar dibanding kakak beradik pada umumnya.
"Ada satu kesalahan yang dulu pernah saya lakukan, mungkin itu yang membuat Javas membenci saya dan Jasmine."
Rinjani terdiam, tidak berani menanyakan lebih jauh tentang hal pribadi karena takut akan membuka luka lama.
"Kamu tidak penasaran kenapa Javas melakukan itu?"
Rinjani menggeleng, "Saya tidak memiliki porsi menanyakan hal demikian. Jika papa atau pun Javas mau bercerita saya siap mendengarkan, kalaupun tidak juga tidak masalah."
Jeremy tersenyum mengelap jejak air disudut mata yang hampir mengalir.
"Memiliki bisnis cupid lonestly membuat mu semakin bijak dalam mendengarkan masalah orang lain. Bisa papa mulai cerita?"
Rinjani mengangguk, "Silahkan."
"Jadi enam tahun lalu papa melakukan kesalahan fatal dengan memperkosa anak seorang pelayan di rumah. Dan saat itu pula Javas melihat kami, dia marah lalu pergi menyusul ibunya ke Amerika. Dia baru kembali kemarin setelah lima tahun disana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Teen FictionMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...