"Javas?" Ucapan itu hanya mampu terucap dalam hati. Lidahnya mendadak sulit digerakan saat memandang wajahnya.
Javas juga sama terlihat kaget melihat keberadaan Rinjani ada disekitar, namun tatapan itu hanya berlangsung sebentar Javas mendudukan bokong tepat didepan.
Entah suatu kebetulan atau sudah direncanakan yang jelas Javas tidak peduli, wajahnya masih datar layaknya orang asing yang tidak pernah bertemu.
"Karena kalian sudah disini semua mari kita bicara." Jeremy memulai obrolan sebelum sarapan dimulai.
"Mulai hari ini Rinjani menjadi bagian dari keluarga kita. Perlakuan papa ke kalian akan sama. Jika ada yang merasa tidak mendapat keadilan bisa langsung bicara."
Javas memutar bola matanya malas, ia seperti tidak peduli dengan ucapan ayahnya. Mungkin segelas susu lebih menarik daripada kata sambutan sebelum sarapan.
"Jani, ini anak pertama saya namanya Javas. Dan untuk gadis kecil disebelah mu namanya Jasmine."
"Hai, senang bertemu kalian."
Jasmine melambai dengan seutas senyum polos, "Boleh aku memanggil mu kakak?"
"Tentu."
Lirikan Jeremy beralih pada putra sulungnya. "Javas!"
"Hai." Javas hanya menatap sekilas setelahnya membuang muka.
"Ha---hai."
Huft... Hampir saja jantung Rinjani lepas saat tatapan mereka kembali bertemu. Sorot tajam yang pernah Rinjani tatap dulu, helaan nafas yang pernah beradu mengapa harus kembali terulang lagi?
"Papa rasa cukup." Jeremy mempersilahkan Rinjani dengan anggukan kepala, "Jani, jangan sungkan sekarang kita sudah jadi keluarga."
Rinjani hanya mengangguk, ia mengambil gelas demi membasahi kerongkongannya. Padahal baru duduk beberapa menit tetapi dahaga sudah menyelimuti, mungkin karena rasa nervous dengan keluarga baru atau karena kaget ternyata Javas akan menjadi kakak angkatnya.
Mereka makan dengan keadaan hening hanya suara alat makan yang bersahutan. Javas masih menjadi sosok pria dingin yang tidak melirik apa pun disekitarnya, ia hanya fokus pada apa yang ada di depan.
Acara sarapan pun selesai, Jeremy lebih dulu menyelesaikan makanannya sedang ketiga anak-anak masih mengunyah.
"Jani, selesaikan makananmu. Tiffani akan mengantar mu melihat kamar yang nanti akan ditempati."
"I---iya."
"Javas setelah selesai kamu ikut papa keruangan dan untuk Jasmine mulai sekarang kak Javas yang akan mengantar mu."
"Aku? Di rumah ini ada lebih dari satu sopir." Sindiran Javas membuat tatapan tajam dari netra biru milik Jeremy.
Ia langsung berdiri melangkah ke ruang kerja yang terletak tidak jauh dari ruang utama.
"Kak Javas---" belum selesai Jasmine berucap, Javas sudah lebih dulu menyusul Jeremy ke ruangan.
Jasmine terlihat kecewa untuk itu Rinjani berusaha mencairkan suasana.
"Jasmine, masih ada aku yang bisa mengantar mu ke sekolah. Tinggal tunjukan alamatnya aku akan mengantar mu dengan selamat. Bagaimana?"
"Kak Rinjani serius?"
"Panggil saja Jani,"
Rinjani mengangguk menirukan wajah polos dari adik angkatnya itu. Ia pun menautkan jari kelingking sebagai perjanjian.
"Terimakasih kak,"
Di ruang kerja, Jeremy duduk di kursi hitam sambil membaca beberapa dokumen. Ia mendengar langkah kaki memasuki ruangan tetapi arah mata masih fokus pada kertas ditangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Teen FictionMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...