Esok hari setelah pulang kuliah, Rinjani mengunjungi kantor milik Jeremy. Ternyata alamat yang diberikan kemarin bukanlah rumah melainkan alamat kantor. Rinjani menghela nafas pelan menatap bangunan menjulang tinggi itu.
Setiap kali melihat gedung bertingkat akan mengingatkan Rinjani pada sosok papanya.
"Selamat siang non." Seorang security datang menghampiri.
"Ah siang,"
"Kalau ada urusan dengan karyawan disini, silahkan masuk dan langsung tanyakan kebagian resepsionis saja."
"Terima kasih."
Terlalu lama memandangi gedung membuat Rinjani lupa akan kedatangannya. Ia langsung melangkah menuju resepsionis.
"Saya mau bertemu tuan Jeremy Smitt."
"Sudah ada janji?"
Rinjani mengangguk,
"Dengan siapa? Biar nanti saya buatkan jadwal pertemuannya."
"Rinjani."
"Baik silahkan di tunggu disebelah sana. Saya akan menghubungi sekretarisnya."
Rinjani memilih menunggu di lobi, memainkan ponsel mengusir kebosanan. Tak lama suara dari meja resepsionis memanggil namanya.
"Anda sudah ditunggu tuan Jeremy di ruangannya. Ada di lantai tiga puluh."
Salah seorang wanita mengantarkan Rinjani ke lantai tiga puluh. Sepanjang jalan Rinjani hanya diam mengamati beberapa sisi kantor. Ruangannya terbilang cukup mewah dengan interior khas Eropa. Sama seperti vila yang kemarin didatangi.
Ternyata dilantai tersebut hanya ada satu ruangan yaitu milik CEO seorang.
Tok..tok..tok...
Jeremy yang awalnya sedang berbincang dengan sekretarisnya menoleh begitu pintu diketuk.
"Terima kasih, kau boleh kembali bekerja."
Sekretaris dan wanita yang tadi mengantar Rinjani langsung keluar begitu mendapat anggukan dari bos mereka.
"Silahkan duduk Jani."
Rinjani memilih duduk di sofa dekat dengan jendela kaca. Jeremy ikut mendudukan bokong bersebrangan dengannya.
"Saya senang kamu mau datang kemari."
"Saya sudah membaca surat itu. Jujur banyak sekali pertanyaan mengapa papa menitipkan saya pada anda."
Hanya senyum sekilas, Jeremy merilekskan posisi duduk.
"Kamu tahu istilah semua yang ada di dunia ini ada harganya?"
Kedua mata Rinjani melotot, ia sedikit paham mengenai istilah tersebut.
"Dulu saya pernah mengalami suatu masalah dan kamu tahu siapa orang pertama yang menolong?"
Rinjani hanya diam, dalam hati sudah bisa menebak.
"Tebakan mu benar, Leo orang yang menolong saya disaat masalah terus datang."
"Jadi karena itu anda ingin balas budi dengan menjadi ayah angkat saya?"
"Ya, jika saya menjadi wali kamu semua orang tidak bisa meremehkan bahkan menginjak-injak harga dirimu, karena kau tahu bagi saya dan Leo harga diri adalah sesuatu yang harus di junjung tinggi."
"Lalu jika saya menolak tinggal bersama anda?"
Jeremy menghela nafas pelan, wajahnya tetap menunjukan sikap tenang. "Saya tahu semenjak Leo meninggal banyak kolega bahkan teman yang berpura-pura baik namun memiliki niat terselubung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
TeenfikceMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...