Selesai morning sex dan membersihkan tubuh, Javas keluar lebih dulu membiarkan Rinjani tetap didalam. Ia juga menghubungi salah satu toko online untuk segera mengirimkan beberapa pakaian. Maklum saja dress yang semalam dipakai Rinjani telah robek tak berbentuk.
Sambil menikmati wine, Javas duduk di sofa menghadap jendela kaca yang menyajikan pemandangan kota pagi hari. Sex semalam tidak membuatnya puas karena lawan bercintanya tidak merespon permainan. Hanya diam menerima layaknya bercinta dengan mayat hidup. Benar-benar sex yang membosankan!
Dering ponsel menggema, Javas celingukan mencari benda pintar tersebut. Semalam ia meletakan di atas meja sebelum permainan berlangsung tapi sekarang ponsel itu tidak ada.
Ternyata ponsel itu tergeletak di sofa, namun dering itu bukan berasal dari ponselnya melainkan milik orang lain. Javas mendekati ranjang mengambil tas jinjing milik wanita yang baru saja melayaninya.
Sinta calling...
Nama yang terpampang dalam layar adalah Sinta, Javas tidak mempedulikan dengan membiarkan dering itu mati. Ia kembali meletakan didalam tas. Ada satu hal yang membuat kedua alisnya berkerut.
Noda bekas darah yang menempel pada sprei putih mengalihkan pandangan. Javas berfikir jika pelacur yang baru ia tiduri adalah bekas banyak pria ternyata Javas salah. Javas lah orang pertama yang menjebol keperawanan.
"Pantas saja permainannya kaku."
Pintu terbuka, Rinjani keluar dari kamar mandi menggunakan handuk putih yang melilit tubuh. Javas menatap dari ujung kaki hingga kepala, kulit putih mulus, dada yang kecil dan bokong yang ramping. Tidak ada yang spesial dari wanita ini tapi anehnya membuat Javas kembali naked.
Mereka sudah melakukan sex sebanyak tiga kali tapi tidak membuat Javas puas. Javas menginginkan lagi, permainan saling memuaskan bukan dominan. Javas mendekat menarik dagu Rinjani hingga tatapan mereka bertemu.
Semerbak aroma khas sabun tercium hingga telinga dan ini menambah point keagresifan penisnya. Tanpa persetujuan, Javas melumat bibir yang masih basah menciumnya dengan brutal bahkan memepetkan tubuh Rinjani ke tembok.
Kali ini Rinjani menolak, dia tidak ingin melayani Javas lagi. Tangannya mencegah dada bidang yang terbungkus kimono putih hingga ciuman terlepas.
"Kita sudah melakukan tiga kali,"
"Berapa uang yang kau inginkan."
Rinjani merasa tersindir, sebegitu rendahkan harga dirinya saat ini? Padahal dulu tidak ada satu pria pun yang bisa merendahkan seorang Rinjani.
"Bukan soal uang, saya lelah dan ingin segera pulang."
"Satu kali lagi, dan saya akan bayar tiga kali lipat."
Javas tidak perlu persetujuan toh dia sudah memboking Rinjani dengan bayaran mahal. Tidak seharusnya Rinjani menolak. Javas kembali mencium bibir dengan rakus satu tangan sudah meloloskan handuk, meremas payudara dan memainkan puting merah jambu.
Rinjani ingin menolak tapi apa daya, tubuhnya terlalu lelah untuk melawan.
Javas membawa tubuh Rinjani ke sofa, ia menginginkan permainan lawannya yang menjadi dominan. Untuk itu Javas memposisikan diri duduk lalu Rinjani berada diatasnya. Javas juga yang menuntun miliknya masuk.
"Aaaaaaahhhhhh ssssssttttttt." Javas mendesah begitu pun Rinjani.
Milik keduanya yang masih sama-sama kering membuat Rinjani mengerang tertahan. Rasa sakit akibat dorongan keras sekaligus posisinya yang tidak siap.
"Gerakan pinggul mu Melati."
Melati? Rinjani tiba-tiba terdiam. Apa Javas tidak salah menyebut nama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Teen FictionMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...