"Aku penasaran, bagaimana kamu bisa magang di JS. Di lihat dari segi otak? Hmm kamu tidak terlalu pintar." Sinta terkekeh diakhir kalimatnya.
Claudia sedikit tersinggung meski itu fakta bahwa dirinya tidak terlalu pintar dalam bidang akademis.
"Mr. Jeremy adalah mantan client ku."
Uhuk.. Sinta tersedak saliva, ia sedikit kaget mendengar itu. "Mr. Jeremy? Siapa dia?"
"Pemilik JS."
Sinta terdiam, otaknya mulai berfikir. Ia teringat akan ucapan Rinjani semalam yang mengatakan jika acara semalam adalah milik papa angkatnya. Itu artinya......
"Clau, jadi kamu pernah meniduri ayahnya dan sekarang berambisi mendapatkan anaknya? Gila! Jalang sialan!"
Claudia hanya memamerkan senyum kebanggan. "Kalau bisa keduanya kenapa harus satu?" Claudia terkekeh diakhir kalimatnya.
Bip pesan dari ponsel milik Claudia, karena buru-buru mengambil ponsel dari dalam dompet ada sesuatu yang ikut keluar. Sebuah kunci kecil yang jatuh ke lantai. Sinta mengambilnya mengamati benda tersebut.
"Clau ini kunci apa?"
"Atap kantor."
Kedua alis Sinta berkerut, "Atap kantor? Maksudnya?"
"Jadi gini semalam setelah acara selesai aku mengunci Javas dan tunangannya di rooftop."
"Shit! Keterlaluan kamu Clau!" Maki Sinta.
"Hmm biarin aja, hitung-hitungan aku menciptakan adegan mesra buat mereka."
"Jadi semalam Rinjani tidur di rooftop? Astaga kenapa dia tidak cerita?" Batin Sinta.
Sedang di meja sebrang, Rinjani mendengar semua percakapan Claudia dan Sinta yang menggunakan saluran telefon. Tas jinjing milik Sinta sengaja diletakan dimeja agar Rinjani bisa mendengar obrolan mereka melalui headset.
Disana Rinjani tidak menyangka jika papa angkatnya berani mengambil resiko dengan membiarkan mantan client magang di kantornya. Bisa jadi suatu hari nanti menjadi bumerang untuk JS.
Rinjani mengeratkan kepalan tangan, pandangannya lurus ke depan. Dia tidak bisa membiarkan benalu berada di dekat keluarganya. Sebelum pergi Rinjani mematikan sambungan telfon dan mengirim pesan pada Sinta. dia harus ke kantor JS dan melampiaskan kekesalannya pada Javas.
Aku pergi dulu.
Pesan terkirim
Tidak sengaja Rinjani bertabrakan dengan pria bertopi dan berkacamata saat dirinya berdiri. Pria itu tidak mengucapkan satu patah kata, dia langsung nyelonong begitu saja. Rinjani tidak mau ambil pusing dia juga harus segera pergi dari sana.
Jarak antara kantor JS dan restauran sekitar seratus kilo meter sehingga Rinjani hanya berjalan kaki untuk sampai disana. Untunglah di lobi ia bertemu Armand sehingga tidak perlu bertanya pada resepsionis.
"Armand,"
Armand yang berjalan tergesa mendadak menghentikan langkah mendengar namanya di panggil.
"Non Jani, ada keperluan apa non kemari?"
"Aku ada perlu sama Javas, bisa antar aku ke ruangannya?"
Armand mengangguk, dia mempersilahkan Rinjani berjalan lebih dulu.
Di lantai dua sembilan sangat sepi beberapa pegawai kemungkinan keluar untuk makan siang. Hanya ada pengacara Steve dan satu wanita yang sedang sibuk dengan laptop dan dokumen diatas meja.
"Terima kasih, kamu boleh pergi."
Rinjani masuk setelah mengetuk pintu, disana Javas tengah bersiap pergi tapi ditangannya memegang ponsel seperti tengah menelfon seseorang. Rinjani berdiri di ambang pintu bersidakep dada memperhatikan Javas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Novela JuvenilMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...