Taman....
Rinjani menatap takjub pada deretan tanaman yang tumbuh di pekarangan rumah. Sangat indah dengan warna warni kelopak bunga.
"Duduk non." Tiffany meletakan nampan diatas meja. Seharusnya dua gelas minuman itu untuk temannya Rinjani tetapi melihat gadis itu berlari ke lantai dua, Tiffany akhirnya menyusul.
"Ini semua kamu yang menanamnya?"
Tiffany hanya tersenyum seraya menyerahkan gelas berisi orange jus. "Mendiang Rain yang menanamnya."
Rinjani terdiam, tangannya mengeratkan pegangan pada gelas kaca. "Rain?"
"Benar. Dia sangat menyukai bunga."
"Boleh aku bertanya?"
Tiffany mengangguk.
"Apa Rain adalah anak mu?"
Raut wajah Tiffany tampak bingung tetapi sekian detik kembali biasa saja. Ada senyum tipis dari sudut bibir sebelum menjawab.
"Bukan, saya hanya orang lain yang sudah dianggap keluarga oleh Rain dan ibunya. Di minum non,"
"Ahh iya." Rinjani hanya menempelkan bibirnya pada gelas, ia tidak berniat untuk meminumnya.
Tiffany tampak menarik nafas dalam-dalam, dia lalu berdiri mengambil gunting tanaman lalu mulai memotong tangkainya. Dari cara Tiffany yang seperti ini, wanita paruh baya itu seperti menghindar dari berbagai pertanyaan lain.
Rinjani bisa merasakan saat Tiffany menarik nafas menyudahi obrolan mereka. Rinjani pun menyusul Tiffany berkebun.
"Sudah lama bekerja disini?"
Tiffany mengangguk, "Sejak tuan masih kecil."
"Kalau boleh tahu kemana ibunya Rain? Apa dia masih hidup?"
Mendengar pertanyaan Rinjani, Tiffany kembali dengan wajah datar. Seperti tidak mau memberikan informasi lebih dalam.
"Emm Tiffany maaf bukan bermaksud mengungkit masa lalu, tapi ini demi Javas."
"Non menyukainya?"
Rinjani terdiam, entah kenapa tiba-tiba nama Javas yang muncul di otaknya dan menjadi alasan kenapa Rinjani mencari tahu tentang masa lalu Javas.
"Eeee tidak tidak---"
"Kalau pun iya juga tidak apa-apa, sudah lama saya tidak melihat tuan Javas sebahagia ini setelah kepergian Rain."
"Loh bukannya Rain meninggal setelah mereka berdua putus?"
Tiffany kembali tersenyum, ia tidak menyangka Javas akan menceritakan masa lalunya pada gadis yang baru dikenalnya. Tiffany berfikir jika Javas telah menemukan wanita yang pas sehingga semua kisah dimasa lalu bisa dibagikan.
"Non pasti sudah tahu apa yang terjadi di rumah ini."
Setelahnya Tiffany menyudahi obrolan melenggang pergi setelah mendapat beberapa tangkai bunga.
Tinggallah Rinjani berdiri cengo memegang satu tangkai bunga, "Kenapa aku jadi begini? Tidak seharusnya aku mencari tahu tentang Rain." Batin Rinjani
Rinjani menyerahkan satu tangkai sebagai pelengkap vas.
"Kedua orang tua Rain sudah lebih dulu di panggil tuhan," Tiffany menghela nafas pelan, tatapannya kosong. "Dua tahun setelahnya Rain menyusul."
Rinjani mengangguk mengerti, "Apa karena ini kau begitu menyayangi Jasmine?"
Hanya senyum tipis yang terukir, tetapi semua itu mengartikan kebenaran. Tiffany sangat menyayangi Jasmine seperti cucunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Teen FictionMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...