"Arrgghhhhhhh....." Rinjani berteriak frustasi saat tiba di lift. Tangannya menyentuh dada memegangnya dengan kuat karena rasa sesak mulai menghambat pernafasan.
Dalam hatinya bertanya kenapa, kenapa dan kenapa? Dimana letak kesalahannya sehingga Javas tega melakukan hal menjijikkan itu didepan Rinjani. Apa mungkin ini berhubungan dengan sikap Javas tadi siang? Batinnya bertanya-tanya.
Jika memang iya, kenapa Javas harus meninggalkan kesan romantis? Kenapa tidak dengan kesan brengsek agar otaknya tidak terus menerus memikirkannya.
Ting... Suara lift terbuka, Rinjani berdiri lalu berjalan pelan menuju lobi. Ditengah jalan, langkahnya terhenti berharap Javas ada dibelakang memanggil namanya lalu menjelaskan duduk permasalahan. Tetapi Rinjani salah, tidak ada Javas disana hanya ada beberapa orang yang memang berlalu lalang.
Sakit? Tentu! Rinjani terlalu berharap, dengan kejadian ini membuka lebar mata hatinya ia seperti seseorang yang sudah tidak diharapkan lagi. Jika memang Javas menganggap Rinjani spesial tentu dia tidak akan membawa wanita lain kedalam kamar yang sering ditempati mereka berdua.
Rinjani kembali melajukan langkah menuju basemen. Ia sudah tidak lagi menangis tetapi mata sembabnya tidak bisa membohongi siapa pun yang melihat.
---
Setelah Rinjani keluar, Javas mengacak rambutnya penuh frustasi. Ia mengerang meninju tembok hingga menimbulkan suara nyaring juga bercak darah yang keluar dari pergelangan tangan. Claudia keluar berbalut selimut menutup tubuh telanjangnya mendengar hentakan tembok yang cukup keras.
Langkah kecilnya mendekat menyisir jarak keduanya, Claudia ingin memegang bahu dan memeluknya dari belakang tetapi Javas menghindar.
"Ambil semua uang yang ada di meja dan jangan pernah datang kemari!" suara Javas terdengar tegas juga intonasi yang mengerikan. Arah pandangannya masih sama menatap pintu tidak berniat menoleh kebelakang dimana ada Claudia disana.
"Javas----" belum sempat Claudia meneruskan ucapannya, Javas sudah lebih dulu menyela.
"Keluar!"
Claudia memundurkan tubuh merasa ketakutan dengan suara keras ini. Tanpa berfikir panjang Claudia mengemasi pakaian lalu memakaikan seadanya. Claudia sangat takut dengan sikap Javas saat sedang marah, itu tidak seperti Javas yang ia kenal.
Selesai berpakaian, Claudia tidak mengambil uang sepeserpun yang sudah tersedia diatasi meja. Ia memilih pergi tanpa membawa apa pun, ketakutan membuatnya melupakan segala tujuannya.
Langkah kecil mulai mendekati Javas, berharap pria itu berubah pikiran dengan menahannya tetap tinggal. Tetapi Claudia salah, Javas bahkan tidak melirik sedikitpun dengan kehadiran Claudia hingga wanita itu benar-benar keluar dari unitnya.
Selepas Claudia pergi, Javas kembali menghantam tembok. Ia melampiaskan semuanya pada benda mati, tak sedikitpun benda-benda terbuat dari kaca yang lolos dari incarannya. Unit yang semula rapi kini telah berantakan oleh serpihan kaca juga noda darah.
Javas berjongkok menutup wajah dengan kedua tangan. Dalam diamnya ini, Javas menangis sesegukan. Tidak seharusnya Javas berfikir meniduri wanita lain di kamar yang ditempati bersama kekasihnya. Seharusnya Javas lebih bijak dalam mengambil keputusan tapi semua telah terjadi. Mungkin sekarang Rinjani telah membencinya, karena Rinjani pernah berkata dia benci dikhianati lalu Javas dengan gampang menyakiti sekaligus mengkhianati kepercayaan.
Dalam posisi jongkok, Javas tidur memberingsut memeluk tubuhnya sendiri ditengah serpihan kaca yang berserakan.
Javas mengerjap merasakan kaku disekujur tubuh, ternyata ia tidur dilantai bertelanjang dada. Satu-satunya kain yang menempel hanya boxer ditengah suhu ruangan yang menyala dengan sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Ficção AdolescenteMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...