"Rumah sakit mana kak?"
"Moon hospital."
Rinjani kembali menutup mata, merasakan pusing yang terus mengitari kepala. Rasa kaget bercampur panik membuat seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ditambah ia belum makan apa pun dari semalam. Tenaganya sudah terkuras habis dengan permainan gila yang diciptakan Javas, lalu pulang dan mendapatkan pelecehan seksual oleh pria tua kekasih dari sahabatnya.
Kejadian berbuntut itu membuatnya sedikit waspada. Rinjani lapar tapi malas untuk pergi ke restauran dengan kondisi seperti ini.
Tunggu! Kissmark di lehernya akan membuat siapa pun teralihkan dan Rinjani tidak mau menjadi pusat perhatian. Jika Rinjani ke rumah sakit menemui papanya, papanya pasti akan curiga.
"Pak, kita puter balik ke hotel grand flower saja."
"Baik kak."
Rinjani memutuskan untuk menginap di hotel sementara waktu hingga hatinya benar-benar tenang. Jika di rumah Sinta, bukan tidak mungkin pria tua cabul itu akan kesana lagi. Dalam perjalanan, Rinjani melanjutkan tidur.
"Kak, kita sudah sampai."
Rinjani menguap mengucek mata menatap gedung bertingkat. Rupanya ia tidur hanya beberapa menit hingga tidak terasa taxy yang ditumpangi tiba didepan hotel.
"Oke. Terima kasih pak."
"Sama-sama kak."
Rinjani langsung turun setelah membayar melalui via online. Ia bergegas masuk menuju resepsionis. Tidak perlu lama karena Rinjani sudah memesan kamar saat di dalam mobil. Ia hanya tinggal minta kartu akses dan setelah itu tidur sepuasnya.
Tap..tap..tap...
Langkah kaki terus berjalan menuju koridor hotel, Rinjani memesan kamar dilantai empat agar esok bisa menikmati pagi berteman matahari terbit.
Bugh...
Tubuh lelahnya ia rebahkan diatas ranjang king size, rasa nyaman yang tercipta membuatnya ingin cepat-cepat terlelap. Namun otaknya selalu merasa was-was takut jika kejadian tadi akan terulang.
"Ah ayo Jani, disini kamu hanya sendiri! Tidak ada yang tahu keberadaan mu." Rinjani terus mencoba meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja.
Perlahan ia mulai memejamkan mata, mengusir pikiran yang membuat otaknya ketakutan. Dalam hitungan menit, Rinjani bisa tidur dengan nyaman.
Sinta calling....
Tangannya meraba sisi ranjang mencari ponsel yang sejak tadi berdering. Dengan mata sayu, jemarinya menekan tombol jawab.
"Hmmm..."
"Hallo Jan, kamu dimana?"
"Sinta?" Rinjani membuka sedikit matanya memastikan jika Sinta lah yang benar-benar menelfon.
"Iya ini aku Sinta. Kamu dimana?"
"Aku di..... Di...." Rinjani tidak menyelesaikan ucapannya, kedua mata membuka lebar menatap seisi ruang.
Untung lah, Rinjani masih berada dikamar hotel yang sama. Ia sangat takut terbangun dengan tubuh sudah berpindah.
"Sin, kamu sudah pulang? Sekarang dimana dan sama siapa?"
"Ck! Mana dulu yang harus aku jawab."
"Semuanya."
"Di rumah dan sendirian. Aku pulang tapi pintu dalam keadaan terbuka. Terus kamu ngga ada di rumah. Aku telfon----"
"Cukup, aku share lokasinya sekarang. Temui aku di tempat itu. Bye."
Rinjani menutup telepon, menghela nafas kasar. Rinjani membutuhkan air putih sekarang juga demi menenangkan hatinya yang gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Teen FictionMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...