Club malam..
Sinta dan Rinjani pergi kesebuah club malam terbesar di Asia. Mereka ingin menghabiskan malam dengan bersenang-senang tanpa memikirkan kejadian yang membuat hati kecewa.
"Malam ini biar aku yang traktir." Sinta berteriak ditengah musik yang menggelegar.
Rinjani hanya mengangguk, keduanya menuju mini bar untuk memesan minuman.
Sambil menunggu bartender meracik minuman, Rinjani memilih pergi ke toilet. Sedang Sinta masih duduk sambil bermain ponsel.
Huft...
Rinjani menghela nafas berat selesai mencuci tangan. Ia merapikan penampilan dari balik kaca besar itu.
"Masih sempurna, tidak terlalu buruk."
Seketika ucapan itu mengingatkan Rinjani pada Javas. Pria hyper sex itu mengatakan Rinjani tidak terlalu buruk padahal jelas-jelas wajah Rinjani mendekati sempurna.
"Ck! Kenapa tiba-tiba aku kepikiran hypersex itu?"
Rinjani cepat-cepat membuang segala pikiran tentang Javas, dia tidak mau menjatuhkan hati dan pikiran pada pelanggannya.
"Persetan dengan apa pun. Aku tidak boleh memikirkan hal yang tidak penting!" Rinjani menyelesaikan acara merapikan penampilan bergegas keluar toilet.
"Aaaahhhh ssstttttt ooohh yes yes yes pelan pelan sayang."
Samar-samar ia mendengar desahan dari dalam toilet, awalnya Rinjani tidak peduli tapi semakin lama suara itu membuatnya penasaran. Rinjani melangkah mendekati pintu bukan untuk mengintip ataupun menguping hanya memastikan keadaan didalam.
"Jadi kapan kamu nikahin aku?"
"Nikah? Aku bahkan tidak terfikir menikahi seorang pelacur."
"Jadi begini cara kamu menganggap wanita?"
"Memang begitu. Dirimu mu hanya bisa dinikmati tidak pantas dijadikan istri."
Begitulah kira-kira yang Rinjani dengar, pria itu lebih dulu keluar. Untung saja Rinjani cepat-cepat berlari kecil sehingga tidak ketahuan sedang menguping.
Saat ini Rinjani berada di toilet sebelah, dia menyandarkan kepala pada tembok. Ia teringat tentang ucapan pria di toilet.
Dirimu hanya bisa dinikmati tidak pantas dijadikan istri.
Apa begitu rendahnya seorang pelacur sehingga mereka para pria tidak menginginkan wanita kotor?
Benar kata Sinta, pekerjaan seperti ini akan berdampak pada masa depan. Rinjani boleh saja bersikeras tidak ingin menikah.
Bagaimana pun kerasnya wanita ia diciptakan sebagai tulang rusuk yang membutuhkan pria disampingnya. Dan bagaimana jika pria yang akan Rinjani temui dimasa depan tidak bisa menerima masa lalunya?
Rinjani bergidik ngeri membayangkan hal-hal itu. Sepertinya Rinjani sudah bertekad akan berhenti menjadi pelacur dan beralih menjadi pembisnis. Ya meskipun bisnisnya ini masih berhubungan dengan pria.
"Hai," Sinta menyapa melihat Rinjani keluar dari toilet. Dia juga menyodorkan minuman yang baru diracik bartender.
"Ada masalah apa didalam? Kok lama banget?"
"Ngga papa. Eh Sin, aku masih kepikiran tentang bisnis yang tadi kita bicarakan."
"Bisnis buka jasa curhat?"
Rinjani mengangguk meneguk setengah dari minumannya.
"Aku punya rencana, kita gunakan aplikasi untuk menarik client. Jadi kita tidak perlu susah payah mencari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Teen FictionMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...