Rinjani membenamkan wajah pada tengkuk leher, menghirup aroma parfum maskulin yang menenangkan jiwa. Sedang tangan Javas mencari sesuatu pada dasboard. Sebuah obat yang dikemas dalam bentuk tablet. Javas meminta Rinjani menengadahkan kepala meraih pipi agar mulutnya terbuka.
"Ash! Apa yang kau lakukan." Rinjani menampik tangan ketika Javas membuka kasar mulutnya.
"Buka mulut mu."
"Aku tidak mau ciuman lagi."
"Kau harus minum ini, jika tidak benih ku akan tumbuh di rahim mu."
"Engga, aku tidak mau." Rinjani kembali membenamkan wajahnya pada dada bidang itu namun Javas mencegah dengan menarik rambut.
Dengan sedikit paksaan Rinjani akhirnya menelan pil anti hamil dan kembali duduk meski dengan kancing dress setengah terbuka. Sengaja Javas melakukan itu untuk kembali dinikmati nanti di hotel. Ia harus segera melajukan mobil sebelum kendaraan lain lewat.
Sepanjang perjalanan, Rinjani tidak lagi merancau dia tidur dengan pulas. Saat mobil sampai di depan hotel, Javas segera mengancing kembali resleting membenarkan penampilan yang acak-acakan. Javas juga menuntun Rinjani masuk kedalam.
"Satu kamar." Pinta Javas pada resepsionis, dan setelahnya wanita cantik itu memberikan kartu akses kamar.
Sepanjang jalan dari lobi hingga koridor di lantai paling atas, Rinjani terus merancau tidak jelas memainkan rahang menggoda agar pria itu kembali menyetubuhinya. Javas mencoba menahan untuk tidak menyentuh Rinjani ditempat umum, ia lebih memilih menyisihkan kenikmatan di private room.
Bugh...
Javas menidurkan Rinjani diatas ranjang king size, matanya masih terpejam namun rancauannya terus saja keluar.
Javas duduk di pinggiran ranjang menatap wajah teler itu.
"Berapa banyak yang kau minum?"Shit! Bodoh! Javas merutuki kebodohan dengan berbicara pada orang yang setengah sadar. Ia menatap cukup lama wajah tenang itu hingga udara panas tiba-tiba menyerang kulit.
Ya Javas terangsang melihat lekuk tubuh berbalut dress super sexy. Ditambah posisi Rinjani yang terlentang membuat penisnya berkedut. Padahal mereka sudah melakukannya di mobil tetapi tetap Javas merasa tidak puas.
Javas memajukan wajah hampir menciumnya tetapi Rinjani tiba-tiba membuka mata menggulingkan tubuh kesamping hingga ranjang lah yang menjadi sasaran ciuman.
"Shit!"
"Kepala ku sakit, tapi aku butuh pelepasan lagi." Erang Rinjani mencoba bangkit.
Javas hanya diam menelantangkan tubuh menghadap langit-langit kamar.
"Fuck me baby, aku butuh penismu." Kepala Rinjani sudah berada tepat di wajahnya.
"Tidak! Kita sudah melakukannya tadi. Tidur lah." Javas menolak karena moodnya sudah rusak.
"Yakin kau tidak terangsang jika aku membuka seluruh pakaian ku?"
Javas mengalihkan tubuh Rinjani, dia akan berdiri namun Rinjani mencegah lengan hingga tubuh keduanya kembali menyatu. Rinjani mencium bibir Javas dengan lembut lalu turun ke leher.
"Ah ini rasanya nikmat." Setelah memberi kissmark di leher Rinjani mengalihkan tubuh dan kembali tidur.
Sungguh bastard memang, tapi itu lah Rinjani. Orang yang sedang dalam pengaruh alkohol tidak bisa mengontrol diri.
"Shit!" Javas tidak tahan atas permainan yang Rinjani ciptakan. Dia melepas resleting dan membuangnya asal. Ternyata Rinjani tidak mengenakan bra, pantas saja saat dimobil tadi ia dengan gampang membenamkan wajah di payudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Ficțiune adolescențiMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...