Keduanya mengabadikan momen dengan melakukan selfie maupun wefie, dari museum hingga sepanjang jalan menuju mall selalu diabadikan. Mereka juga mengunjungi photo booth yang ada di mall.
Huft...
"Sekarang kemana lagi?" Ucap Javas setelah mereka keluar dari photo booth.
"Ummm cari makan mungkin. Aku lapar."
Javas meraih pundak Rinjani mengalungkan tangannya disana. "Kita makan di rumah saja, aku akan memasak untuk mu."
"Seriosly?"
"Uhmmm."
"Oke. Ayo kita beli bahan-bahannya."
Dari photo booth mereka lalu menuju store yang menjual sayur dan daging. Letaknya yang berada di lantai satu mengharuskan mereka kembali turun. Padahal banyak keperluan yang belum mereka beli.
Keduanya sibuk mengambil bahan masakan untuk persediaan selama mereka di Geneva. Meski beberapa sudah tersaji namun Javas tetap ingin menu yang berbeda setiap harinya.
Keranjang sudah penuh keduanya menuju kasir membayar semua belanjaan.
"Oke semua sudah ada, sekarang mari kita pulang."
Javas hanya menurut saja, meski pun ada beberapa yang belum dibeli ia mengurungkan niatnya. Masih ada enam hari jadi mereka memuaskan untuk berjalan-jalan.
Selesai menata barang belanjaan kedalam mobil, Javas melihat arloji jarum jam masih menunjuk diangka dua belas ia teringat di sebrang jalan ada sebuah restauran dengan pemandangan aestetic yang tidak akan di temui di Indonesia.
"Jan, kita makan siang disekitar sini aja."
Alis Rinjani terangkat, "Kenapa?"
"Sayang waktunya, ini masih siang kalau kita kembali lebih cepat aku tidak bisa menahan hasrat lagi."
"Javaaaaaasssss!" Rinjani memukul lengan berotot itu.
Tapi yang dikatakan Javas ada benarnya, hari masih siang matahari juga masih sejengkal diatas kepala. Jika mereka kembali ke villa akan sangat membosankan karena hanya diisi dengan mengobrol dan bercinta.
"Oke, terus kita kemana?"
"Di sebrang sana ada restauran,"
"Terserah, aku ikut saja."
"Cepat masuk."
Javas memacu mobil dengan kecepatan sedang, sengaja karena ia ingin mengenalkan kota Swiss kepada Rinjani.
"Kamu sering ke sini?" Tanya Rinjani
"Beberapa kali. Kenapa?"
"Engga. Lama?"
"Tergantung suasana hati."
Rinjani hanya mengangguk-angguk mengerti, setelahnya tidak ada obrolan lagi. Fokusnya hanya pada bangunan estetik di kanan kiri jalan. Dulu ayahnya berjanji akan mengajak Rinjani keliling dunia tapi sebelum semua terwujud, Leo sudah pergi lebih dulu. Tapi sekarang impiannya di wujudkan oleh Javas.
"Hei, jangan melamun." Javas meraih tangan ketika melihat Rinjani dengan tatapan kosong.
Hanya senyum tipis yang mewakili, Rinjani membalas genggaman tangan itu.
Menuju restauran, Javas tetap menggandeng tangan hingga mereka mendapat tempat duduk. Restauran tersebut ramai di kunjungi turis dari berbagai penjuru dunia wajar saja jika Javas memilih berebut dengan pengunjung lain.
Javas memilihkan beberapa menu yang menjadi favorite tempat ini, tiga diantaranya berupa daging babi spesial yang di olah dengan bumbu khas turun temurun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Roman pour AdolescentsMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...