Dengan sangat terpaksa Rinjani menerima ajakan berdansa, meski sejujurnya ia malu melakukan gerakan tarian di restauran.
"Good job baby." Tangan Javas sudah berada di pinggang sedang Rinjani mengalungkan tangan di leher.
Keduanya mulai berdansa seiring irama yang mulai mengalun.
"Kau yang melakukan semua ini?" Ucap Rinjani disela-sela alunan musik.
"Hmmm, melakukan apa?"
"Sengaja menutup restauran demi bisa berkencan dengan ku."
Javas sedikit memepetkan tubuh Rinjani agar posisinya lebih intim. Dia juga berbisik di telinga dengan suara serak.
"Jangan terlalu percaya diri sayang."
Langkah kaki yang seharusnya mengalun mengikuti irama mendadak berhenti, Rinjani terdiam merasakan geli ketika Javas berbicara di telinga.
"Jadi bagaimana aku di terima huh?"
Giliran Rinjani yang mengerjai Javas, ia berbisik di telinga, "Ngga!"
"Status tidak masalah bagi ku, yang terpenting adalah memiliki mu sepenuhnya."
Rinjani mual mendengar gombalan klasik seperti ini. Baginya rayuan Javas tidak akan merubah komitmen.
Lama dalam gerakan dansa membuat keduanya nyaman, bahkan senyum lebar tercetak jelas di bibir Rinjani saat ia memutar tubuhnya. Sudah lama Rinjani tidak merasakan dansa seperti ini.
Hufttt... acara dansa selesai, keduanya masih saling menggenggam erat tubuh pasangannya. Rinjani menempelkan kepala pada bahu lebar milik Javas, membenamkan kepala disana ternyata mampu merelaksasikan pikiran.
"Seandainya aku tidak jujur tentang perasaan ku pada Rain, apa kamu mau menerima cinta ku?"
Rinjani menengadah, mereka saling menatap menerobos masuk kedalam retina masing-masing.
"Berhenti menyatakan cinta," ucap Rinjani dengan suara lirih.
"Oke, aku akan berhenti mengatakannya tapi aku tidak akan berhenti mencintai mu."
Uhuk.... Rinjani tersedak salivanya mendengar gombalan receh seperti ini. Javas seperti sedang menyatakan cinta pada anak remaja yang masih duduk di bangku menengah pertama. Ironis sekali, bahkan Rinjani sampai bergidik mendengarnya.
"Aku ada sesuatu lagi untuk mu."
Javas menuntun tangan Rinjani keluar dari restauran, ia menuju lantai tiga tempat dimana mereka pertama kali bertemu.
Lift terbuka, koridor mewah menyambut mereka seperti tersenyum menang telah berhasil membawa mereka kembali.
Lantai tiga nomer B adalah kamar yang akan mereka masuki. Javas menempelkan kartu akses mempersilahkan Rinjani masuk lebih dulu.
Rinjani terdiam celingukan menilik setiap ruang. Kamar ini mengingatnya pada kejadian satu tahun lalu dimana mereka pernah beradu kenikmatan diatas ranjang king size itu.
Javas menuntun tangan Rinjani mendekati jendela kaca yang menyajikan pemandangan kota di malam hari. Ia mengeluarkan sesuatu dari atas nakas. Sebuah kotak berukuran sedang dengan hiasan pita diatasnya.
"Apa ini?"
"Buka."
Rinjani mengamati kotak tersebut, ia berfikir jika Javas memberinya berlian tapi Rinjani salah. Saat kotak tersebut di buka isinya adalah tiket liburan. Rinjani mengambil dua tiket membolak balik kertas glossy tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid Lonestly
Teen FictionMATURE CONTENT warning!! area 21+ 🔞 "Ahh ssstttt jangan berisik Rinjani nanti papa dengar!" "Bodo amat! papa mu harus tahu sebejat apa anaknya." "Oh kau menguji ku? baik akan ku tunjukan se bastard apa diriku." selanjutnya tidak ada lagi rancauan...