Dua jam lamanya Javino menunggu Marsel rapat, walaupun bisa saja ia kabur dari kantor tersebut, tetapi ia sedang malas berjalan. Ditambah ada orang suruhan Marsel untuk menjaga didepan pintu ruangannya, jadinya mau tak mau ia harus menunggu Marsel rapat dengan cara tidur.
"Javino?"
Javino masih larut dalam kantuknya, guncangan pelan dari tangan Malvin pun ia tak sadar.
"Bangun, ayo ke butik." Ujar Marsel dan terus berusaha membangunkan Javino.
Javino menggeliat merasakan tidurnya diganggu.
"Nghhh,"
"Cepat bangun, atau saya tinggal?" Ancam Marsel.
Dengan nyawanya yang baru setengah terkumpul, Javino duduk sofa yang tadinya untuk tidur dirinya. Meregangkan otot-otot tubunya yang terasa kaku.
"Ini dimana?" Tanya Javino heran. Tangannya digunakan untuk menggaruk pipinya yang terasa gatal.
"Tidak penting, ayo berdiri."
"Gendong..." Javino merentangkan kedua tangannya, wajahnya ia benamkan pada perut Marsel yang terasa keras.
"Kakimu masih berguna, atau kamu menginginkan tidak punya kaki?"
Javino menatap Marsel dengan tatapan memelas, matanya berkaca-kaca seperti akan menangis.
Bukan karena apa, Javino baru saja bangun. Tubunya lemas serta nyawanya belum terkumpul sepenuhnya, bisa saja ia oleng dan terjatuh.
"Jahat! Tega!"
Setelah mengatai Marsel jahat dan tega, Javino langsung berlari akan keluar dari ruangan tersebut. Sebelumnya ia sempat meninju pelan perut Marsel untuk melampiaskan rasa kesalnya.
Brukk!
"Sakit... Hks─"
Tepat saat Javino akan membuka pintu, pintu tersebut sudah dibuka dari luar, membuat dahinya terbentur pintu besi tersebut, dan jatuh terduduk.
Marsel berdecak pelan, pekerjaannya bertambah karena bocah yang ia anggap manja tersebut menangis semakin keras karena dahinya yang mulai mengeluarkan darah.
"DARAAAH!! Hks! Benci!" Javino terus menutup luka tersebut dengan tangannya agar cairan merah pekat itu tak menetes dan terlihat olehnya.
Kakinya berjalan menuju Marsel herharap pria dewasa tersebut menolongnya ataupun menenangkannya, namun sepertinya tidak.
Marsel justru berdiri meninggalkan dirinya, sontak tangisnya semakin keras. Berusaha mencari tissue walaupun nantinya ia akan melihat cairan menjijikan tersebut.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Marsel di ambang pintu, membawa kotak p3k ditangannya.
"Tissue.. hiks," Jawabnya masih dengan tangisan.
Marsel menghela nafas panjang, dibawanya tubuh Javino yang masih terduduk di lantai kedalam gendongannya. Tetapi dibalik itu ada kemeja serta jas yang terkena darah Javino.
"Duduklah, ini akan sulit jika saya membersihkannya sambil menggendongmu."
"Peluk─ hiks.."
Marsel kembali menghela nafas, ia melepaskan pelukannya, kemudian mendudukkan Javino dipangkuannya.
Marsel mengangkat dagu Javino agar mendongak, ia tatap wajah sembab tersebut dengan darah yang terus-terusan mengucur dari dahi bocah dipangkuannya.
Marsel membersihkan luka tersebut dengan telaten, meneteskan alkohol diatas kapas yang dipegangnya, kemudian mengelapkan kapas yang sudah basah tersebut pada luka Javino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan || MarkNo
DragosteSi manja Javino dijodohkan dengan si cuek bebek Marsel? benar-benar diluar dugaan seorang Javino. ─ bl, gay, istilahnya cowo sama cowo. ─ harsh word, dirty talk, mature content. ─ baku + non baku. ─ lokal. ─ fiksi! ─ jangan salpak please! RANK 🏅ran...