38. Semakin parah

8.6K 421 13
                                    

Dua bulan sudah terlewati, Javino masih setia menutup rapat-rapat mimpi kala itu dari Marsel, bahkan jika lelaki itu bertanya, Javino hanya menggeleng dan mengatakan jika ia membutuhkan waktu.

Tangannya memegang satu persatu bunga yang mulai menampakkan wujudnya yang indah, taman belakan rumah memang tak ada tandingannya.

Ngomong-ngomong, Marsel mengambil cuti selama satu minggu. Jadilah suaminya itu tengah berenang, terlihat seperti atlet terkenal karena kemampuan berenangnya yang sangat menakjubkan.

Javino juga mau.

Sedetik kemudian ia menggeleng, Javino baru ingat jika dirinya tak dapat berenang. Langkahnya semakin dekat dengan kolam yang nampak menyegarkan kulit jika menyebur, Javino mendudukkan dirinya dipinggiran kolam, kedua kakinya dibiarkan terkena air yang memang sangat sejuk.

"Itu dalem banget gak sih, mas?" Tanya Javino saat melihat Marsel yang baru menampakkan dirinya dari dalam kolam.

Sepertinya Marsel memang mermaid.

"Tidak terlalu, ingin?" Marsel mendekat, Javino hanya menggeleng. Ia tak mau tenggelam, sudah cukup bulan lalu ia tertipu oleh kedalaman kolam renang ini.

Javino kembali menatap Marsel yang melanjutkan kegiatannya dengan tanpa curiga sedikitpun.

Sesekali ia akan mendapatkan cipratan air dari Marsel, membuat kaos putih yang ia gunakan menjadi basah, nyaris menerawang.

"Mas mau ngapain, ih! Sanaa!!" Pekik Javino saat merasakan telapak tangan Marsel menyapa kakinya.

Javino semakin panik, bisa saja Marsel menariknya, lalu ia tenggelam, dan─ 

"MAS MARSEEEL!!"

Javino sontak mengalungkan tangannya pada leher Marsel.

Apa yang baru saja terjadi?!!

Memalukan sekali, Javino ingin menjambak Marsel rasanya.

"Kaget bangeeeet!! Untung aku engga tenggelam!" Javino semakin mengeratkan pegangannya pada leher Marsel, sedikit kesusahan karena tubuh Marsel licin. Membuat Javino memilih untuk berpegangan pada punggung Marsel saja.

"This is even very low, but you just want to cry." Ujar Marsel saat melihat Javino ysng mengeluarkan air mata.

Karena Javino berada digendongan Marsel, membuat tubuhnya lebih tinggi dari lelaki yang dengan kurang ajar menariknya kedalam kolam ini.

Javino menatap Marsel, "Kan aku kaget!" Kemudian ia terbatuk.

Marsel dengan sengaja melepaskan tangannya dari tubuh Javino, membuat Javino yang tak seimbang tenggelam untuk beberapa detik sebelum menyimbulkan kepalanya.

Javino kembali terbatuk dengan air mata yang keluar dari pelupuk matanya. Marsel bahkan sampai tertawa melihat wajah yang nampak ketakutan itu.

Suami durhaka.

Tangisan Javino semakin keras, Marsel sudah berjaga-jaga dengan keseimbangan Javino agar istrinya itu tidak tenggelam lagi.

"Stop crying, i'm sorry." Setelahnya, Marsel mengecup dahi Javino.

Javino mengangguk sembari mengusap air matanya, kemudian menatap Marsel dengan puppy eyes-nya.

"Can I get a kiss here, Sir?" Javino berkata sembari menunjuk bibirnya.

"Of course, cutie."

Belah bibir itu kembali bertaut, tangan Javino yang mengalung pada leher Marsel semakin erat, memperdalam ciuman keduanya.

Kita tinggalkan saja mereka.

.

.

.

.

(jaeyong part)

Berganti pada kediaman Jungga.

Kediaman yang dulunya terasa hangat dan ramai itu semakin hari semakin suram.

Banyak pecahan kaca dan beling yang berserakan, debu dan jaring laba-laba mendukung suasana ruma itu menjadi rumah hantu.

Didalam kamar, dimana dua anak adam yang dulunya menjadi pasangan ter-serasi didunia itu tengah beradu mulut. Tak ada yang mau mengalah. Keduanya sama-sama memiliki ego yang tinggi, rasa haus kebenaran, dan kekuasaan.

"You are like a fire that slowly burns everything to ashes, just as my feelings for you are fading." Yang lebih pendek menatap nyalang lelaki didepannya. "you are nobody here."

Bima, lelaki itu mendecih. Meludahi lantai yang dulunya menjadi saksi dimaka keduanya bermadu kasih.

You're the one who has no power here, Thiway." Ucapnya datar.

Thiway menatap laki-laki itu tak kalah datar. "Bastard man, How cheap. Doesn't think about family, only thinks about the bitch out there, huh?!" Ujarnya dengan nada yang meninggi diakhir kalimat.

"I'm the good guy, kamu yang murahan."

"Oh iya? Lalu siapa yang membunuh ayah dan ibuku? Kakek dan nenek Jasino dan Javino, hm?" Thiway berkata dengan alis kanan yang dinakikkan.

Kakinya membuat langkah yang begitu perlahan, tubuhnya sekarang berada tepat didepan laki-laki yang juga menatapnya.

"It's you, you think I don't know?"

Kepalan tangannya mencumbu wajah Bima, sudut bibirnya mengeluarkan darah hingga membuat noda pada tangan Thiway pula.

"Sudahi ini, biar aku yang mengurus perceraian kita." Tubuhnya terasa mati rasa saat pinggangnya direngkuh erat, bahkan suhu tubuh lelaki itu dapat Thiway rasakan dengan jelas.

"LEPASKAN AKU!"

Gelengan dan senyum miring Thiway dapatkan, dibawah sana, ia dapat merasakan tangan besar Bima mengelus perutnya.

"Haruskah kita bermain sebentar?"

BUGH!

"PRIA GILA!"

Thiway langsung berlari, meninggalkan Bima dengan sejuta pikiran liciknya.

.
.
.
.

dabel ap niex 😘
ada yang mawu adegan 🔞 dichap depan?




Perjodohan || MarkNoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang