Javino berjalan kemari dengan gelisah. Ia bingung dengan dirinya yang sangat ingin memakan mangga dipagi hari ini. Ingin meminta pada Marsel, tetapi ia takut. Apalagi suaminya itu masih menggali alam mimpi.
"Bangunin gak ya.."
Dengan keberanian yang terkumpul, Javino akhirnya berjalan menuju lift. Ia barusaja membereskan perpustakaan mininya. Didalam lift ia hanya diam, sesekali menatap pantulan dirinya dengan rambut yang lucu.
Lift berbunyi, kakinya berlari agar segera sampai dikamarnya. Tetapi dewi fortuna tak berpihak padanya, kakinya menginjak sesuatu, membuatnya terjatuh dengan tidak aesthetic.
"Ck, what are you doing?" Marsel tiba-tiba datang dari arah belakang. Membangunkan tubuh Javino dengan sekali tarikan.
Javino dengan segala ke-kepoannya, menyibak kaos hitam yang digunakan suaminya. Pekikannya teredam karena malu.
"Kirain apa tadi! Ternyata abs-nya mas!"
Pasalnya otot suaminya itu sangat kentara pada kaos yang digunakan. Dadanya bahkan sangat lebar.
"Mas, aku mau mangga." Javino berujar setelah menarik Marsel kembali ke kamar. Ternyata suaminya baru saja berolahraga. Aroma yang mengguar dari tubuh Marsel membuatnya candu. Bukan bau asam keringat, tetapi aroma maskulin yang bergitu memabukkan.
"Pagi-pagi seperti ini?" Marsel bertanya sembari melepas kaosnya. Sekarang, lelaki itu bertelanjang dada dihadapan Javino.
Menganggukan kepalanya, Javino kembali menatap Marsel.
"Eum, aku pengen aja."
Marsel menghela nafas. "Kamu sudah sarapan?"
Anggukan didapatkan dari kepala berbulu merah muda itu. Kemudian Marsel keluar dari kamar, dan tak lama kembali dengan mangga yang sudah dipotong.
"Habiskan, saya akan pergi mandi sebentar." Lalu, berbalik badan hingga berhadapan dengan Javino.
Lelaki itu menekuk lutut, membuat tingginya sejajar dengan Javino.
Melahap bibir yang tengah mengunyah mangga itu, melumatnya sebentar sebelum melepaskannya.
"Manis, seperti biasa."
Meninggalkan Javino yang memerah malu.
.
.
.
.
Javino merasa seperti orang hilang diantara ribuan manusia sekarang.
Ia sedang berada didalam gedung, dimana pernikahan Nero dan Hevan dilaksanakan.
Javino menunggu Marsel yang tak kunjung menampakkan diri. Ia sangat risau walaupun tak sedikit yang mengenalinya. Tapi sekarang, ia butuh suaminya.
cugal dedi 🫢😍🤑
p |
mas |
dimana? |
aku pusing |
p |
rame banget|
① Photo |i have a headache 😥😥 |
Javino berusaha setenang mungkin. Ia bahkan tak hentinya mengetukkan telunjuknya diatas meja hingga menghasilkan suara ketukan yang teratur dengan jarum jam.
Ia memang tak bisa berlama-lama dikerumunan banyak manusia seperti ini. Dadanya begitu sesak jika berdesakan ditempat ramai. Begitu bising dan membuat kepala pening.
Tak lama, sosok yang ia tunggu akhirnya menampakkan diri. Marsel baru saja datang setelah sepuluh menit lamanya.
Lelaki itu sudah meminta izin kepada Nero jika ia akan segera pulang, dengan alasan Javino pusing. Walaupun itu kenyataannya.
Marsel menggendong Javino ala bridal, membawa istrinya menuju mobil. Memberikan air mineral agar lebih tenang, dan menyuruh Javino untuk mengatur nafasnya.
"Aku hampir aja mati."
Javino melontarkan kata itu tanpa beban sedikit pun. Bukannya itu kenyataannya?
Marsel hanya menghela nafas, lalu ia teringat barang yang diberikan ibunya tadi sebelum mereka menghadiri acara pernikahan Nero dan Hevan tadi.
Selama mobil tersebut berkendara, Javino hanya berdiam diri. Entahlah, ia sedang malas berbicara. Marsel pun hanya diam, memangnya ia harus apa?
30 menit berkendara akhirnya mereka sampai di rumah. Lumayan lama dan membosankan. Javino langsung menyambar tas dan ponselnya, dengan segera ia berlari menuju kamar mandi karena perutnya yang begitu mual. Seperti diaduk-aduk hingga membuatnya begitu mual.
"Huek!"
Marsel yang baru sampai di kamar mandi hanya bisa memijit pelan tengkuk Javino. Lagi-lagi Javino memuntahkan isi perutnya. Tak bisa disebut isi perutnya karena itu hanyalah cairan bening yang langsung disiram oleh keran yang menyala.
Javino berkumur dan mengelap mulutnya tissue. Kemudian ia menyenderkan kepalanya pada dada bidang Marsel. Tak lama, perutnya kembali mual. Javino lagi-lagi mengeluarkan cairan bening dari perutnya.
Marsel tiba-tiba mengingat barang yang diberikan ibunya tadi. Ia mengambil barang yang ditinggal tadi diatas meja makan. Kembali dengan satu kantong plastik, dan mengambil satu dari tiga barang itu.
"Coba ini."
Javino menoleh dengan raut bingungnya. "Apa ini?"
"Tidak tau. Lihat saja."
Kemudian, Javino melihat nama bungkusan kecil itu.
"Testpack...?"
.
.
.
.
Javino menggigit jemarinya dengan gugup. Kakinya berjalan kesana-kemari, jantungnya berdetak kencang dua kali lipat dari biasanya.
Marsel yang melihatnya hanya membiarkan. Tetapi lama-lama ia lelah juga melihat Javino yang berjalan kesana-kemari dari tadi. Membuat kepala pening saja.
"Tenanglah, Javino."
Javino memasang ekspresi tak bersahabat.
"Gimana aku mau tenang, mas?! Nanti kalo negatif, gimana?! Aduh..! Gimana ini?"
Setelah melihat cara penggunaan testpack itu akhirnya Javino mencobanya. Dan ia sangat gugup sekarang. Sudah sepuluh menit juga tak kunjung ia cek apa hasilnya.
Bait-bait doa Javino ucapkan didalam hati, tangannya perlahan mengambil testpack dari tempat dimana ia meletakkan urine-nya tadi. Matanya terpejam, dengan perlahan, Javino membuka matanya. Testpack yang tadinya menghadap lantai sekarang dapat ia lihat.
Pregnant.
.
.
.maafkan ak yang udah lama nggak up iniii 😔😔🙏🏻
![](https://img.wattpad.com/cover/343577076-288-k323798.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan || MarkNo
RomanceSi manja Javino dijodohkan dengan si cuek bebek Marsel? benar-benar diluar dugaan seorang Javino. ─ bl, gay, istilahnya cowo sama cowo. ─ harsh word, dirty talk, mature content. ─ baku + non baku. ─ lokal. ─ fiksi! ─ jangan salpak please! RANK 🏅ran...