10. Baru

16.2K 933 17
                                    

Javino, mamanya, serta mertuanya sedang membuat makanan untuk nanti malam. Ketiganya terlihat sibuk berkutat dengan alat dapur dengan lincahnya, sedangkan para dominan memilih untuk bermain bola selagi menunggu makanan matang.

Javino diberikan tugas oleh Thiway adalah memotong sayuran, bahkan sudah setengah jam ia memperhatikan pisau tajam tersebut dengan lamat. Hingga beberapa kali Thiway dan Teni harus ikut andil dalam potong memotong sayur tersebut.

"Maaa! Jangan potong-potong ihh, takut... Pisaunya tajem banget ituu!" Ucap Javino dengan 'u' yang dipanjangkan.

Thiway menghampiri Javino, disusul Teni yang membawa mangkuk untuk disusun.

"Sayang, nanti kalau nono nggak belajar pakai pisau, Marsel nya mau dimasakin apa hayoo?? Masa langsung dimasukin gitu aja," Thiway mencoba membujuk Javino agar mau mencoba perlahan.

"Eh sebentar deh, perasaan mami naro pisau kayu disini.." Teni mencari pisau yang dimaksudnya di laci khusus pisau, ia kembali membawa pisau yang dimaksud ditangannya.

"Ini tajem nggaaa?? Nanti kalau nusuk tangan nono?" Javino menatap mama dan mami mertuanya bergantian dengan mata berkaca-kaca.

"Nggak terlalu tajam itu, tapi berguna kok. Coba dulu, itu potong sawinya aja yang gampang." Tutur Teni lembut.

Javino meraih sayur yang dimaksud mertuanya, sayur yang menyerupai daun besar itu diletakkan diatas talenan yang sudah disiapkan. Pisau yang berada digenggaman Teni diraih, mencoba memotong sayur tersebut dengan perlahan. Setidaknya satu helai sawi berhasil ia potong.

"Hati-hati sayang, tangan kamu geter-geter gitu, awas nanti kena, jangan gugup." Peringat Thiway.

Javino mengangguk, ia melanjutkan memotong sawi tersebut hingga habis. Ternyata memotong dengan pisau tak begitu buruk.

"Ini pisaunya bagus, buat Nono yaa??" Rayu Javino dengan mata berbinar.

"Ambil aja, itu mami siapin yang lainnya." Teni menunjuk set pisau disamping wastafel.

"Makasih mami, makasih mamaaa~"

Yaa setidaknya Javino masih bisa mengontrol diri saat menggunakan pisau untuk pertama kalinya.

.

.

.

.

"YANG MAU MAKAN AYO KESINI!!" Teriak Thiway dengan centong nasi yang diketukkan di atas meja, yang mana menghasilkan bunyi bising.

"Maa, stop. Itu papa sama papi juga udah kelihatan tuh," Kata Javino menunjuk ketiga dominan yang berjalan bersama.

Setelah semua orang duduk, Thiway dan Teni mulai mengambilkan nasi serta lauk untuk suaminya. Javino sampai bingung, apakah ia harus melakukan hal yang sama?

"Nono, itu suaminya diambilin nasi dong. Kaya mama sama mami nih," Ujar Thiway seakan bisa membaca isi pikiran Javino.

"Oh?! Ah─ okay..." Pekik Javino terkejut sebekum mengambilkan Marsel nasi serta lauk. Sebelumnya ia tak tau apa lauk yang disukai Marsel.

"Mas, mau lauk apa?" Tanya Javino.

"Terserah kamu saja."

Javino benar-benar tak mengerti dengan Marsel, ia pun ikut bingung akan mengambilkan Marsel lauk apa.

"Um... Mas ada alergi?"

"Tidak."

Pada akhirnya Javino mengambilkan Marsel udang goreng tepung serta mie yang dicampurkan dengan sawi, tak lupa mengambil piring kecil untuk memisahkan udang saus tiramnya.

Makan malam berjalan dengan tenang, dan tanpa obrolan sekalipun. Karena jika makan sembari berbicara itu tidak sopan, apalagi suara kecap mulut yang begitu berlebihan. Sama saja seperti melanggar tata krama ketika makan.

Setelah makan malam, Thiway dan Teni berniat untuk menginap dirumah baru ini. Sekalian memberi saran dalam pernikahan agar awet hingga tua.

Semuanya memutuskan untuk berpindah menuju lantai 3, dimana ruang santai berada. Terdapat mainan untuk anak-anak jika bermain dan sofa serta televisi untuk menonton jika sedang luang. Satu piano tersusun rapi diujung ruangan, Javino sangat suka dengan musik. Selain itu, ada juga rak-rak buku bagi yang suka membaca, ada beberapa buku milik Javino juga yang sudah disusun.

Mengobrol hingga larut malam, membuat kelopak mata orang yang berada di ruangan tersebut memberat dan memutuskan untuk pergi tidur.

Tetapi pengecualian untuk Javino, ia duduk dan membuka kado pernikahannya kemarin yang memenuhi kamarnya dan Marsel.

Sang suami hanya bisa menatap Javino jengah seusai mengganti pakaian formal dengan piyama  agar lebih nyaman. Niatnya untuk langsung tidur diurungkan ketika Javino memekik keras karena hadiah yang didapatkan.

"Aishh apaan sih ini! Dosa banget─ ohh.. Hevan yang ngasih, pantesan."

Javino menyingkirkan kotak yang berisikan baju haram itu. Dirinya ikut heran, darimana Hevan mendapatkan ide untuk memberinya baju haram itu? Bisa bahaya jika Marsel yang melihat.

Kotak besar berwarna cokelat muda menarik perhatiannya. Dibukanya kotak tersebut dengan perlahan, kembali heboh saat mengetahui isi dari kado tersebut.

"Mas! Clevio itu siapa!?" Tanya Javino berteriak.

"Kekasih Gaven."

Marsel ikut duduk disamping Javino, ia membantu Javino membuka kado yang menumpuk itu satu persatu.

Paper bag besar kini menjadi sasaran Javino, senyumnya mengembang ketika melihat isi dari paper bag tersebut. Tetapi lama kelamaan saat dierhatikan dengan jelas, senyumnya meluntur. Digantikan dengan raut bingung.

"Mas! Ini apasih? Buketnya kok isinya kondom?"

.

.

.

.

Perjodohan || MarkNoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang