30. Takut?

9.2K 582 11
                                    

Terhitung sudah 5 bulan Marsel dan Javino menikah. Selama itu juga Javino belum merasakan tanda-tanda dari benih Marsel. Ia jadi takut jika dirinya tak dapat hamil. Dan juga, usianya juga belum legal.

Javino melamun, hingga merasakan tepukan pada pipinya. Kepalanya mendongak menatap orang yang menepuk kepalanya tadi, itu Marsel.

Ngomong-ngomong, mereka sedang berada didalam ruangan Marsel. Javino tak tau akan melakukan apa dirumah, sebab itulah ia memutuskan untuk ikut Marsel ke kantor.

"Ini sudah jam makan siang, ayo pulang."

Javino hanya mengangguk. Benar, sudah menunjukan jam istirahat. Javino mengambil tasnya, mengikuti langkah lebar Marsel yang berada didepannya. Lalu, menggandeng lengan kekar suaminya. Membuat para pegawai memekik tertahan karena dibuat gemas oleh pemandangan didepannya.

Didalam mobil keheningan tercipta, untungnya radio didalam mobil itu otomatis menyala. Jadi tak begitu sunyi dan hening.

Javino sendiri hanya melamun. Ia sudah lama tak berkunjung ke kediaman orang tuanya. Mungkin sore ini ia akan berkunjung.

Sesampainya di rumah, Javino langsung saja menanyakan menu apa yang diinginkan Marsel siang ini. Seperti biasa, jawaban Marsel yang tak lain adalah 'terserah'.

Javino dengan perasaan campur aduk mulai memasak untuk makan siang. Biarkan saja jika masakannya akan terasa aneh. Juga, ada pembantu yang membantunya.

Makanan sudah terhidang, Javino memanggil Marsel. Makan siang pun dimulai. Lagi-lagi hening tercipta, hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring.

"Aku gak ikut ke kantor deh, mas. Mau dirumah aja." Ujarnya setelah menghabiskan masakannya. Sedikit berbohong namun tak apa, ia sedang ingin sendiri. Ada firasat aneh yang menyelenap di benaknya. Tetapi Javino berusaha menepis firasat buruk itu jauh jauh.

Melihat Marsel mengangguk membuat Javino tersenyum. Biarlah ia sendirian sekarang.

Setelah menyelesaikan makan siang, Marsel kembali ke kantor. Javino juga sudah berada didalam mobil, tetapi mobil yang berbeda dengan mobil Marsel.

Javino akhirnya menyetir mobil setelah sekian lama tak mengemudi kuda besi itu. Ia sudah hampir sampai di rumah orangtuanya.

Jika dilihat dari luar, rumah besar itu terlihat sepi dan gelap. Tetap saja Javino berusaha berfikir positif. Tak lama, mobilnya sampai dan masuk ke dalam rumah yang sudah lama tak ia kunjungi.

Alangkah terkejutnya ia saat melihat seisi rumah itu, sangatlah berantakan. Banyak vas bunga yang pecah serta bantal-bantal sofa yang berserakan.

Kakinya melangkah pelan, sayup-sayup terdengat suara teriakan dari ruang tengah. Pemandangan yang pertamakali ia lihat adalah, orang tuanya yang bertengkar.

.

.

.

.

"AKU MAU KAMU JUJUR, MAS! DIA SIAPA?!!"

"BUKAN URUSAN KAMU, THIWAY!"

"ITU URUSAN AKU JUGA, BIMA!"

"UDAH AKU BILANG DIA BUKAN SIAPA SIAPA AKU!"

"TAPI DISITU JELAS-JELAS KAMU PELUK DIA! CIUM DIA! SIAPA DIA?! SELINGKUHAN KAMU?! IYA?!!"

"IYA! KENAPA? KAGET? MAU NANGIS? MAU CERAI?"

"DASAR BRENGSEK!"

Mata sipit Javino menajam. Lebih tepatnya sedang menahan rasa terkejutnya. Ini, kali pertamanya ia menyaksikan perdebatan orang tuanya, dihadapannya sendiri.

Perjodohan || MarkNoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang