sebelum baca page iniii, aku mau ngucapin banyak-banyak terimakasih buat kalian semua yang udah baca, vote, dan komen. for siders, aku gapapa kalo kalian mau baca without vote, but kalo bisa ayo pencet '☆' dibawah ‼️ ga maksa kokkk, tapi ya pasti aku ngeharapin feedback dari kalian HAHAHA..!
intinya, thanks for 200k+ mata buat book ini 😣💘
gaperna ngebayangin kalo aku bakalan bisa ngehasilin reads sampe dua ratusan ribu HAHAHA, makasih banget intinyaaa 💘💘
maaf juga buat aku yang slow update ini (update tergantung mood wkwkw) bahasanya juga tergantung mood siihh, jadinya ya gitu
big thanks, loveee!!
ayo lanjut bacaa, enjoy it 💃
.
.
.Netra tajam itu berkilap, kedua manik kelam itu saling menatap, mengunci pergerakan satu sama lain dengan jarak yang tak jauh.
Mungkin keduanya sudah lelah dengan situasi ini. Yang lebih tua sulit untuk menjelaskan dengan rinci, dan yang lebih muda terlalu sulit untuk menerima luka yang diberikan.
They're so tired.
"Huhh, aku cape, sama kan? Kamu juga pasti cape. Aku udah nyerah sama kamu. Terserah kamu mau ngapain aja, surat cerai biar aku yang urus. Kamu tinggal tanda tanganin aja. Urus istri baru kamu, anggap aku nggak pernah ada di hidup kamu, anggap aja aku cuma orang lewat sekilas dihidup kamu." Thiway berkata dengan nafasnya yang terasa memberat.
"Thanks for all, kamu tetep first love aku dan last love aku, mas Bima."
Yang lebih muda memberikan senyuman manisnya─yang tampak seperti senyum penuh kehancuran dimata Bima─selagi sempat dan untuk terakhir kalinya, tubuh bongsor itu ia dekap dengan erat, hanya bertahan beberapa detik saja, lalu dilepaskan.
"Cintai istri baru kamu dengan tulus, jangan sakiti dia. Dia cewek."
Kaki rampingnya mulai melangkah setelah meraih tas kecilnya. Langkah demi langkah ia injakkan kakinya diatas lantai marmer yang penuh debu.
Rumahnya tak berbentuk lagi.
Bima terpaku ditempatnya, haruskah ja menjelaskan semua?
Lakukan sebelum terlambat.
Ia berlari karena Thiway berjalan dengan langkah yang cukup cepat, menarik tangan yang nampak penuh bercak merah akibat darah hingga dapat ia sentuh. Tubuhnya ia tarik, hingga keduanya saling bersentuhan. Bima bahkan dapat merasakan detak jantung Thiway yang terasa berdetak sangat kencang, tak searah dengan jarum jam.
"I'm sorry... aku minta maaf. Aku jelasin semuanya."
Thiway menangis di detik itu juga.
.
.
.
.
Tak ada yang lebih manis dari gula dan madu. Tapi bagi Marsel, pesona Javino dapat mengalahkan manisnya makanan didunia ini.
Senyumnya.
Wajahnya.
Dan sentuhannya.
Marsel tak pernah seperti ini sebelumnya, merasa sangat amat memuja pesona seseorang selain ibunya.
Javino memegang handuknya dengan erat, selagi menunggu Marsel yang sedang mengambilkan pakaian ganti untuknya.
"Lama banget??!!" Javino sudah menggigil karena kedinginan. Untungnya tak lama kemudian Marsel memunculkan diri dengan kaos putih dan jaket tebal untuk Javino.
"Pakailah."
Javino berdecak. "Pakein dong, mas. Dingin banget brrrrhh..."
"Alasan."
Walau begitu, Marsel tetap memakaikan Javino baju karena takut Javino semakin kedinginan. Ia berusaha senormal mungkin, tak mungkin kan ia menerjang Javino disaat seperti ini. Untungnya sampai ditahap menggunakan jaket ia tetap bisa mengontrol diri.
"Hngg.. ini jam berapa sihh??" Javino nampak sangat mengantuk, ia bahkan belum melaksanakan rutinitas malamnya.
Skincare an, maksudnya.
Marsel tertawa melihat itu. Dibelainya wajah Javino yang nampak mengantuk, memberikan kecupan selamat malam sebagai pengantar tidur.
"Good night."
Javino hanya mengangguk pelan, menyamankan posisinya didalam dekapan Marsel yang hangat. Tangannya memeluk tubuh besar Marsel walaupun tak semuanya, mendusalkan kepala berbulu merah muda itu pada dada Marsel.
"Mas?" Panggil Javino pelan.
"Hm?"
Javino mendongak, "Udah tidur?" Tanyanya.
"Belum."
Keduanya terdiam untuk beberapa saat. Javino mencoba mengembalikan rasa kantuknya, sedangkan Marsel masih terjaga karena jam baru menunjukkan pukul 8 malam. Bukan waktunya untuk tidur sekarang.
Javino tersentak kala merasakan usapan pada perutnya, hangat. Javino suka itu. Membiarkan Marsel memberikan usapan pada perutnya, tangannya memegang sebelah tangan Marsel untuk dimainkan.
Marsel nampak sangat tampan jika diliht dari dekat. Lelaki itu sesekali berbicara untuk menanyakan hal random yang aneh, tetapi lebih aneh Javino yang tertawa saat suaminya itu melontarkan lelucon yang garing.
Marsel juga tertawa, jakun lelaki itu sangat menonjol di lehernya. Javino seperti terhipnotis, tangannya dilayangkan dengan ragu-ragu untuk mengelus jakun menggoda itu.
"Pegang boleh?"
Marsel mengangguk, kemudian ia dapat merasakan telapak hangat Javino bersentuhan dengan kulitnya. Nafas Javino yang hangat menerpa kulitnya.
Ia menahan nafsu yang bergejolak didalam tubuhnya. Ingat, Javino tengah mengandung buah hatinya. Ia tak tega untuk menggempur istrinya.
"Hhhh─"
Marsel kembali menahan nafas, Javino baru saja memberikan kecupan pada lehernya. Javino juga memberikan gigitan yang samar di lehernya.
Javino mendongak, menatap Marsel dengan tatapan memelas.
"Making love tonight?"
.
.
.aseliii, males banget banget banget banget banget banget banget banget sama mtk 😔
btw, udah siap sama chap depan 🌚?
maap kalau alurnya cepet, soalnya kemungkinan book ini cuma sampai chap 50
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan || MarkNo
RomansaSi manja Javino dijodohkan dengan si cuek bebek Marsel? benar-benar diluar dugaan seorang Javino. ─ bl, gay, istilahnya cowo sama cowo. ─ harsh word, dirty talk, mature content. ─ baku + non baku. ─ lokal. ─ fiksi! ─ jangan salpak please! RANK 🏅ran...