"Butuh pelukan?"
Marsel yang sedari tadi diam akhirnya membuka mulut, melayangkan pertanyaan yang langsung dihadiahi dengan anggukan. Didetik berikutnya tubuhnya langsung diterjang oleh Javino untuk menumpahkan segala kesedihannya.
Jika ditanya Marsel kecewa atau tidak, jawabannya tentunya kecewa. Kecewa pada dirinya sendiri karena tak bisa menjaga Javino dengan becus. Andai saja ia yang mengambilkan sandal milik Javino disiang itu, mungkin hal ini tak akan terjadi.
"Sudah, jangan terlalu lama menangis. Nanti kepala kamu bisa pusing," Tutur Marsel dengan lembut.
Baru kali ini Javino mendengar Marsel berkata dengan begitu lembut. Biasanya datar, seperti tak minat. Tangisnya kembali pecah entah kenapa, rasanya ia ingin menangis hingga merasa lelah.
"Hiks a-aku kotor... a-aku─"
Tangis Javino semakin histeris. Marsel sendiri dapat merasakan bagian depan kemejanya terasa basah karena air mata Javino. Namun itu tak sebanding dengan rasa trauma Javino, jadi ia tak mempermasalahkan hal itu.
"M-mas Marsel p-pasti jijik sama aku," Javino mendongak guna menatap wajah Marsel.
Disaat begini Marsel masih saja terlihat tampan, apalagi rambut suaminya itu yang dipotong undercut. Sangat sangat bahaya untuk jantung.
"M-maaf.. a-aku gagal jaga diri aku sendiri, maaf.."
Marsel menggeleng, menarik tubuh Javino agar duduk diatas pangkuannya. Mengecup dahi, mata, pipi, dan yang terakhir bibir Javino.
"Saya sama sekali tidak jijik denganmu, Javino. Justru saya yang minta maaf karena tidak bisa menjaga kamu, sampai-sampai terjadi seperti ini, maaf."
Javino tertegun dengan Marsel. Ia kira Marsel akan mencaci maki dirinya, dan menceraikannya didetik itu juga. Ternyata ia salah.
"Huhuuu... Suami Nono manis banget, mau nangis lagi~"
Javino sempat-sempatnya berkata demikian. Membuat raut wajah Marsel berubah kembali menjadi datar.
"Saya serius, Javino."
Javino terkekeh. "Iya-iya, maaf."
Marsel hanya mengangguk dan mengecup bibir istrinya lagi sebelum berdiri untuk mengambilkan Javino pakaian yang lebih hangat.
Jika dipikir-pikir, Marsel itu perhatian. Namun tertutup dengan sifat dinginnya itu.
"Tidur, ini sudah sangat larut." Ujar Marsel setelah membantu Javino untuk mengenakan pakaiannya.
"Eum, peluk tapi,"
"Banyak mau."
Javino hanya tertawa, lalu merebahkan tubuhnya seolah-olah tak terjadi apa-apa hari ini.
.
.
.
.
Surya telah menampakan diri, namun tak mengusik sepasang suami-istri ini yang masih tertidur pulas didalam dekapan masing-masing. Bahkan askara yang masuk lewat sela-sela gorden yang terbuka.
Kicauan khas burung terdengar merdu, suara klakson kendaraan diluar sana terdengar membisingkan gendang telinga.
Dia─ Javino terbangun dari tidurnya. Pukul tujuh pagi. Tangannya menggoyangkan tubuh suaminya yang masih menyelami alam mimpi, mengingat semalam mereka tidur pada dini hari.
"Mas, bangun."
Javino memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, sekedar menyikat gigi dan mencuci mukanya agar lebih segar dan tidak mengantuk. Kemudan kembali ke kamar, disuguhi dengan Marsel yang masih saja menutup mata.
"Mas, bangun, udah siang."
Marsel tak kunjung bangun, diberikannya kecupan ringan pada pipi dan juga bibir Marsel agar lelaki itu bangun dari tidurnya.
"Hmm??" Marsel membuka matanya, disuguhi dengan wajah menggemaskan Javino yang sedang merebahkan tubuhnya disebelahnya.
"Morning, mas!" Seru Javino. "Ayo sarapan diluar, aku laper bangett!" Ujarnya.
Marsel mengangguk, mendudukkan dirinya dan berjalan menuju kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi.
"Ayo,"
Javino langsung melompat ke tubuh Marsel, untungnya reflek lelaki itu bagus. Jika tidak, mungkin wajah Javino menubruk dinginnya lantai.
"Hehe,"
Keduanya menuju keluar hotel untuk sarapan, kebetulan disebelah hotel ada restoran yang buka 24 jam.
"Eotteon mesijileul wohansibnikka?" Salah satu pelayan menghampiri mereka setelah memilih tempat duduk─ didekat pintu.
*mau pesan apa?
"Achim sigsa du gaji gyehoeg." Kata Javino setelah membaca menu yang diserahkan.
*dua paket makanan untuk sarapan
"Arasseo, jamkkanman,"
*Baiklah, tunggu sebentar
Javino mengangguk dan memberikan senyuman karena pelayan itu juga tersenyum kearahnya.
Menunggu pesanan mereka datang, Javino mengajak Marsel untuk mengobrol. Apapun dibahasnya agar tak begitu hening.
"Igeos-eun dangsin-ui jumun ibnida, jeulgisibsio."
Pelayan yang beberapa menit lalu kembali dengan nampan ditangannya, lalu kembali pergi setelah meletakkan mangkuk-mangkuk itu dimeja.
Sarapan pun dimulai, tak ada yang berbicara karena sedang makan. Javino sendiri sudah lelah karena terlalu banyak bicara.
"Chong eolma?"
*Berapa totalnya?
"Baeg icheon,"
*Seratus dua ribu
Marsel mengeluarkan kartunya, lalu tak lama kartu tersebut berada ditangannya kembali.
"Yeogi kadeuga issseubnida. Gamsahabnida, dasi bangmunhaneun geos-eul ij-ji maseyo!"
*Ini kartunya. Terimakasih, dan jangan lupa kembali lagi!
Javino mengangguk dan keduanya kembali ke hotel. Tetapi sebelum itu mereka menyempatkan untuk mampir ke supermarket terlebih dahulu sebelum kembali ke hotel.
.
.
.xixixixixixixixixiixi
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan || MarkNo
RomanceSi manja Javino dijodohkan dengan si cuek bebek Marsel? benar-benar diluar dugaan seorang Javino. ─ bl, gay, istilahnya cowo sama cowo. ─ harsh word, dirty talk, mature content. ─ baku + non baku. ─ lokal. ─ fiksi! ─ jangan salpak please! RANK 🏅ran...