35. Baby = kacang hijau

11.2K 552 6
                                    

Aku tak bisa menutupi rasa bahagiaku, walau aku sempat terkejut sampai pingsan sebentar tadi.

Dihadapan ku, wanita ber-jas putih tengah mengoleskan gel diatas perutku. Rasanya begitu dingin, juga menyenangkan. Aku semakin gembira saat dokter tersebut menunjukkan sosok kecil, sekecil kacang hijau dilayar sebelahku.

"Masih sekecil kacang hijau ya. Akan saya tuliskan resep vitamin untuk tuan, sebentar."

Sembari menunggu sang dokter menuliskan sesuatu diatas lembar kertas dimeja setelah membersihkan gel diatas perutku, aku tak hentinya tersenyum. Begitu bersinar bagi Marsel yang melihat. Senyum secerah mentari pagi itu, ingin ia lihat selamanya.

Aku dan suamiku langsung menuju apotek untuk membeli vitamin yang dituliskan dokter tadi ketika melewati apotek terdekat. Oh, aku juga membeli ice cream teh hijau tadi. Rasanya seperti biasa, dingin dan manis. Hari yang sungguh membahagiakan, semakin bahagia saat ibuku berkata beliau dan mertuaku sudah berkumpul dirumah.

Disebelah ku seperti biasa ada Marsel yang tengah menyetir. Ibu jarinya mengusap punggung tanganku dengan lembut, membuat jantungku ingin meleleh seperti ice cream dibawah sinar matahari. Kemudian, ia tanpa menoleh mengusap noda didekat bibirku. Lagi-lagi aku tersipu, pipi ku begitu merah, sangat memalukan.

"Makan dengan perlahan."

Aku memberikan anggukan singkat. Surai rambut merah mudaku bergerak lucu dari pantulan kaca kecil diatas dashboard. Aku tersenyum sehingga membuat mata ku membentuk bulan sabit yang begitu dikagumi oleh banyak orang.

Sesampainya di rumah, aku segera turun dan tak lupa mengambil boneka kesayanganku yang sengaja aku bawa. Kaki ku yang terbalut kaos kaki sebatas mata kaki dan sepatu yang dibelikan Marsel berjalan dengan perlahan. Tentunya disebelah ku ada Marsel. Lengan kekar lelaki itu melingkar di pinggangku, aku bisa merasakan otot-otot yang begitu kencang itu menempel ditubuhnya walau terlapis kain.

Aku membuka pintu didepanku, alangkah terkejutnya diriku saat melihat ramai orang berdiri tak jauh dari tempatku berdiri. Ruang utama dihias dengan sangat indah walaupun sederhana.

"Happy pregnant!!"

Tuhan, terimakasih.

.

.

.

.

Ibuku, ibu mertuaku, ayah mertuaku, Hevan, Nero, Gaven, dan Clevio tengah menyibukkan diri mereka masing-masing untuk membuat steak malam ini. Aku dilarang membanti dengan alasan 'ibu hamil tidak boleh kelelahan.'

Aroma khas Marsel memasuki rongga hidungnya seiring dengan pemilik aroma itu mendekat, ditangannya terdapat buah-buahan yang diperintahkan Tena untuk Javino konsumsi.

Aku sangat senang. Perlahan aku memasukkan satu persatu potongan buah melon dan semangka yang dipotong berbentuk kubus kedalam mulutku. Marsel sudah pergi lagi, ngomong-ngomong. Dan sekarang bergantian Clevio yang mengajakku mengobrol.

Cukup lama kami mengobrol, hanya pembahasan ringan untuk mengakrabkan diri satu sama lain. Sampai tak sadar jika daging yang dibakar sudah matang, semuanya berkumpul di halaman belakang rumah.

Acara makan-makan kali ini sengaja dilaksanakan dibelakang rumah, untuk menambah kesan kehangatan dan keramaian yang ditemani oleh jutaan bintang yang bersinar indah dengan sang raja malam yang begitu luas. Aku menarik nafas panjang, ternyata hidup seperti ini alurnya. Aku harus mengalami trauma hingga sekarang.

Oh, aku lupa memberi tahu kalau aku setiap tiga kali dalam sebulan harus mengunjungi psikiater. Itu semua berkat bujukan Marsel dan ibuku tentunya. Aku awalnya takut untuk bercerita dengan orang lain, tapi ternyata tidak seburuk apa yang aku pikirkan.

Marsel meletakkan potongan daging diatas piringku, lalu lelaki itu mengambilkan sedikit sambal. Aku meminta ekstra sambal sebenarnya, tetapi aku tidak boleh makan yang pedas-pedas. Huh!

Suasana begitu hangat dan nyaman. Gaven yang tengah berdiri tiba-tiba berteriak heboh. Pemuda itu mengarahkan kamera ponselnya kearah kami semua, lalu kami bergaya, dengan senyuman yang begitu manis.

"Good!"

Aku melanjutkan makanku. Aku tidak merasa mual lagi, mungkin karena Marsel yang menyuapiku? Entahlah. Tetapi itu membuatku sedikit lega karena aku bisa makan dengan tenang.

Jam sepuluh kita berpencar menuju kamar masing-masing. Mereka semua akan menginap malam ini ngomong-ngomong, aku sangat senang karena akan ramai orang keesokannya.

Aku merasakan gelap pada indra penglihatanku, Marsel mematikan lampu kamar dan hanya menyisakan lampu diatas nakas. Aku menarik selimut hingga sebatas dada, memeluk boneka kesayanganku, lalu mencoba memejamkan mata. Sudah kucoba berulangkali tetapi tak berbuah hasil, aku tidak mengantuk sama sekali. Aku bergerak gelisah kesana kemari, mataku sangat berat tetapi tak bisa dipejamkan. Kemudian, aku merasakan tangan kekar mengelus perutku dari dalam. Membuat kupu-kupu imajiner menggelitik perutku, membuatku geli, juga senang. Hatiku menghangat, ini bahkan baru hari pertama aku mengandung. Ah, tidak. Lebih tepatnya empat hari setelah diperiksa dokter tadi. Sangat kecil, aku bahkan sangat gemas dengan penerus Marsel kelak.

Bibir tipis suamiku mengecup dahiku singkat, tetapi penuh cinta dan kehangatan yang kurasakan. Aku balik mengecup pipinya yang tirus. Pahatan tuhan begitu sempurna saat menciptakan sosok didepannya ini.

"Good night."

.
.
.

sisi pandang Javino nii
aku akhir-akhir ini suka bikin yang versi sudut pandang characternya gitu, kayak.. YAA SERU AJA??

Perjodohan || MarkNoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang