Javino tengah berbaring lelah usai digempur oleh Marsel lagi, tetapi kali ini dirinya sangat menikmati. Jadi, oke lah.
Ia hanya berpakaian kemeja Marsel yang tergeletak di sofa dan hot pants hitam. Disebelahnya ada Marsel yang tertidur lelap.
"Pengen sate deh?" Javino berdiri dengan perlahan, berjalan hingga keluar rumah.
Javino melirik sekitar, hari sudah pukul tiga sore. Biasanya jika pukul 4 sore banyak yang berjualan jajanan maupun makanan berat.
"Pak," Javino membungkukkan badannya sopan ada scurity rumahnya. Yang dibalas dengan anggukan.
Scurity tersebut membukakan gerbang rumah, Javino sudah dua hari tak keluar rumah. Ternyata lingkungan disekitar rumahnya sangat bersih. Ada anak kecil yang bermain bola dan layangan lapangan didekat rumah.
"Kakak cantik mau kemana?" Tiba-tiba balita dengan topi hitam menghampirinya.
Javino berjongkok menyamakan tingginya dengan balita laki-laki itu. "Kakak mau beli jajan, kamu mau kemana nih? Kok ganteng banget? Mamanya dimana?"
Anak tersebut tersenyum karena disebut 'ganteng.' "Ve mau jalan jalan aja kak. Itu mamanya Ve yang baju kuning," Tunjuk balita itu ke rombongan ibu-ibu yang berdiri tak jauh dari Javino berada.
"Ve?"
"Arvenda, namanya susah banget kan kak? Panggil Ve aja yaa kakaak!" Ujar balita itu.
"Okaay, Ve ngga ke mama? Nanti mamanya nyariin loh," Tanya Javino. Tak lama ibu-ibu berpakaian kuning itu menghampirinya.
"Yaampun Ve, mama nyariin loh!" Wajah ibu itu memancarkan kepanikan.
"Ve nda mau mam sayur! Sayur is not good!" Ujar Arvenda bersekap dada.
Javino memiringkan kepalanya, "Sayur itu bagus buat badan, Ve. Bisa bikin tambah ganteng, sehat, bermanfaat banget sayur itu."
"Tapi sayur itu pahit," Lirih Arvenda.
"No, sayur itu nggak pahit kok. Contohnya tomat, tomat itu manis. Ve pernah nyoba nggaa??" Javino bertanya dengan senyum bulan sabitnya.
"Belum, tapi tomat emangnya manis? Ve mau coba dong ma!" Arvenda mengampiri mamanya. Mengambil tomat didalam mangkuk makannya, lalu memasukan potongan tomat itu kedalam mulutnya.
"Oh? Kok manis sih? Enak banget! Ve mau lagi!" Sang ibu memberikan mangkuk makannya kepada Arvenda, yang disambut senang oleh balita itu.
"Makasih ya geulis, Ve susah banget kalo disuruh makan sayur." Kata ibu itu. "Oh iya, saya Sely. Kamu orang baru disini ya?"
"Iya Bu, saya baru pindah sama suami saya." Jawab Javino.
Bu Sely mengangguk. "Ini, ada sate kambing. Kebagian dari qurban di masjid." Kresek digenggaman Bu Sely diberikan kepada Javino.
"Ngga usah Bu, buat ibu aja. Atau ngga buat Ve aja itu," Tolak Javino sopan.
"Nggak papa atuh, dimakan yaa. Dikeluarga saya nggak ada yang suka sama kambing kok, lagian saya juga nonis. Lebih suka babi, tes kriuk~"
Ucapan Bu Sely membuat tawa Javino pecah, ia beruntung memiliki tetangga yang baik.
"Saya terima ya Bu, terimakasih banyak loh." Ujar Javino.
"Iya, sama-sama geulis. Makasih juga udah bujuk Ve buat makan sayur, tuh belepotan banget makannya."
Javino memutuskan untuk berpamitan pada Bu Sely, setelahnya ia kembali kerumah membawa sate. Beruntung sekali dirinya ini.
.
.
.
.
"Darimana?"
Javino yang tengah melahap sate terkejut, ia menoleh kearah tangga, Marsel berdiri menatapnya lurus.
"Keluar sebentar, terus ada anak-anak, lucu banget, namanya Arvenda. Dia nggak mau makan sayur, terus aku coba bujuk. Dan dia nya mau, terus aku dikasih sate sama mamanya." Jelas Javino. "Mas mau? Ada dua lagi itu,"
"Tidak," Marsel menghampiri Javino. "Cepat mandi, sudah sore."
"Hmmm, nanti,"
Javino memutar tubuhnya menghadap televisi, kembali melanjutkan menonton drama romantis yang mana mendapatkan tatapan heran dari Marsel.
"Apa manfaat menonton seperti itu?" Tanya Marsel heran sekaligus menyindir.
"Manfaatnya, aku terhibur." Jawab Javino dengan nada malas. "Yaudah sana sih, ganggu," Usir Javino memelan diakhir kalimatnya.
Marsel berjalan dan duduk disamping Javino, keningnya mengrut saat melihat Javino yang menduduki bantal.
"Jangan menduduki bantal, tidak sopan."
Wajah Javino merah menahan marah. "Lubang aku sakit! Ini buat ganjel biar nggak sakit!! Udah, diem deh!"
"Bukankah ada salep dilaci itu?" Marsel menunjuk laci disampingnya. "Oleskan itu pada lubangmu yang lecet. Atau mau saya bantu mengoleskan?"
Wajah Javino kini memerah malu. ia melemparkan bantal dipangkuannya, mengenai wajah tampan Marsel.
Marsel menahan nafasnya, dengan satu tangannya, ia berhasil menarik bantal yang diduduki Javino.
"Aakhh!" Ringis Javino pelan. Tubuhnya ambruk kesamping.
Marsel hanya tersenyum miring dan melemparkan bantal ditangannya.
Javino berdiri dengan bantal baru ditangannya, dengan kesal ia melemparkan bantal itu dan menduduki perut Marsel. Memukuli dada Marsel dengan kesal walaupun tak terasa bagi Marsel.
"Turun! Kamu berat!" Pekik Marsel.
Namun Javino tetap melanjutkan aksi memukuli suaminya, hingga ia merasakan jika tangannya ditahan dengan tangah Marsel sendiri.
Kini mereka berhadapan, dengan jarak hanya 5cm saja. Nafas hangat keduanya menerpa hangat diwajah masing-masing.
Tangan Marsel meremas bokong Javino. Bokong yang masih sakit karena tadi siang.
"Nghh!" Javino melotot karena mendesah tepat diwajah Marsel. Pipinya memerah seperti kepiting rebus.
"Menikmati, hm??"
.
.
.
cung yang nggak suka tomat ☝🏻☝🏻☝🏻
![](https://img.wattpad.com/cover/343577076-288-k323798.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan || MarkNo
RomanceSi manja Javino dijodohkan dengan si cuek bebek Marsel? benar-benar diluar dugaan seorang Javino. ─ bl, gay, istilahnya cowo sama cowo. ─ harsh word, dirty talk, mature content. ─ baku + non baku. ─ lokal. ─ fiksi! ─ jangan salpak please! RANK 🏅ran...