Seperti biasa, setelah bercinta Javino pasti tumbang dan pingsan.
Mereka melakukan itu hingga jam 1 dini hari, jika saja Javino tak pingsan mungkin aktivitas mereka masih lanjut.
Jam 11 siang, Javino baru membuka mata setelah pingsan 10 jam lamanya. Saat ia menatap sekeliling, begitu sepi. Marsel pasti sudah berangkat ke kantor, meninggalkan dirinya yang masih lengket karena sperma.
Javino berdiri dengan susah payah, sembari bertumpu, ia berjalan hingga kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang lengket dan juga bau sperma yang menyeruak.
Javino mengambil baju dan celana untuk hari ini, setelahnya ia kembali merebahkan diri di atas kasur yang sudah diganti sprei olehnya.
marsel pelit
| sdh sdr?
belum |
| mndi, km psti bau sperma
udah |
you send a picture || mggoda sy?
| sy plg
| mau prkosa km lg
| smpai pngsnnggaaaaakkkk |
fck u 👽🖕🏻|Javino lanjut bermain dengan benda canggih digenggamannya hingga tak terasa jam sudah menunjukan pukul 4 sore. Dan Marsel mengatakan jika ia akan pulang jam 5 sore.
Javino langsung saja berdiri dan menuju dapur, ia akan memasak yang sekiranya mudah saja. Mengingat jika bagian bawahnya masih sangat sakit.
Ting... Tongg..
Javino terkejut mendengar suara bell menurutnya seperti bell kerajaan didalam film maupun drama. Pertama kalinya ia mendengar bell rumahnya ini.
"Iyaaa, nyari sia─pa?" Javino menjeda ucapannya. Wanita dengan baju ketat dan bibir yang merah merona karena lipstik itu menatapnya sinis.
"Mana Marsel?" Tanyanya tak santai.
"Dikantor, emang lo siapa?" Tanya Javino. Ia tau jika orang didepannya ini lebih tua, tetapi dengan gayanya yang sangat berlebihan membuatnya risih.
"Gue? Pacarnya Marsel."
Bagaikan disambar petir disiang bolong, Javino mematung. Wanita itu menampilkan senyum remehnya sebelum meninggalkan Javino yang masih mematung.
Javino menutup pintunya dengan perlahan, matanya memanas namun tak meneteskan air mata.
"Marsel punya pacar..??"
"Terus gue ini siapa...?"
.
.
.
.
Marsel pulang dengan tampilannya yang lusuh, seperti pemulung tetapi tampan.
Wanita ulat kemarin terus mengusiknya. Mungkin berendam dengan air hangat membuat dirinya lebih rileks.
Marsel memasuki kamarnya, sebelumnya ia terheran-heran karena tak ada Javino di bawah. Hanya ada makanan diatas meja makan dan juga rumah terasa sangat sepi.
"Javino?"
Marsel menarik selimut yang menutupi tubuh Marsel, alangkah terkejutnya ia melihat wajah Javino yang sembab. Mata dan hidungnya memerah, tak lupa pipi gembilnya yang membasah.
"Kenapa?" Tanya Marsel setelahnya.
"Aku minta mas buat jujur kali ini."
Nada bicara yang pertama kali Marsel dengar dari Javino, terkesan dingin dan juga datar.
"Jujur? Jujur apa?" Tanya Marsel tak paham.
Javino berdiri, mendekat pada Marsel membuat jarak keduanya hanya sedikit.
"Tadi ada cewek yang kerumah, bajunya ketat kayak jalang, make upnya menor. Dia nyariin mas. And this my question, dia pacar kamu?"
"Bukan."
"Tapi dia bilang dia pacar kamu, mas. Jujur aja gak papa, aku gak suka dibohongin." Javino berusaha santai, walaupun tak dipungkiri bahwa ia sangat gemetaran saat ini.
"I said she's not my girlfriends. Ia hanya wanita jalang yang mengejar-ngejar saya." Marsel melemparkan tas kerjanya, menggenggam telapak tangan Javino yang langsung ditepis.
"Kalo bohong pantatnya kelap kelip loch!" Gurau Javino.
Marsel tertawa pelan. "Kamu cemburu?"
Javino menutup mulutnya. "Mas beneran punya pacar?" Tanyanya lirih.
"I told you she's not my girlfriend she's just a bitch who keeps chasing me. he even forced me until i was embarrassed, my taste is also not that low."
Javino merengut. "Sana mandi, udah aku siapin airnya. Habis itu makan, udah aku siapin juga. Aku mau tidur, jangan ganggu aku buat kali ini aja, ya??"
Marsel tak begitu paham dengan apa yang dimaksud Javino, namun ia mengangguk sebagai jawaban.
Marsel melangkah menuju kamar mandi, ia merasakan tarikan pada lengannya.
"Kenapa? Tidurlah."
Javino menggeleng, lalu memeluk Marsel. Tubuhnya bergetar panik, tentunya Marsel lagi-lagi tak paham dengan apa yang terjadi.
Javino merasakan panic attack nya kambuh. Dan disaat itu juga, ia melihat sosok dari jendela, orang bertopeng hitam, ditangannya memegang pisau seakan-akan sedang menyayat leher Javino.
.
.
.
.
Marsel selesai membersihkan diri, masih dengan Javino yang digendongannya. Ia juga sangat heran dengan Javino yang tiba-tiba menjadi seperti ini, apalagi tubuhnya yang bergetar.
Tetapi Marsel mencoba tetap berpikir positif, mungkin Javino hanya kedinginan. Namun tak mungkin, tubuh istrinya itu hangat. Sangat nyaman untuk dipeluk.
"Saya akan menyelesaikan dokumen yang belum selesai di ruang kerja. Ini sudah malam, tidurlah." Bujuk Marsel.
"Engga... Mau gendong aja," Javino kembali dengan mode manjanya.
Marsel kembali menghembuskan nafasnya, tak ada pilihan lagi selain menggendong Javino dan membawanya menuju ruang kerja disebelah kamarnya.
"Turun."
"Ngga mauu, pangku aja pweasee~" Javino mengeluarkan jurus andalannya, yang membuat Marsel tak sanggup dengan kegemasan istrinya.
"Okay, okay. Tetapi jangan berisik, diam dan jangan banyak gerak." Ujar Marsel. Bahaya jika Javino bergerak nantinya, bisa-bisa istrinya itu tak bisa jalan esok harinya.
"Memangnya kenapa kalau aku gerak?" Goda Javino. Ia menggerakan tubuhnya, menggoda Marsel adalah hobi barunya.
"Nanti ada yang bangun."
"Oooh, gitu ya. Penis mas emang baperan sih," Javino terkikik geli karena kalimatnya. "Yaudah mas ngerjain aja, aku mau tidur dipangku mas."
Javino dapat mendengarkan deheman dari Marsel, setelahnya ia benar-benar memejamkan matanya untuk tidur. Setidaknya ia dapat tidur dipangukan Marsel untuk pertama kalinya.
.
.
.
udah lama banget aku nggak up...
aku suka tremor kalo ngetik, panic attack aku juga kek... omg, gak tau situasi banget. soooo, kalo ada typo tandain yaa 🫶🏻🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan || MarkNo
RomanceSi manja Javino dijodohkan dengan si cuek bebek Marsel? benar-benar diluar dugaan seorang Javino. ─ bl, gay, istilahnya cowo sama cowo. ─ harsh word, dirty talk, mature content. ─ baku + non baku. ─ lokal. ─ fiksi! ─ jangan salpak please! RANK 🏅ran...