40. Kondisi yang tidak baik

56.6K 2.7K 439
                                    

Hai Readers
Happy Reading 🦋

Maurel terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Dio dan Gio yang berada di sampingnya pun dengan reflek menenangkan.

"Kenapa? Kamu mimpi buruk?" Tanya Dio dengan mengelap keringat didahi adiknya.

"Papa, di- di mana Papa? Kenapa gue malah disini! Siapa yang bawa gue pulang hah?!" Seru Maurel.

"Tenang dulu, Maurel" sahut Gio.

"Kita harus ke rumah sakit sekarang!" Maurel hendak turun dari ranjang. Tetapi pergerakannya dihentikan oleh si kembar.

"Kamu istirahat dulu aja yah, nanti kita baru ke sana" ujar Dio.

"Kamu udah nungguin operasinya berjam-jam sampai kamu kecapean. Sekarang Papa sudah melewati operasinya, jadi kamu bisa tenang"

"Gue gak bisa, ini semua karena gue. Seharusnya gue yang tertembak! Bukan Papa!"

Dio membawa Maurel kedalam pelukannya. Gadis itu menumpahkan tangisnya dibahu Dio. Dalam hati Maurel berulang kali menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa Alex. Jika saja Alex, Papanya itu tidak menghadang peluru tersebut mungkin perasaan bersalah ini tidak menghinggap dihatinya.

Gio mengalihkan pandangan dari mereka. Tak sanggup melihat wajah sedih Maurel. Kabar jika Papanya tertembak cukup membuat hatinya sangat sedih. Apalagi saat mengetahui jika pelaku penembak tersebut adalah Tante nya.

Setelah selesai membuat Maurel tenang. Dio menyuruh gadis itu untuk membersihkan diri dan berjanji kepadanya jika setelahnya mereka akan pergi ke rumah sakit melihat Papanya.

•••

Pintu ruang inap dibuka secara perlahan oleh Gio. Lalu mempersilahkan saudaranya, Dio dan Maurel untuk masuk. Di dalam terdapat Alvian yang tertidur di sofa.

Maurel berjalan mendekat ke arah brankar. Memperhatikan seseorang yang merupakan orang tuanya ini. Ia pun mengambil duduk di kursi yang tersedia di samping brankar tersebut.

Tangannya terangkat menggenggam dengan pelan tangan Papa-nya. Sambil mengelusnya dengan lembut, dalam hati berkata.

"Pa, cepat bangun. Jangan buat aku sedih" ujarnya.

"Jika boleh jujur, aku gak akan bisa benci Papa. Bagaimana pun Papa orang tuaku satu-satunya.  Aku udah maafin Papa kok, jadi ayo bangun"

Pintu ruangan terbuka, mengalihkan atensi anak-anak dari keluarga Devandra tersebut.

Justin, Kakak pertama mereka pun masuk.

"Ada yang mau Abang omongin sama kalian" ujarnya.

"Kenapa, Bang?" Tanya Alvia mewakili.

"Kita akan pindah ke London"

"Lah kenapa gitu?" Sahut Gio.

"Kabar Papa yang sekarang sedang koma terdengar oleh rival bisnisnya. Karena itu saat ini perusahaan yang disana sedang tidak baik. Abang takut jika meninggalkan kalian disini. Disana Papa juga akan dirawat oleh dokter kepercayaan"

"Kalian aja yang disana, gue mau tetap disini" ujar Maurel menolak.

"Apa maksud kamu, Abang gak akan biarin kamu sendirian di sini. Jadi mau gak mau kamu akan ikut ke London"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Transmigrasi: I'am not Aurel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang