HAPPY READING 🦋
Hari ini Maurel sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Entah kesambet setan apa kedua cowok yang tak lain Alvian dan Dio itu sudah datang dari pagi-pagi buta untuk menjemputnya pulang.
Maurel awalnya risih karena mereka sok terlihat dekat dengannya. Tapi namanya juga keturunan Alex Devandra, mereka ngotot untuk membantunya berberes.
Maurel berjalan keluar rumah sakit dengan Alvian dan Dio di sampingnya. Mereka menjadi pusat perhatian, tapi yang diperhatikan hanya menunjukkan wajah datarnya. Siapa juga yang tak kenal dengan keturunan Alex Devandra itu.
Dio membukakan pintu untuk Maurel masuk mobil. Setelah itu ia pun duduk disamping kursi pengemudi, yang mengemudikan mobilnya adalah Alvian.
Hening. Itulah suasana saat di perjalanan pulang. Sampai didepan gerbang rumah, Alvian menekan klaksonnya memberi tahu Mang Iman untuk membuka gerbang.
Mang Iman dengan sigap membuka gerbang dan memberi sapaan untuk nona dan tuan mudanya dibalas anggukan oleh mereka bertiga.
Setelah mobil berhenti di garasi, Dio dengan segera keluar terlebih dahulu membukakan pintu mobil bagian belakang.
"Yuk, masuk" ajak Alvian kepada kedua adiknya.
Mereka memasuki rumah, di ruang tamu sudah ada keberadaan Alex dan Justin yang duduk di sofa dengan laptop didepan mereka dan Gio yang bermain game di ponselnya.
Ketiga orang itu menolehkan kepalanya, "Udah pulang? Bagaimana keadaanmu?" Tanya Alex datar kepada Maurel.
Maurel hanya diam malas menjawab. Dia dituntun Alvian untuk duduk di sofa. Melihat Maurel yang tak menjawab, Dio pun angkat bicara.
"Udah gak apa-apa Pa, dokter cuma berpesan jika Maurel harus jaga kesehatan" ujarnya.
Alex mengangguk, "Tante kalian akan datang hari ini" katanya.
"Tante kesini?" Seru Gio dijawab anggukan oleh papanya. Raut wajah Maurel berubah semakin datar dengan sorot mata yang menajam.
"Kenapa dengannya" batin Justin yang memperhatikan.
"Akhirnya dia kesini juga" batin Maurel.
🦋🦋🦋
Bulan kini telah menyapa menggantikan matahari yang sudah tenggelam. Maurel membuka matanya saat mendengar ketukan di pintu kamarnya.
"Non, Non Maurel udah bangun? Kalau udah Non Maurel siap-siap makan malam" ujar Bi Minah dibalik pintu.
"Iya Bi!" Seru Maurel.
Setalah mencuci muka dan menganti pakaiannya dengan piyama ia beranjak keluar kamar menuju meja makan yang di sana sudah terdapat keluarganya dan satu orang wanita.
Maurel langsung duduk disamping Alvian. Dia sekilas melirik tajam ke wanita itu.
"Gue bisa sendiri" ujarnya datar saat Alvian hendak mengambilkan makanan untuknya.
Alvian menghela nafas lalu mengangguk, adiknya masih belum memaafkannya ternyata. Dia akui, dia sudah sangat salah karena sudah mengabaikan adiknya dulu.
"Aurel, kenapa kamu tidak sopan. Alvian dengan baik hati ingin mengambilkan makanan untukmu tetapi kenapa kamu malah menjawabnya seperti itu" tegur wanita itu.
Livia Ardhiyasa, adik tiri Mamanya. Wanita yang tidak tahu diri. Wanita yang membuat hidup Aurel menderita. Wanita yang terobsesi dengan seorang Alex Devandra dan juga wanita yang...
Membunuh Mamanya.
"Apa kita kenal?" Tanya Maurel sinis.
Livia terkejut melihat perubahan itu. Biasanya anak didepannya ini akan menunduk takut kepadanya. Tapi sekarang apa ini?
"Kita mulai makan malamnya" ujar Alex.
Mereka semua pun makan malam dengan tenang. Livia sesekali menunjukkan perhatiannya kepada Alex membuat Maurel geram karena Alex terlihat biasa saja.
Apa pria itu tidak sadar jika wanita itu menyukainya. Sungguh Alex sangat bodoh tidak mengetahui jika mendiang istrinya itu dibunuh oleh saudara tirinya sendiri, pria itu malah menyalahkan Aurel penyebab istrinya meninggal.
Setelah makan malam, mereka semua kembali ke urusan masing-masing tapi tidak dengan Maurel dan Livia. Kedua orang itu masih berada dimeja makan dengan tatapan saling menghunus.
Setelah memastikan Alex dan anak laki-lakinya semua sudah pergi menjauhi ruang makan. Dia melangkah mendekati Maurel yang masih duduk dengan tenang.
"Hei anak sialan!"
Maurel tak menyaut, ia malah memotong buah apel yang ada didepannya. Hal itu membuat Livia mengeram marah.
"Selain anak tidak tau diri sekarang kamu juga anak yang tidak tau sopan santun ya?" Ujar Livia sinis.
Tak
Maurel meletakkan pisau itu dimeja makan yang dilapisi kaca itu hingga bersuara.
"Anda berbicara dengan siapa?" Tanya Maurel tenang menghadap ke arah Livia.
"Apa! Sedari tadi kamu tidak mendengarkanku!?" Seru Livia.
Maurel hanya mengedikkan bahunya acuh ia lanjut memotong buah apel itu menjadi beberapa bagian kecil.
"Dasar anak sialan! Kamu pikir saya akan takut karena perubahan sikap dan sifatmu itu hah! Saya tidak akan pernah takut. Jika kamu bermain-main dengan saya, saya akan mengalahkanmu" ujar Livia tajam.
Maurel berdiri lalu menatap Livia dengan senyuman miring "Saya tidak pernah berkata jika anda takut dengan perubahan sikap dan sifat saya. Tanpa sadar anda sendiri yang mengakui bahwa anda takut dengan saya" ujarnya tenang.
"Apa yang anda takutkan kepada saya nyonya Livia?" Maurel maju selangkah sambil menaikkan satu alisnya.
"Ouh, apa anda takut jika saya membongkar rahasia anda. Bahwa anda yang membunuh mama saya" bisik Maurel.
Livia menegang dengan wajah yang kaku. Tidak! Dia tidak bisa membiarkan Maurel membeberkan rahasianya ini.
"Jangan macam-macam atau saya akan aakh!" Jeritnya ketika Maurel menaruh pisau dilehernya dengan tangan yang sudah terkunci dibelakang.
Maurel tersenyum remeh melihat raut wajah ketakutan Livia dari samping. Lalu ia memajukan bibirnya di telinga wanita itu.
"Atau apa nyonya Livia? Sebelum anda bertindak menyelakai saya, saya lebih dua langkah didepan anda" ujarnya pelan.
Maurel pun mendorong tubuh Livia hampir membuat wanita itu terpentok pinggiran meja makan. Dia pun berlalu meninggalkan Livia dengan nafas memburunya.
"Mari kita mulai"
Maurel mengetahui jika ada yang melihat semua kejadian itu dengan tatapan datar. Mulai dari Livia yang menghinanya sampai Maurel yang membalas.
🦋🦋🦋
Jangan lupa vote!
-To be continued-
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi: I'am not Aurel
Novela Juvenil"Gue, Maurel Callista. Gak akan lagi ngemis perhatian dari mereka" ⚠️REVISI BERJALAN ⚠️ INI ADALAH CERITA FIKSI! APAPUN BISA TERJADI DI SINI, TIDAK COPAS ATAU PLAGIAT MILIK SIAPAPUN! Bagaimana jika gadis berwajah dingin, badgirl, dan sejuta luka dih...
