HAPPY READING 🦋
Suara dentuman musik sayup-sayup terdengar dari luar ruangan. Di dalam ruang VIP yang mewah tersebut Justin duduk di salah satu sofa dengan tangan yang memegang segelas wine.
Di depannya ada Marsel yang tak jauh berbeda darinya dengan kaki yang disilangkan dan tangan yang memegang iPad.
Jika diamati ruangan ini hanya berisi beberapa pelayan laki-laki saja. Tidak seperti ruangan lainnya yang pastinya terdapat wanita-wanita yang akan menemani. Hal itu tentu saja karena Marsel."Sudah berapa hari lo balik?" Tanya Justin sambil menyesap wine nya
"Dua" jawab Marcel singkat.
"Lo gak berubah juga yah" ujar Justin sambil terkekeh.
Marsel mengalihkan pandangannya dari iPad yang dipegang "Biasa aja" jawabnya cuek.
Justin merebut iPad tersebut dan meletakkannya di meja "Gak capek apa lo liatin itu mulu, udahlah sekarang waktunya lo menghibur diri"
"Gue panggilin-"
"Gue gak punya waktu untuk hal itu" desis Marcel.
Justin tertawa renyah, beginilah Marsel, prinsip pria didepannya ini lebih baik menghabiskan waktu dengan berkas-berkas daripada melampiaskan nafsu dengan para jalang.
"Gimana kabar Papa lo" ujar Marsel setelah menyesap wine yang tadi sempat ia taruh di meja.
"Baik, semuanya baik-baik aja. Bahkan Sekarang lebih baik dari yang sebelumnya" jawab Justin.
Marsel menatap temannya itu "Bukan gue yang berubah, tapi lo"
Justin menyunggingkan senyum tipis. Entah kenapa ia tiba-tiba memikirkan Maurel adiknya. Ah apakah benar jika ia menyebut Maurel dengan adik?
Flashback:
Maurel hendak pergi ke supermarket untuk membeli beberapa cemilan karena stok cemilan di kamarnya sudah habis. Dengan menggunakan tanktop yang ditutupi dengan cardigan tak lupa dengan bawahan celana trining.
Ia melajukan motornya ke supermarket depan komplek, jika saja ia naik sepeda waktu yang ditempuh juga tidak akan lama. Tapi namanya mager yah mau gimana lagi.
Sesampainya di sana dia bergegas memilih-milih cemilan yang akan dibeli. Setelah merasa sudah cukup dia pun beralih ke kasir untuk membayar.
"Totalnya Rp. 520.000,00 kak" ujar kasir.
Maurel merogoh saku celananya. Seketika matanya melotot "Tunggu sebentar, mbak" ujarnya.
Ia sedikit menjauh mencari-cari dompetnya yang perasaan tadi ia taruh di saku celananya. Apakah dompetnya itu ketinggalan?atau malah jatuh?
Maurel mengumpat pelan menyadari jika ia tidak bisa membayar cemilan itu. Mau taruh dimana muka dia?!!!
"Emm, itu mbak. Dompet saya ketinggalan jadi gimana dong" ujar Maurel pelan menatap mbak kasir itu was-was.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi: I'am not Aurel
Teen Fiction"Gue, Maurel Callista. Gak akan lagi ngemis perhatian dari mereka" ⚠️REVISI BERJALAN ⚠️ INI ADALAH CERITA FIKSI! APAPUN BISA TERJADI DI SINI, TIDAK COPAS ATAU PLAGIAT MILIK SIAPAPUN! Bagaimana jika gadis berwajah dingin, badgirl, dan sejuta luka dih...