Siang itu. Panasnya matahari melebihi panasnya nyinyiran lambe tetangga, nggak biasanya sang surya begitu terik sampai bikin wajah mulus sosok Kepala desa maha cantik dari yang paling cantik mengeluarkan cairan keringat. Apakah Ac di ruanganya kurang sejuk? Apa memang Kades tersebut merindukan pelukan hangat?
Halah pret!
Tau-tau pintu ruanganya di ketuk, pintu mulu yang terketuk. Hatinya kapan?
"Ini Bu, biodata orang yang akan menjadi perwakilan penyuluhan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya atau BSPS." Freya Wardana atau kerap di panggil Freya selaku pengurus BSPS menyerahkan lembaran kertas berisi data tentang calon penyuluh BSPS kepada Shani si Kades cantik tiada tara.
Tara aja sungkem sama kesempurnaan Shani.
Shani mambacanya sebentar, lalu menyerahkan kembali kepada Freya.
"Kapan dia datang kesini, Fre? Lusa rumah Pak Aswan sudah harus di bongkar, atapnya sudah pada runtuh di bagian dapur, kalo ada nomer 'dia', tolong kirim ke saya, waktunya udah mepet, nggak bisa di tunda lagi."
Freya segera mengambil ponselnya dari kantong baju dinasnya, lalu mengirim nomer 'Dia' si Penyuluh ke nomor ponsel Shani, jemari Freya sedikit gemetar karna ditatap tajam oleh Shani. Kepala desa di hadapanya ini tipe Kades yang nggak suka lelet, harus satset.
Allah memang nggak suka hambanya yang kurang sat set!
"Sudah, Bu." Shani mengangguk, lalu mengibaskan tangannya , memberi kode pada Freya untuk kembali bekerja. Shani lalu beranjak keluar dari kantor Balai Desa untuk menelfon si Penyuluh BSPS.
"Hallo? Dengan Mbak Gracia?" Shani menyeka keringatnya di pelipis. Sepertinya besok ia harus memakai sunblok doble tiga.
"......"
"Saya Kepala Desa Telaga Kencana , dimana Mbak Gracia akan melangsungkan diri sebagai perwakilan penyuluhan BSPS, rumah Bapak Aswan sudah riskan, apa bisa kedatangan Mbak Gracia di percepat?" Kemudian mengibas-ngibas kerah baju dinasnya, sekedar untuk menguras rasa gerah .
"......"
"Oh, yasudah..Nanti sore saya akan utus orang kantor untuk menjemput Mbak Gracia di terminal." Shani langsung mematikan ponselnya tanpa menunggu jawaban , ia sungguh sangat jengkel, kenapa juga harus memakai moderator dan harus melibatkan acara syuting segala? Kenapa tidak langsung di bongkar dan di perbaiki? Kan lebih simple dan cepat. Sebenernya Shani bisa membayar tukang kalo untuk memperbaiki rumah Pak Aswan dari nol.
Cuma cari tukang malu kan? Bukan arsitek bangunan megah?
"Wo Jarwo..Nanti sore jemput tamu penyuluh BSPS di terminal, pakai mobil kamu dulu ya Wo , nanti tak bensinin." Jarwo yang sedang mendata pendaftar calon pengantin memberikan jempolnya kepada Shani. hanya Jarwo salah satu perangkat desa yang berani tak sopan kepada atasan.
Shani masuk kedalam ruangannya lagi. Lalu mengecilkan volume Ac, sungguh siang ini panasnya seperti di selingkuhi. setelah itu Shani duduk di singgasananya, sambil sesekali memijat pelipis, kepalanya pusing efek lembur semalam mengecek beberapa bantuan yang akan di bagikan bulan ini. Shani harus menyortir nama yang terdaftar sebagai penerima bantuan, tidak asal di masukan semuanya, nanti bisa-bisa ada yang protes sebab kondisi keluarga salah satu penerima ada yang berkecukupan.
Tok tok tok!
Yaelah pintu di ketuk lagi.
"Masuk."
Pintu ruanganya terbuka, muncul sosok Chika si sekretaris desa, lalu nyengir ketika mendapat tatapan lelah seorang Shani.
"Tenang, Iki cuma tanda tangan kok..Aku wis sortir tugasmu semalem, Ci." ( Tenang, ini cuma tanda tangan kok, aku sudah sortir tugasmu Semalam , ci).
Chika cukup akrab dengan Shani, sebab rumahnya satu RT dengan Shani. Namun berani memanggil dengan sebutan "Ci" kalo di tempat privasi dan di luar jam kerja.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY VILLAGE LADY
FanfictionAku memang berbeda daripada perempuan di luar sana , aku punya cara tersendiri dalam memaknai cinta.