Part 3

3.3K 318 42
                                        

Shani hampir saja terjungkal dari sofa ketika tau-tau ada sosok Gracia yang duduk di sandaran sofa sambil menyeruput teh hangat dengan wajah polos. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.32 malam, alis Shani menukik.

"Kenapa Ndak tidur?."

"Belum ngantuk."

Shani melirik Tv yang masih menyala, lalu membereskan kerjaanya. "Mau nonton Tv?." Tanya Shani tanpa menatap kearah Gracia.

"Enggak."

"Ya terus mau ngapain disini?." Shani akhirnya menatap Gracia dengan malas.

"Password Wifinya salah."

Shani membuang pandangan, bibirnya terlipat menahan tawa, kemudian berdehem ketika Gracia menatapnya dengan alis berkerut. "Kamu bohong ya?"

"Memangnya kamu Ndak punya kuota, apa miskin beneran jangan-jangan?"

"Sembarangan! Kalo ada gratisan kenapa nggak di gunain? Ngirit." Kata Gracia Enteng, membuat Shani mencebikan bibirnya kesal.

"Yaudah, kalo gitu Ndak akan aku kasih password nya." Shani hendak beranjak, namun lengan nya di tahan oleh Gracia.

"Dasar pelit, orang pelit kuburanya sempit!." Ujar Gracia, Shani mengibaskan tangan tak peduli, membuat Gracia berdecak sebal. "Aku mau nanya penting sama kamu."

Kini keduanya saling tatap. Shani melepaskan cekalan Gracia, lalu menghela nafas.

"Selesaikan saja tugasmu di desa Saya, Ndak perlu lah kamu neko-neko ke hal lain. Fokusmu cuma perlu ke rumah Pak Aswan, selebihnya...."

"Aku ada salah apasih sama kamu?" Gracia menatap kesal kepada Shani. Lalu menaruh gelas tehnya diatas meja.

Bibir Shani langsung bungkam. "Kamu kayaknya nggak suka banget ya sama aku? Apa kayak gini sambutan kepala desa ke tamu yang menjadi perwakilan penyuluhan BSPS?"

"Hargai dikit kek." Gracia nggak bisa lagi menahan amarahnya,wajahnya merona menahan emosi, ia manatap nyalang wajah Shani.

"Gini loh, Mbak Gracia yang terhormat, soal BSPS. Saya sebenarnya Ndak butuh ada perwakilan penyuluh, saya cukup makasih seandainya BSPS turun langsung dari pemerintah ke Saya, dan Saya bisa langsung belikan bahan matreal dan nyuruh tukang untuk membenahi rumah Pak Aswan, simple kan ?Ndak perlu di kontenin segala."

Gracia spontan berdiri dari duduknya. "Tapi masalahnya, tim kami juga menyokong lewat donasi. Justru kami gak bisa percaya kalo BSPS di berikan langsung kepada Kepala desa, karna ya. Takutnya jumlahnya gak sesuai sama jumlah pembelian matreal." Gracia mengedikan bahu sambil melipat kedua tangan di dada.

Mata Shani berubah menajam. "Maksudmu uangnya saya korupsi?" Gracia tersenyum tipis. "Siapa tau kan, banyak kog beritanya."

"Ndasmu kui! Apa saya kelihatan seperti tukang korupsi?" Gracia menatap Shani dari atas sampai bawah, lalu keatas lagi. "Sifat orang gak bisa di tebak dari wajah soalnya. Tapi sambutan kamu kepada kami, bisa di curigai sih."

Shani mencengkram kedua lengan Gracia. Giginya menggertak, darahnya mendidih mendengar lontaran kata tajam dari mulut Gracia.

"Saya tegaskan kepada kamu, mbak Gracia yang terhormat , bahwa saya sanggup, tanpa adanya tim kamu. Rumah Pak Aswan bisa berdiri dengan sendirinya, gak perlu ada donasi, gak perlu ada syuting, saya mampu membayar tukang dan membelikan bahan matreal untuk beliau. Karna saya nggak haus konten kayak kamu, hanya pencitraan." Lalu menghentakkan lengan Gracia sedikit kasar, Shani berjalan meninggalkan Gracia yang terdiam telak atas ucapan Shani barusan.

Ia jadi teringat cerita Shani dari Siska beberapa jam yang lalu.

Kini Gracia duduk seorang diri, merenungi makna dari ucapan Shani barusan, terbersit rasa bersalah dalam hatinya, namun bagaimanapun kerja harus profesional gak boleh setengah-setengah.

MY VILLAGE LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang