Part 4

2.4K 273 42
                                    

"Kampret kamu Wo, beli semen kurang dua, bisa hitung-hitungan nggak sih?" Semprot Shani kepada Jarwo.

"Iya toh? Tadi prasaan udah pas itungan, Shan."

Plak! "Makanya jangan pakai perasaan , pakai tuh polo."

Shani menabok lengan Jarwo menggunakan tas kerjanya.

"Mbot gawe koyok ngene ae salah, Wo, Wo, isomu ngopo?." (Ngerjain kayak gini aja salah Wo, wo., bisamu apa?)

"Ekhm....,kebetulan Mbak Shani kesini." Bhumi menginterupsi berdebatan keduanya.

Shani memutar kepalanya menatap Bhumi.

"Saya kesini cuma nganter tukang matreal, saya harus ke per-

"Ci Shani, bentar dulu,kami butuh tanda tangan Ci Shani untuk serah terima donasi." Shani agak kaget dengan panggilan Gracia barusan, lalu menghela nafas. "Mana kertasnya?" Shani mengadahkan tangan.

Bhumi buru-buru berlari kearah mobil milik Timnya untuk mengambil kertas dan amplop tunai. Setelah itu kembali dan berdiri di sisi Shani, "Eh bentar dulu, kita ambil gambar dulu Mbak." Ujar Bhumi. Shani menahan nafas dengan sabar. Kenapa perkara kayak gini ribet sekali, pikirnya.

"Tahan dulu, bentar, hitungan ketiga Mbak Shani langsung tanda tangan, abis itu salaman sama Gracia ya..Satu, dua ti-..Eh bentar." Shani berdecak sebal, bibirnya sudah siap merapalkan kata-kata mutiara, hidungnya mendengus, wajahnya sudah terlihat menahan amarah membuat Gracia menatap tak enak kearah Shani. Pulpen di tangan Shani di gunakan sebagai perumpamaan pisau, lalu Shani menatap Jarwo dengan tatapan menghunus, kemudian memperagakan orang sedang motong leher

"Awas kamu abis ini tak penggal!" Bisik Shani di telinga Jarwo, membuat Jarwo bergidik melihat itu.

"Dek, Pak Aswan dan Ibunya suruh kesini dong!" Gracia seakan tersadar, lalu menepuk jidatnya. Ia berlari kedalam rumah dan mengajak Pak Aswan beserta istri untuk take syuting penyerahan donasi.

Selesai take video. Shani menuju motornya setelah ngobrol sebentar dengan Pak Aswan dan beberapa warga yang hadir disana, kekesalannya bertambah tatkala ada beberapa warga yang meminta foto dirinya bersama Gracia.

Shani mendesah menatap jam di tangan nya. Waktu cepat berlalu, sekarang sudah jam 11, kalo mau ke perbatasan pasti panas. Shani akhirnya menelfon orang kantor.

"Halo, Fre..Tulung ke berbatasan bentar yo, saya ada perlu ini. Nanti nek sudah Dzuhur kamu boleh pulang." Tanpa menunggu jawaban si penelfon. Shani langsung mematikan ponselnya. Ia menaiki motor dan meninggalkan tempat itu, hanya perkara diajak foto beberapa warga, bisa menyebabkan moodnya anjlok, perlu di garis bawahi. Shani itu paling anti sama hal yang berbau foto kecuali foto resmi, unggahan di Instagram nya aja hanya ada tiga. Foto keluarga, foto waktu di Swes, dan foto waktu pelantikan Kepala Desa.

Maafin Shani yang gak doyan Selfi.

Akhirnya Shani pulang kerumah. Ganti mobil, Ia ada pertemuan antar kepala desa, jadwalnya sungguh padat, melebihi padatnya bedak biduan desa, ia memilih menggunakan mobil karena kalo pulang kesorean pasti hujan. Shani takut hujan, bukan takut akan jadi mermed kalo kecipratan air, tapi Shani punya masalalu buruk dengan hujan.

Dan benar, tepat jam 8 malam. Shani baru sampai rumah, hujan juga belum reda, niatnya mau neduh tapi Ia harus merekap laporan desa dan harus di bahas besok pagi. Jadi mau tak mau, Ia menerobos hujan dengan mobil.

"Kog baru pulang, Nduk?" Gendis berdiri menyambut si sulung dengan wajah khawatir.

"Iya Buk, Shani tadi ada pertemuan antar kepala desa, Shani mandi sek ya, Buk." Gendis menatap kepergian anak sulungnya dengan perasaan lega. Ibu anak dua itu, memiliki trauma di tinggalkan, maka ketika anaknya pulang larut malam, Ia akan tetap menunggu di sofa ruang tengah dengan kondisi terjaga.

MY VILLAGE LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang