Shani mengunci mulutnya sejak pulang ntah dari mana. Ia berdiam diri di hotel, memilih tidak ikut Siska bersama Bhumi untuk fitting gaun lamaran dan belanja kebutuhan seserahan. Alasanya ia mau mantau laporan desa, emang ya. Nggak dimana-mana, desanya itu jauh lebih penting. Ayolah, ini kan hari minggu.
Diatas tempat tidur. Shani sedang tengkurap sambil membuka file foto lama yang sudah lama sekali tidak ia lihat lagi setelah Vino menikah dengan mantan istrinya, bagi Shani, file tersebut adalah kenangan manis yang terlalu menyakitkan untuk di kenang. Siang ini sepulang bertemu dengan sang masalalu, dada Shani kembali bergetar, semua yang berada di dalam hatinya seakan membuncah, emosi, rasa sakit, rasa rindu, juga benci Shani luruh bersamaan dengan air matanya.
Shani kembali di titik rapuh. Yang tidak akan pernah ia tunjukan kepada siapapun lagi termasuk keluarganya, Shani yang selalu merasa dirinya tidak pantas untuk di cintai. Shani merasa dunia tidak pernah adil kepadanya, jika Vino adalah orang yang berharga dalam hidupnya dulu, maka Shani menyalahkan semesta kenapa takdir kebahagiaan tidak di biarkan untuk di milikinya? Kenapa?
Tingtong!
Kepala Shani spontan menoleh kearah pintu. Ia panik dan langsung mengusap air matanya, lalu menutup laptopnya dan di taruh diatas meja samping tempat tidur. Shani turun dari kasur, meraup wajahnya dengan hembusan kasar. Kenapa Siska cepat sekali pulanganya? Shani tidak sempat cuci muka, ia hanya mengecek wajahnya lewat layar ponsel. Sudah pasti wajahnya bengep akibat menangis, sang adik pasti curiga.
Shani menggeleng, bodoamat. Ia bisa bohong kalo abis nonton drakor kan? Belum sampai Shani membukakan pintu, tau-tau pintu terbuka dari luar. Shani terpaku di tempat, ternyata bukan Siska melainkan Gracia yang berdiri menatapnya dengan senyum manis di wajahnya, lalu berjalan menghampiri Shani. Selang pertemuan di bandara, keduanya memang belum bertemu lagi.
"Hay Ci, kamu udah makan belum?. Aku bawain makanan nih." Gracia menaruh bingkisan makanan di meja samping laptop Shani. Shani masih diam sambil menunduk, berharap Gracia tidak sadar akan kondisi wajahnya.
"Kamu apa nggak bosen sih, di hotel mulu Ci, chat aku juga nggak di bales, padahal aku ngajakin Cici jalan-jalan." Shani menatap Gracia sekilas tanpa mau menjawab pertanyaanya, lalu berbalik menuju kamar mandi, ia harus segera mencuci muka. Gracia melongo ketika pintu kamar mandi tertutup, alisnya menyatu karna bingung akan sikap Shani barusan.
"Napadeh tuh orang? Abis ngedrakor kah? Kog mukanya bengep, tumben." Gumam Gracia. Setelah itu membuka bungkusan yang berisi dua bungkus nasi dan ayam bakar secara terpisah. Lalu mengambil dua botol air mineral, karena Gracia tau. Shani memang jarang minum boba , jadi ia belikan air mineral saja, yang ada manis-manisnya.
Shani keluar dengan wajah yang basah karena air. Gracia menatap kearahnya, meneliti wajah Shani yang pasti masih kelihatan sembab sih. Shani melirik bungkusan berisi makanan di meja, lalu berjalan dan duduk di pinggiran kasur di samping Gracia.
"Saya sudah makan tadi pagi." Kata Shani kalem. Gracia masih memerhatikan wajah Shani, "Ini udah siang Ci, bukan pagi lagi..Jam satu siang."
Gracia mengambil sterofom berisi nasi, lalu Gracia mengambil satu paha ayam bakar, ditaruh diatas nasi tersebut. Kemudian di sodorkan kearah Shani,
"Makan, pasti capek kan abis nangis?."
Wajah Shani langsung melengos.
"Saya nggak abis nangis." Kata Shani jutek. Gracia mengulum senyum, "Terus kenapa? Kelilipan kaki meja?." Goda Gracia.
"Ck! Kamu lagian kenapa kesini sih? Saya tuh sibuk, abis ini mau istirahat." Shani mendelik menatap Gracia.
"Ya terserah aku dwong! Cici disini kan tanggung jawab aku sama Abang, jadi aku harus mastiin supaya Ci Shani itu baik-baik aja selama di Jakarta."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY VILLAGE LADY
FanfictionAku memang berbeda daripada perempuan di luar sana , aku punya cara tersendiri dalam memaknai cinta.