Part 32

2.8K 270 78
                                    

Sebulan kemudian..

"Ekhm..Permisi, saya boleh duduk sini ndak?." Sebuah suara membuat Gracia kaget, lantas mendongak. Beberapa teman Gracia menatap kagum kearah perempuan yang berdiri dengan long dres batik dan wajahnya di poles make up. Hari ini adalah hari ngunduh mantu keluarga Bhumi, yang di selenggarakan di rumah Papa Mama Bhumi.

"B-boleh, dari mana aja sih?." Tanya Gracia dengan alis naik satu. Dari kemarin, Shani sama sekali tidak nunjukin batang hidungnya, apalagi hubungannya sebulan ini yang minim komunikasi. Shani seakan sengaja memberi jarak, begitu juga Gracia yang mengganti nomor, keduanya seperti sedang di landa musim perang dunia ke 3.

"Ndak kemana mana, hay." Shani menyapa teman Gracia yang masih melongo. "Eh, hay juga Kak..Ini Kakanya manten ya?."

"Iya." Shani mengangguk sembari melempar senyum manis kearah teman Gracia.

"Gila nggak kalah cakep woi." Teman-teman Gracia mulai heboh karna terpesona oleh senyum Shani. Gracia tiba-tiba dilanda cemburu melihat Shani malah tebar pesona. Lalu ia berdiri sambil menarik pergelangan tangan Shani, "Bentar ya guys, gue mau ngomong sama dia dulu." Kemudian mengajak Shani ke arah taman belakang.

"Ini kita mau kemana to?." Tanya Shani jutek.

Gracia berhenti di gazebo taman yang sepi, lalu melepas cekalan tangannya. Semua tamu sedang menonton dangdut yang biduanya Cornelia Vanisa jebolan Kdi, ntah nggak tau juga Gracia, wong Papa tirinya yang ngundang, katanya tamu dari pihak besan suka acara dangdutan.

"Kenapa harus mojok coba?." Shani tolah toleh menatap sekitar. Gracia berbalik memperhatikan wajah Shani dengan serius, Gracia kangen sama Shani. Pas acara Manten di rumah Bu Gendis. Shani sama sekali tidak nemuin Gracia, mereka hanya papasan dalam radius 10 meter, dan Shani seolah asing ketika melihat dirinya kala itu.

"Ci, aku mau peluk kamu boleh nggak?." Tanya Gracia kikuk. Shani akhirnya menoleh menatap balik wajah Gracia, bibirnya terkekeh. "Kangen ya sama saya?." Gracia mengangguk lucu.

"Siapa yang suruh ganti nomer ndak ngasih tau saya? Siapa yang duluan ngindarin saya? Bukan salah saya berarti kalo ada sekat di antara kita." Ucap Shani dengan senyum simpul, namun sorot kedua mata Shani terlihat kecewa.

Gracia lantas menunduk. "Maaf."

Shani menghela nafas, dadanya kembali berdesir ketika berdekatan dengan Gracia, tak bisa di pungkiri jika Kepala Desa cantik itu sangat amat merindukan Gracia, terlalu lama jarak membentangi keduanya. Dan harusnya perasaan Shani untuk Gracia segera menghilang, tapi apalah daya, perasaan Shani malah makin bertumbuh semakin besar.

"Kamu ndak salah, udah bagus kog niat kamu, Ge..Lanjutkan saja, biar kita terbiasa ndak saling nyariin." Shani menepuk kepala Gracia dengan senyum manis.

Gracia sudah mau menangis, lalu Shani membawanya kedalam pelukan. Kedua nya menghirup aroma parfum yang telah lama mereka rindukan, alis Shani mengernyit, sebentar. Shani mengendus lagi pundak Gracia, kog kayak nggak asing.

"Kamu ganti parfum?." Shani melepaskan pelukan, alisnya naik sebelah. Gracia menyeka air matanya, "Iya, tau nggak ini wangi parfum apa?."

"Tau lah, ini parfum yang sa-." Kedua mata Shani mengejap, "Kamu pakai parfum saya? Sejak kapan?." Shani kini memicing menatap Gracia.

Gracia menunduk malu, "Iya, aku ambil punya Ci Shani yang udah kepake, maaf.. Hehe." Bibir Shani mengulum senyum setelahnya, "Pantesan saya cari-cari ndak ada, taunya ada yang bawa pulang..Suka ya sama baunya?." Goda Shani sambil menoel hidung Gracia.

"Suka, sama yang makai juga aku suka." Gracia segera memalingkan wajahnya ke sembarang arah dengan kedua pipi bersemu merah. Membuat Shani akhirnya tertawa, "Bilang donk kalo mau parfum saya, saya kasih yang utuh."

MY VILLAGE LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang