"Ini rumah siapa?." Tanya Gracia tolah toleh, mereka berada didalam rumah panggung suku Flores yang atapnya terbuat dari daun ilalang kering."Ini tempat tinggal aku selama disini, aku tinggal sendirian..Kalo makan baru kerumah temen aku." Jelas Shani. Gracia ber O ria, pantes Shani berubah item, ini jam 10 pagi tapi cukup engap didalam rumah.
"Betah ya Ci tinggal disini?." Gracia mengamati tempat tidur Shani, cukup rapi..Terus matanya menangkap figura kecil, disana foto dirinya dan Shani waktu peresmian pintu air, senyum Gracia tersungging, Shani ternyata menyimpan foto itu, di sebelah foto itu ada parfum yang sama seperti miliknya. Hidung Gracia mengendus area kasur, wanginya memang khas dirinya banget.
Gracia menoleh menatap Shani, senyumnya masih tersungging, "Oh, jadi nggak di semprotin ke tubuh, lhawong wanginya di bantal semua, biar apa kegitu?." Goda Gracia.
Shani menyeka anak rambutnya, ia jadi malu sendiri. "Ciee..Yang selalu kangen sama aku." Gracia tertawa melihat pipi Shani yang merona.
"Yah ketahuan deh, emang kenapa? Gaboleh? Kan itu satu-satunya cara biar saya nggak kangen sama kamu." Balas Shani sok jutek.
"Nih sekarang aku disini Ci, kamu bisa peluk aku kapan aja." Gracia menunjuk dirinya sendiri. Shani mengangguk, ia jadi awkward.
"Sini donk! Kan tadi aku mau nyium Ci Shani niatnya." Gracia menepuk sebelahnya yang kosong sambil mengerling kearah Shani.
"Jangan godain saya Gracia." Shani memicing kearahnya.
"Buruan, aku kangennn..." Rengek Gracia seperti anak kecil. Shani akhirnya mendekat dan langsung mencium bibir Gracia, kedua tangan Gracia mengalung di leher Shani, tubuhnya luruh diatas kasur tipis dengan Shani berada di atasnya.
Shani melepaskan pagutannya, kini ia menatap wajah Gracia dari atas dengan jarak setengah jengkal. "Kamu makin cantik, aku gak percaya kalo sampai nggak ada yang jatuh hati sama kamu." Jari Shani menelusuri dari kening sampai di bawah bibir Gracia. Shani menelan ludah, kenapa ia sulit sekali mengalihkan matanya dari bibir ranum Gracia.
"Jangan di tahan Ci." Bisik Gracia. Shani memejamkan kedua matanya, menahan hasyat dirinya yang ingin sekali memiliki Gracia kembali, lalu berakhir menempelkan keningnya dengan kening Gracia.
"Kamu nunggu apa?." Tanya Gracia. Shani menggeleng, "Kita baru ketemu, saya nggak mau buru-buru."
Gracia berdecak, "Yaudah ciuman aja kalo gitu." Shani tersenyum, kenapa Gracia jadi bar-bar sih?
Shani kembali menggigit bibir bawah Gracia lembut, bermain-main disana beberapa menit sebelum akhirnya perpindah ke leher, meraup sebanyak mungkin kulit mulus Gracia. Shani sangat merindukan gadis di bawahnya ini.
"Berapa kali kamu bermain solo?." Tanya Shani di sela kecupan nya. Otak Gracia sudah ngeblank, ia pejamkan matanya erat-erat, menahan lenguhan ketika bibir Shani mencium tulang selangkanya.
"Enghh..Gatau, lupa."
Alis Shani mengerut, bibirnya lekas meninggalkan tulang selangka Gracia, ia mendongak. "Jadi pernah?." Gracia mengangguk polos.
"Padahal tadi aku bercanda, terus main solo kamu bayangin siapa? Emang bisa?." Tanya Shani dengan wajah kepo. Gracia memutar bola mata malas. Shani mode polos akan selalu membuatnya jengkel.
"Emang kamu nggak pernah main solo?." Tanya balik Gracia, Shani menggeleng. "Emang bisa? Apa enaknya?."
"Gaenak! Makanya buruan puasin aku." Gracia dengan cepat mencium bibir Shani setelah itu, mengembalikan keadaan. Shani posisi diatas akan mempersulit Gracia mendapat kepuasan, mantan kepala desa itu umurnya doang yang tua, urusan birahi otaknya masih polos banget, yang ada malah biki kepala Gracia ngak bisa fokus.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY VILLAGE LADY
أدب الهواةAku memang berbeda daripada perempuan di luar sana , aku punya cara tersendiri dalam memaknai cinta.