Disinilah Shani selama setahun ini. Menyendiri bersama keluarga barunya, ia tinggal di sebuah desa kecil di daerah Flores, masih di daerah pesisir. Shani tidak pernah kemana-mana, sejak memutuskan untuk pergi, Shani hanya menuju di satu tujuan.
"Hp mu kau jual kah?." Tanya Angel, sahabat Shani sewaktu kuliah di Swiss. Ya, Shani tinggal dirumah Angel, ayah Angel seorang kepala suku di daerah Flores.
Shani terhenyak dari lamunannya, lalu menoleh kearah Angel, bukan. Ponselnya yang di genggaman oleh Angel, "Kenapa kamu ambil? Saya sudah trima uangnya." Ujar Shani datar. Angel menatap ponsel milik Shani, lalu tersenyum miris.
"Kau kesini bukan untuk mati, kau punya keluarga, kau punya hp buat hubungi mereka bukan buat kau jual goblok!." Angel mengambil telapak tangan Shani, lalu menaruh ponsel milik Shani disana.
"Jangan kau jual lagi kalo tak mau kepala kau yang aku penggal!." Ujar Angel lalu berbalik meninggalkan Shani di pinggir pantai sendirian.
Shano melirik ponselnya, ia menghembuskan nafas dengan kasar. Gagal sudah usahanya untuk menjauh dari seseorang, Shani menjual ponselnya karna semata ingin menghindari seseorang, bukan karna Shani kehabisan uang. Di dalam ponsel yang ia genggam, sebulan ini sering ada nomer baru menelfon dirinya, dan Shani tebak adalah orang yang sama.
Ketika Shani memutuskan pergi. Shani benar-benar pergi, mengganti nomer ponsel dan tidak pernah lagi membuka sosial media, ia menghilang 5 bulan tanpa kabar, membuat keluarganya kebingungan sampai hampir lapor polisi jika Angel tidak mengirimkan Email kepada Siska tentang kabar Shani.
Shani mendesah frustasi, ia bersiap ingin membuang ponselnya kearah pantai, namun sebuah suara membuatnya memaku di tempat.
"Dengan kamu buang hp kamu, itu nggak bikin kamu bisa lupa sama aku."
Suara itu terdengar sangat dekat, namun Shani seolah tidak bisa bergerak, dadanya berdegup sangat kencang. Ia masih berdiri menatap hamparan ombak, mata Shani mengerjap lambat, mensugesti dirinya bahwa suara barusan hanyalah ilusi, karena otak dikepalanya selalu di isi oleh seseorang itu.Maka untuk itu, Shani segera menggerakan kakinya menuju pantai, ia ingin tenggelam agar isi kepalanya tidak selalu keingat sosok Gracia.
"Mau kemana? Aku disini..Kamu harus bisa nerima kenyataan bahwa kita nggak bisa saling melupakan Ci Shani."
Langkah kaki Shani akhirnya berhenti. Kedua matanya mulai mengembun, suara itu beneran nyata. Dadanya semakin bergemuruh hebat, ia marah pada dirinya sendiri dan juga semesta, kenapa dia berada disini?
Perlahan. Gracia mendekat kearah Shani, kedua matanya sudah basah, ia senang pada akhirnya menemukan Shani, susah payah Gracia nyari Shani sampai di Swiss, ternyata minggatnya masih di dalam negri.
"Kalo semesta nggak bisa nerima kita, mungkin deburan ombak itu bisa kog..Jangan lari lebih jauh lagi kalo isi hati dan pikiran kamu itu selalu ada aku." Gracia sudah sampai di samping Shani. Ia menyeka air matanya sebelum akhirnya membawa Shani kedalam pelukan.
"Jangan hukum dirimu sendiri lebih lama Ci, kita udah memasrahkan segalanya sama takdir kan..Tapi ujungnya kita tetep ketemu." Gracia meraup sebanyak mungkin aroma tubuh Shani yang semakin kurus, tidak ada lagi aroma parfum, hidung Gracia hanya mencium aroma khas dari tubuh Shani.
"Aku udah jadi pengacara, jahat banget pas aku wisuda kamu nggak dateng..Padahal aku pengen banget bisa lihat kamu Ci." Air mata Shani meluncur lebih deras. Akhirnya Shani melingkarkan kedua tanganya di pinggang Gracia, sangat erat.
"Kangen kan sama aku?." Shani mengangguk atas ucapan Gracia.
"Masih mau pergi lebih jauh lagi?." Shani tidak menjawab, malah mengeratkan pelukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY VILLAGE LADY
FanfictionAku memang berbeda daripada perempuan di luar sana , aku punya cara tersendiri dalam memaknai cinta.