"Wes adem, nduk?." (Udah adem nduk) Gendis mendapati Shani keluar dari kamarnya sudah rapi dengan hoodie dan bawahan Jins, rambutnya di cepol keatas, bibir pucatnya tertutup masker hitam.
"Udah, Buk..Shani mau cek Caffe yo."
"Mbok sesuk neh to nduk, Kamu gek adem wes arep ngluyur wae!" (Besok lagi aja, kamu baru aja adem udah mau nglayap aja)
Shani melirik alrojinya, tepat jam lima sore, sebentar lagi pasti macet jam pulang kerja, pikir Shani dalam hati, Ia mengabaikan omelan sang Ibu. Malah mengambil telapak tangan Gendis untuk di salimi.
"Shani bosen dikamar, yaudah ya, Shani pulang agak malem nanti, ndausah masak banyak, dadah." Shani mencium pipi sang Ibu setelah itu mengambil kunci mobil di atas meja. Gendis hanya bisa pasrah dan menggeleng,"Coba aja nek pulang bawa jodoh". Gumam Gendis penuh harap, anak sulungnya memang susah kalo urusan di larang-larang.
Hampir satu jam kemudian setelah sampai di Caffe. Shani langsung masuk, matanya menyapu ke sekitar, pengunjung cukup ramai, bangku hampir tidak ada yang kosong. Hingga salah satu pegawainya seorang witers mengerjap kaget akan kemunculan Shani yang hampir asing karna memakai topi dan masker.
"Bos, ya Allah saya kira siapa.Penuh bos." Namanya Lukman, ia menghampiri Shani dan memberi informasi keadaan cafe yang memang ramai.
"Lantai atas ada yang kosong Ndak?"
"Ada Bos, keatas aja, Mbak Siska juga disana, tadi ada temennya dateng." Shani mengangguk, lalu menepuk pundak Lukman, "Semangat ya, Man." Lukman mengangguk 45, di semangatin ayang gada apa-apanya ketimbang di semangatin si boss yang cantik, bos Shani memang cantiknya sempurna.
Langkah Shani berhenti di pijakan terakhir lantai atas. Kepalanya berputar mencari sang adik, senyumnya mengembang tipis kala melihat Siska tengah ngobrol seru dengan salah satu perempuan yang Shani tidak tau siapa karena hanya melihat punggungnya. Shani membawa kakinya mendekat ke meja Siska, fokus Siska langsung teralih ketika tanpa sengaja menangkap figur sang Kakak.
"Lho, Cici kog rene to?" (Lho Cici kog kesini) Siska langsung berdiri dengan tampang syok.
Perempuan di depan Shani mendongak, begitu juga Shani yang menatap seseorang yang tadi duduk di depan Siska. Hanya beberapa detik, Shani memutuskan pandangan dari gadis itu dan menatap Siska lagi. "Cici bosen dirumah."
Siska memegang leher shani, "Masih anget badanmu Ci." Kata Siska khawatir.
Shani tak menghiraukan ucapan Siska, Ia malah menoleh sekitar, matanya menemukan bangku kosong. Shani langsung meninggalkan Siska dan juga sosok di depan Siska yang tadi pagi menemani Shani ganti baju juga mengompres kening Shani dengan handuk kecil.
"Ci!" Siska memanggil Shani, "Gre, bentar yo." Siska menepuk lengan Gracia singkat, meminta izin untuk menyusul Shani.
Siska mengekori Shani yang kini sudah duduk di bangku kosong. "Pamit ke Ibuk ndak tadi?"
"Pamit kog, tolong pesenin minum donk, Dek."
"Jangan es duluuu." Seloroh Siska dengan wajah datar.
Shani tersenyum kecil. "Bawel banget," Shani melirik kearah Gracia.
"Kog dia disini?." Siska mengikuti arah pandang Shani, "Baru sampai juga lima menitan sebelum Cici dateng, ada Mase juga tapi lagi di kamar mandi." Jawab Siska setelah menoleh ke Shani lagi.
Shani ber O ria, "Cici mau ngrokok.
Mata Siska melotot. "Ci...
"Cici pusing, malem ini aja, Cici janji." Shani menatap sang adik tanpa kedip, memohon melalui tatapan matanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/345420882-288-k31997.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MY VILLAGE LADY
FanfictionAku memang berbeda daripada perempuan di luar sana , aku punya cara tersendiri dalam memaknai cinta.