Esok paginya. Shani sudah bangun duluan,dan meninggalkan Gracia yang masih terlelap di bawah selimut, lalu Shani mandi dan ibadah subuh, setelah mandi, Shani mengintip sosok Gracia di balik pintu, senyumnya mengembang tipis. Lalu berbalik dan menutup pintu kembali. Shani masuk kedalam kamarnya sendiri untuk memakai skinker dll.
Di tengah ritual nya memoles wajah, ia teringat ucapan sang Adik kemarin siang waktu Gracia pagi buta sudah angkat kaki dari rumahnya.
"Cici tuh mbok ya jangan jahat-jahat ke Gracia, dia dateng kesini tuh niatnya baik lho, Ci."
"Yang jahat sopo? Cici lho ndak ngapain-ngapain dia."
"Tapi sikap Cici ke Gracia itu ndak welcome."
"Dikira keset kali ah, welcome segala." Shani terkikik di depan cermin.
"Aku serius Ci, Gracia itu mau bikin desa kita makin di kenal kalangan masyarakat luar lho. Dia dan krunya ngambil beberapa gambar juga wawancara ke warga sekitar tentang kinerja Cici gimana, selama menjabat sebagai Kepala Desa. Gracia bilang respon warga positif semua tentang Cici, nanti konten Gracia nggak cuman tentang BSPS, tapi juga tentang kemajuan desa kita. Woaah, ndak sabar aku pengen liat konten Gracia."
Shani terdiam mendengar penjelasan Siska.
"Coba, sikap Cici yang kurang walcome ke Gracia, dia tetep aja tuh nyari narasumber warga yang valid tentang desa, tiap malem tim nya lembur ngedit video. Besok-besok jangan gitu ke Gracia ya, Ci."
Tidak ada jawaban dari Shani. Ia hanya diam, memikirkan penjelasan Siska mengenai usaha Gracia, hingga semalam sebenarnya Shani mau bertanya langsung mengenai isi konten Gracia, namun gengsi lebih dominan menguasai kepala Shani. Merasa bersalah juga sudah mengatai Gracia haus konten, tapi kan emang iya haus konten! Pikir Shani lagi.
Setelah selesai memoles wajahnya. Shani keluar dari kamar, niat hati mau nyambangi Gracia yang masih terlelap, tapi ternyata ketika ia baru keluar dari kamar, hal sama juga terjadi kepada Gracia, dua-duanya sama-sama keluar dari kamar masing-masing, kamar Siska dan kamar yang berhadapan, membuat jarak keduanya berdiri saling tatap beberapa detik. Shani hendak mengucap kata, namun Gracia keburu berbalik meninggalkan nya dan masuk kedalam kamar mandi.
Pada akhirnya Shani menuju dapur untuk memesan di buatkan Teh oleh Simbok. Setelah itu ia masuk kedalam kamar Siska, menunggu Gracia disana. Shani duduk di kursi di depan meja, mengamati foto paraloid yang tertempel di dinding, foto-foto dirinya dan Siska dari masa ke masa. Bibir Shani melengkung manis, jari telunjuknya terulur intuk mengusap kertas foto yang sudah agak usang, dimana foto tersebut adalah potret dirinya menggendong Siska waktu kecil. Shani menarik jarinya lagi, lalu menyapu pandangan diatas meja. Matanya berhenti pada buku yang bersampul warna ungu, ada tulisan. "Milik Gracia"
Shani menoleh ke arah pintu sebentar, Ia memejamkan mata untuk merapalkan mantra, Shani tau Ia lancang jika membuka sampul buku tersebut, tapi Shani di rundung rasa penasaran yang menyerangnya secara tiba-tiba. Perlahan, telunjuk dan ibu jari Shani membuka sampul tebal tersebut, baru terbuka setengah namun pintu kamar tau-tau terbuka. Cepat-cepat Shani menarik tanganya, lalu menggaruk lehernya karna gugup. Sedangkan Gracia di buat kaget karena ternyata ada Shani yang duduk dengan setelan rapi, keduanya bersitatap sesaat sebelum akhirnya Gracia sibuk dengan kegiataanya.
Shani melirik Gracia yang lagi ngeringin rambut pake handuk, ia bersyukur Gracia langsung ganti baju di kamar mandi, nggak mungkin kan dia nonton live Gracia ganti baju?.
"Kenapa liatin aku terus, Ci?" Gracia jadi salting sendiri di tatap Shani secara terang-terangan.
"Gapapa." Shani tersenyum tipis, "Kamu cantik." Pujian itu terlontar secara spontan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY VILLAGE LADY
FanfictionAku memang berbeda daripada perempuan di luar sana , aku punya cara tersendiri dalam memaknai cinta.