CHAPTER 5

45K 2.5K 360
                                    

"Kau bangsat!"

"Woho! Calm down, Sayang. Tidak perlu marah-marah begitu, oke?" Elder mengerlingkan satu matanya, mencolek dagu pacarnya yang siang ini dia putuskan setelah mereka bercinta.

Baru saja beberapa menit yang lalu Elder menggagahinya, menghantam-hantam kuenya, memainkan kacang kedelai hitamnya, dan ketika mereka sampai di halaman parkir untuk meninggalkan hotel ... tiba-tiba Elder meminta putus.

Bukan tak beralasan juga sebenarnya. Perempuan itu ketahuan memiliki pacar yang lain selain Elder. Elder tak mau merusak hubungan orang, maka lebih baik putus saja.

Putus setelah satu bulan bersama dan sekitar dua puluh kali bercinta. Kadang perlu dipertanyakan, tidak habiskah pejuh Elder?

"Aku tidak mau putus," pekik si perempuan. Hampir menangis, benar-benar ia menyukai Elder. Bahkan sudah ia relakan jika hubungannya dengan sang kekasih official akan kandas.

Elder mengerjap dan langsung berkata, "Hey hey hey! Ssshh... jangan menangis, nanti kira aku aku memukulmu."

"Biarkan saja. Aku tidak mau putus. Aku tidak mau!" Perempuan berambut blonde itu memeluk Elder. Dia sudah menangis, menitikan air mata omong kosongnya.

Elder berdecak. Tersenyum kaku kepada orang-orang yang berlalu lalang di sekitar mereka. Di samping mobil sekarang mereka berdiri.

"Kau tidak mau putus?" tanya Elder pelan.

"Jangan putuskan aku, kumohon..." Si blonde merengek, terus memeluk Elder.

Bagaimana dia mau putus? Batang Elder bagus sekali, lebih bagus daripada batang milik pacar resminya. Pusaka Elder adalah idaman semua perempuan. Apalagi sedikit melengkung, benar-benar menikam dengan dalam.

Warna coklatnya tidak terlalu gelap, cherry hitamnya menempel sempurna, ada urat-uratnya, dan bagian kepalanya bulat besar. Pokoknya aesthetic.

Selain itu, Elder juga terlalu pandai memainkan kue apem. Aksinya terlalu lihai, lincah berpengalaman. Perempuan mana yang tidak sampai gemetar-gemetar lutut mereka jika berhantaman dengan Elder? Tidak ada, semuanya selalu berakhir dengan kaki bergetar dan apem berubah melar.

Elder memegang kedua bahu si blonde. "Aku juga tidak mau putus. Tapi kau tahu? Untuk bertemu denganmu itu terlalu memakan biaya. Rumahmu terlalu jauh dari apartmentku, dan setiap—."

"Aku akan memberimu uang, Sayang. Memangnya berapa yang kau mau? Jika soal uang, aku selalu punya lebih dari cukup untukmu. Aku mencintaimu..." Dengan lembut si perempuan menangkupi pipi Elder. Setergila-gila itu ia kepada si dosen bajingan.

Elder ingin tertawa namun ia tahan. Perempuan tolol, batinnya.

"Tidak, aku tidak butuh uang. Pakai saja untuk membayar hotel, oke? Kau yang bayar, kan?"

Cepat-cepat si perempuan mengangguk. "Tentu aku yang bayar. Aku yang meminta bertemu, jadi aku yang bayar. Kau butuh uang bensin? Apa 500 dollar cukup?"

"Oh, tidak perlu. Aku ada uang," tolak Elder. Agak bingung jika perempuan yang mendekatinya sudah begini. Jangankan lubang gratis, uang pun akan mereka berikan. Benar-benar tidak seru, tidak menantang. Terlalu mudah.

"Kita tidak jadi putus, kan?" Si blonde memegang kedua tangan Elder. Berharap jangan diputuskan, kacangnya masih membutuhkan Elder— maksudnya dia masih membutuhkan Elder.

Elder menghela napas. Dia menggaruk keningnya memakai jari telunjuk bersamaan dengan mengangguk-angguk kecil. "Baiklah, kita tidak putus. Tapi aku minta mobil sebagai hadiah ulang tahunku."

Tanpa pikir panjang, saat itu juga si blonde tolol menyenggut sembari memasang senyum. Ia pegangi rahang Elder lalu mengecup bibir Elder satu kali.

"Itu pasti, Sayangku. Mobil baru di ulang tahunmu itu pasti. Nanti kuberikan," katanya bernada seksi.

SECONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang