CHAPTER 29

23.1K 2.1K 1.7K
                                    

Sama halnya seperti hujan deras di luar, begitu pula desir darah Elder dan Joan saat ini. Mereka sama-sama terpaku pada jalinan intens tatap keduanya. Tidak hanya Joan, Elder pun terkejut atas ucapannya sendiri.

Akan sangat sakit. Tiga kata itu memenuhi kepala mereka, menghadirkan bayang-bayang liar pada imajinasi masing-masing, memecut nadi mendatangkan rasa pusing yang diantarkan oleh saraf-saraf ke otak. Jungkir balik dunia imajinasi keduanya saat ini.

Menyala-nyala sambaran kilat di langit malam, tergambar jelas cahayanya pada kedua manik hitam Elder di mana dengan setia masih menyorot Joan penuh perasaan.

Dengan susah payah, patah-patah terjeda Joan menengok ke samping memalingkan muka. Kian kencang ia meremas kaos Elder di tangannya, aktif kini alarm pengingatnya akan bahaya. Kosong sorot mata Joan, tertegun shock, tersekat lehernya bagai dijerat tali pemburu.

"Aku akan memesan taksi dan pulang," imbuh Joan begitu pelan. Suaranya bergetar.

Meninggalkan ketidakwarasannya, Elder tersadar lalu menyenggut kini. "Kupesankan," katanya, dengan suara berat berubah parau.

Mereka sama-sama malu, canggung menyerang menyiksa batin keduanya.

"Terima kasih untuk hari ini. Mari lebih menjaga jarak dan sadarlah pada kenyataan bahwasanya kau dan aku tak bisa bersama, sekalipun aku sangat menginginkannya," lontar Joan. Dia letakkan kaos Elder di kursi, tidak jadi menyalin dengan bajunya yang lembap sedikit basah itu.

"Jangan sadarkan aku karena aku takkan pernah mau sadar. Bahkan ketika hari di mana seluruh ingatanku telah kembali, perasaanku masih akan tetap sama dan aku akan tetap mengejarmu. Apa pun yang terjadi," balas Elder tak main-main. Keseriusan dalam cintanya kali ini sungguh luar biasa menuntut hingga ke tulang dan sum-sum.

Joan tak membalas, segera ia melewati Elder hendak menuju pintu keluar, namun langkahnya terjeda tatkala Elder memanggil namanya bersama suara berat. Ke samping Joan menengok, menanti perkataan apa yang akan pria itu lontarkan.

"Jangan pernah berpikir kau bisa lari atau bersembunyi dariku. Sampai ke ujung dunia pun aku akan mengejarmu, ketahuilah itu."

"Seagresif apa pun kau mengejarku, namun bila restu tidak kukantongi dari seluruh keluargamu, terlebih ibumu, maka usahamu akan berakhir sia-sia, Pak Dosen. Sebab bagi mereka yang terhormat serta bermartabat, dalam mencintai pun harus setara."

****

Pikiran Elder ke mana-mana, melanglang buana hingga akhir-akhir ini ia kurang fokus dalam proses mengajar. Untuk yang pertama kali, Elder merasa tak bersemangat mengajarkan ilmu-ilmu kepada para mahasiswa.

Joan, dia memikirkan wanita itu. Ini sudah lewat dari dua minggu, namun Joan masih tak memberinya kabar apa-apa. Nomornya tidak aktif, sudah Elder hubungi berkali-kali, pagi, siang, malam, tetapi tetap saja tak pernah aktif lagi.

Dua minggu sudah Joan mendadak hilang, lenyap entah ke mana. Tiga kali juga Elder datangi rumah Joan, namun hasilnya tetap sama. Rumah perempuan itu kosong, pencuciannya tutup, dan semua kendaraan Joan tak pernah tampak parkir lagi di halaman atau di garasi samping rumah.

Elder terus coba mencari, menghubungi, bahkan bertanya-tanya kepada tetangga di sekitar rumah Joan, tetapi lagi-lagi Elder hanya mendapatkan jawaban yang sama.

"Kami sama sekali tidak tahu mereka pergi ke mana, maafkan kami." Hanya jawaban seperti itu yang selalu Elder dapatkan.

Kehilangan di saat baru ingin memulai, benar-benar membuat Elder merasa ingin stress. Isi kepalanya menjadi kacau, dia terus memikirkan Joan tanpa henti. Dia juga khawatir sesuatu terjadi kepada Joan beserta ibu dan adik perempuan itu.

SECONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang