1 chapter lagi.
Semangat ramaikan :)****
Lauterbrunnen village, Switzerland
Todorov sama sekali tak berbohong. Semua yang ia katakan mengenai Ruby kepada Elder adalah benar, benar istri Kenneth Xanth Taylor ini sedang sakit.
Semenjak Ruby tahu tentang hubungan Elder dan Joan, setiap hari Ruby rasanya seperti memakan tahi. Kendati hatinya beruyapa keras hendak menerima Joan, namun logika Ruby jauh lebih kuat memegang teguh fakta-fakta tertera.
Perkembangan hubungan Elder dan Joan, semuanya Ruby tahu dari orang suruhannya. Tidaklah sulit bagi Ruby untuk mengetahui semua itu, ia tinggal duduk manis dan uangnya yang akan bekerja memerintah orang-orang. Tetapi bukan duduk manis, Ruby justru jatuh semakin sakit mengetahui kebenarann tentang putranya yang benar, benar Elder lebih memilih Joan.
Mudah bagi Ruby untuk menewaskan Joan, namun apa daya, ia tak ingin hati putranya teriris hancur dan mati bunuh diri atau berakhir gila. Jika harus ada yang mati, maka biarlah dirinya yang telah merasa gagal memberi pemahaman tentang kebenaran kepada putranya itu.
Satu minggu sudah sakit Ruby benar-benar menggerogoti. Berat badannya turun, lengannya yang kecil itu kini kian kurus. Wajahnya pucat sama sekali tak memancarkan aura bahagia seperti lalu, hanya ada sorot kekecewaan pada manik indah Ruby yang tetap semuda dulu.
Kenneth bersedih setiap harinya, Sanzio pun sampai mengambil cuti lalu menggiring anak serta istrinya pulang ke Lauterbrunnen. Kenneth ingin memberitahu Elder mengenai ini, namun Ruby mencegah. Biarlah, tidak usah memberitahunya. Nanti jika aku mati, dia pasti akan datang dengan sendirinya tanpa perlu kita minta, kata Ruby tiga hari lalu.
Pukul lima sore kini. Di samping halaman rumah Ruby duduk pada kursi, ditemani oleh Kenneth yang juga duduk di sebelah istrinya. Ruby bosan di kamar, dia ingin menghirup udara segar dan melihat burung-burung beterbangan di langit sore, hingga meminta Kenneth mengajaknya duduk di halaman samping rumah mereka.
Mesra, romantis satu tangan besar Kenneth merangkul bahu lemah Ruby. Mengusap-usap bahu istrinya yang mengenakan cardigan cokelat muda. Di depan mereka terdapat meja lalu di atasnya ada satu vas bunga cantik, dua gelas teh mengeluarkan uap panas, dan sepiring kue. Itu buatan Narra, menantu sulung di keluarga mereka.
Lemas Ruby bersandar kepala, tangannya pun memegang perut Kenneth. Tidak ada yang berubah, mereka tetap pasangan yang saling mencintai dan harmonis hingga setua ini.
"Berhenti melamun dan coba kau lihat itu, ada kumbang kecil di atas rumput," kata Kenneth lembut, dia menunjuk ke atas rerumputan hingga kini Ruby tersenyum saat menemukan si kumbang di sana.
"Mereka cantik sepertimu." Kenneth ikut terkekeh setelah Ruby, lantas ia kecup pucuk kepala istrinya penuh sayang.
Belum lama Ruby terkekeh, wanita yang sudah tak semuda dulu lagi itu kini kembali melamun. Tetap bersandar mesra di suaminya namun ia diam tak berbicara apa pun, lemas.
Dalam diam Kenneth embuskan napasnya panjang namun pelan. Perasaan sedihnya muncul lagi, ia tak sanggup melihat Ruby terus-menerus begini, hatinya tersiksa, ia merasa hidupnya berubah hampa setelah Ruby menjadi seperti sekarang ini. Ia merasa tak berguna.
"Tolong jangan meninggalkanku. Jika memang kita harus berpisah karena kematian, biarkan aku yang lebih dulu meninggalkanmu. Sekuat apa pun aku, tetapi jika itu tentangmu yang akan meninggalkanku, kau tahu aku tak sekuat itu," tutur Kenneth dengan suara yang pelan, selalu lembut setiap harinya bila itu kepada Ruby.
Tidak membalas, Ruby hanya tersenyum sembari melihat lurus ke depan. Sesekali menengok ke samping manakala burung-burung lewat dan terbang di dekat halaman rumah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! 21+ || ADULT ROMANCE She said : ❝Sebab bagi mereka yang terhormat dan bermartabat, dalam mencintai pun harus setara.❞ He said : ❝Segala perbedaan akan kalah telak pada hebatnya cinta yang tak...