CHAPTER 30

24.4K 2.1K 1.4K
                                    

Tertawa, menangis. Tertawa, menangis. Tertawa, menangis. Hanya itu yang dapat Joan ekspresikan dalam keadaan 70% mabuk kini.

Musik di bar berdentum-dentum kencang, ramai para pengunjung berteriak-teriak mengekspresikan kesenangan mereka. Mereka berjoget-joget, bernyanyi, berseru-seru, sementara Joan duduk menangis di depan temannya si bar tender. Satu menit menangis, satu menit tertawa. Menyedihkan, satu kata yang tepat untuk Joan saat ini.

"Dia memberimu uang sebanyak itu tapi kau tolak?" tanya teman Joan, menyesap rokok mendengarkan semua cerita sedih Joan.

"Tentu saja aku tolak." Joan berseru mabuk. "Hey... sebusuk-busuknya aku, yeah, kau tahu 'kan, aku ini perempuan busuk? Sebusuk-busuknya aku, cinta tulusku takkan bisa ditukarkan apalagi dibeli dengan uang." Joan menunjuki muka temannya, mabuk lemah.

"Biar lagi aku ini miskin, aku masih bisa bekerja mencari uangku sendiri." Joan menunjuk-nunjuki dadanya sendiri. "Biar lagi aku ini tidak punya harga diri, tetapi cintaku ini mahal." Dia terkekeh, sedetik kemudian bibirnya jatuh melengkung dan bergetar.

"Kau sendiri tahu 'kan, selama ini aku hanya pernah satu kali jatuh cinta? Saking tulusnya dulu aku kepada Toni, saking bodoh dan polosnya aku lebih memilih Toni si miskin itu, sampai kuhancurkan masa depanku sendiri. Kuhancurkan hidupku sendiri, sampai sekarang akhirnya aku tersiksa karena ternyata dalam mencintai pun memiliki syarat," tutur Joan kurang jelas namun masih bisa temannya dengarkan.

"Coba saja jika aku ini cantik aduhai seperti Gemma Rain Taylor, cerdas seperti B Narra Taylor, berkualitas amat luar biasa seperti Camorra Ruby Volkov, tidak mungkin mereka semua menghina dan merendahkanku seperti ini. Mungkin saja dunia akan memandangku baik, tapi aku bisa apa? Semua ini salahku, semua ini pilihan tololku," ujar Joan cepat, mabuk, menangis, dan matanya mulai bengkak.

"Menyedihkan sekali hidupku ini. Betul tidak? Menyedihkan sekali 'kan?" Sekarang Joan tertawa, menggebrak-gebrak meja membuat temannya si bar tender terdiam membisu, mengamati mimik Joan lalu sebagai sesama perempuan ia ikut merasakan sesaknya.

Teman Joan berkedip-kedip, bar tender itu mendongak tinggi guna menahan air matanya. Selama ia mengenal Joan sedari zaman sekolah, ini pertama kali baginya melihat Joan selebur ini. Dulu, ketika Toni meninggalkannya karena ketahuan berselingkuh, Joan tak sehancur ini. Dia hanya menangis berusaha kuat, curhat, menangis lagi, dan selang dua bulan si tomboy ini sudah pulih dari sakitnya.

"Sepertinya kau sangat mencintai dosen itu. Jika tidak, kau takkan sesakit ini saat seluruh anggota keluarganya mengecammu. Kau takkan sesakit ini cintamu ingin dibayar oleh uang," kata si bar tender hati-hati.

"Bagaimana tidak?" sahut Joan seperti orang bersemangat sampai liurnya sedikit muncrat, matanya semakin bengkak amat sayu.

"Sekarang aku tanya. Perempuan mana yang tidak jatuh hati pada pria sepertinya? Satu! Dia tampan berkarisma, dia menawan, perawakannya mengagumkan," tekan Joan, dia menggebrak meja saat menghitung satu.

Joan menggebrak meja lagi. "Dua! Dia cerdas, pintar, bertalenta, bijak, tutur katanya dewasa. Dia mapan dan pekerjaannya dihormati," sambung Joan membuka jari-jarinya di depan si bar tender.

"Tiga!" Sekali lagi Joan menggebrak meja. "Dia bisa menerimaku dengan baik. Alih-alih ikut menghina dan merendahkanku, dia justru memberiku kekuatan, dorongan untuk menjadi lebih baik. Bahkan— bahkan dia marah jika aku memaki-maki diriku sendiri." Sekelebat Joan menyeka air matanya kasar-kasar.

"Empat!" Kali ini Joan hanya membuka jarinya saja dengan punggung bergetar, menangis sudah tak dapat ia tahan lagi. "Senyumnya sangat manis, menenangkan, dan terasa hangat. Dia seperti rerumputan hijau segar di perbukitan paling subur, benar-benar luar biasa, dia sangat berharga, dia sangat mengagumkan hatiku, menyentuh titik paling dingin di hatiku. Dia— dalam sekejap dia seolah mampu menjadi segalanya bagiku. Benar-benar segalanya, segalanya yang kuimpikan dari seorang pria sejati ada padanya. Dia— dia benar-benar—."

SECONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang