CHAPTER 8

35K 2.6K 808
                                    

"Jadi dari mana kita mulai?"

Elder tidak main-main dalam ajakannya, begitu juga Joan yang tidak main-main menyetujui ajakan pria tersebut. Sekarang di dalam kamar hotel mereka berada, terperangkap bersama di mana pintu kamar itu sudah Elder kunci rapat dari dalam.

Di sofa tunggal Elder duduk, telah shirtless hanya menyisakan jeansnya saja. Dari posisinya ia memperhatikan Joan di ranjang, berbaring perempuan itu menopang kepalanya memakai satu tangan, dan menyesap rokoknya sambil membalas pandangan Elder.

Entah apa yang ada di kepala mereka, tetapi mereka tahu, bahwa babak baru di antara keduanya akan segera dimulai. Mereka bukan anak kecil lagi, mereka dua orang dewasa yang sama-sama memiliki pengalaman dalam dunia cinta.

"Belum ingin bertelanjang?" lontar Elder. Bangkit berdiri meninggalkan sofa lalu kini mendekati ranjang, berdiri di tepian ranjang dan masih memandangi Joan di situ.

Kekehan Joan tercetus. Ia ulurkan tangannya ke samping, memadam rokoknya pada asbak di atas meja dekat dengan ranjang hotel. Setelahnya perempuan itu merangkak perlahan-lahan menghampiri Elder di tepian.

Mata Elder menilik ke bawah, kepada wajah Joan yang menengadah dan masih berpose seperti seekor hewan berkaki empat. Seperti anjing atau seperti binatang lainnya, pokoknya yang berkaki empat.

"Benarkah ini kita akan bercinta?" tanya Joan. Padahal ia tahu takkan mungkin Elder sampai rela menyewa kamar begini jika pria itu hanya bercanda.

"Kenapa tidak? Kau setuju untuk itu." Tangan Elder bergerak mulai melepaskan ikat pinggangnya.

Sudut bibir Joan tertarik tipis. Ia lalu menopang tubuhnya memakai kedua lutut, menjulurkan lidahnya lantas menjilat naik sedari perut Elder, terus naik perlahan, menjilat basah sampai kepada leher pri itu.

Elder meremang, ia membeku di tempat kemudian mendesis singkat. Semetara itu Joan menyeringai, kini ia sejajarkan wajah mereka.

"Kau tidak ingin melumat bibirku?" tawarnya.

"Apa ini jebakan?" Elder bersmirk.

"Tidak ada jebakan. Kau mengajak aku bercinta, jadi mari kita bercinta dengan brutal. Sudah lama juga aku tak merasakannya," kata Joan enteng.

Sekarang di hadapan Elder ia benar-benar menanggalkan pakaiannya. Ia lepas pakaiannya dan hanya menyisakan bra juga underwear.

Elder yang tadinya sudah bergairah juga bersemangat, melihat betapa agresif dan beraninya Joan di mana wanita itu sekarang tengah membantunya untuk melepaskan jeans, sontak Elder cepat-cepar mundur. Melotot lalu buru-buru menarik kembali ritsleting celananya.

"Kenapa? Ayo buka celanamu, tunjukkan batang kebanggaanmu itu padaku. Nanti kuisap," timpal Joan. Liarrrr, dingin mengerikan nada bicaranya.

"Kemari, biar kukocok-kocok. Kau suka dikocok? Kebetulan aku pernah mengocok batang seorang pria sampai lecet memar," tambah Joan.

Elder semakin melotot. "Apa yang kau rencanakan, uh?"

"Apa maksudmu? Kau ajak aku bercinta dan aku mau."

"Tidak, tidak, tidak. Kau pasti merencanakan sesuatu."

"Merencanakan apa? Cepat kemari, biar aku mengisap tongkat coklatmu itu."

Elder ngeri. Ia yakin Joan merencanakan sesuatu, terlihat tatapan Joan menjadi kosong dan dingin, mirip para penyihir-penyihir liar dalam cerita dongeng.

"Tidak jadi. Pakai bajumu kembali, aku tidak bernafsu lagi," kata Elder. Ia memakai lagi kemejanya dengan cepat.

"Hey, kenapa?" Joan memelototi Elder lalu di sana Elder membelalak.

SECONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang