CHAPTER 27

23.5K 2K 1.1K
                                    

Besok visual Joan aku posting di feed IG.

****

Joan pikir Elder tidak serius, dia mengira Elder akan pulang setelah dia sudah masuk ke dalam rumah.

Siapa sangka, saat pukul dua malam ketika Joan iseng memeriksa melalui jendela, perempuan itu langsung ber-hah terkejut masih mendapati Elder di depan rumahnya. Duduk di gorong-gorong sembari bermain ponsel.

Dan siapa sangka lagi, Joan sontak membekap mulutnya bertambah kaget begitu Elder lantas menoleh melihat ke arah kaca jendela kamarnya hingga otomatis mata mereka bertumbuk di udara.

Seperti penjahat yang sedang merencanakan pembunuhan, Elder mematung sembari memegang ponselnya dan terus menatap Joan.

"Pulang. Hush hush!" Dari balik jendela Joan mengibas-ngibas tangannya, mengusir Elder agar segera pulang.

Berdiri Elder lalu sisipkan ponselnya ke saku celana. Seraya melangkah mundur pria itu lalu menunjuki kedua matanya dan bergantian menunjuki kedua mata Joan, memberi peringatan bila ia selalu mengawasi Joan jadi lebih baik Joan jangan macam-macam apalagi nekat untuk bertemu Toni kembali.

Saat sudah di atas motor pun Elder kembali menunjuki mata mereka bergantian lantas diakhiri dengan gerakkan menggorok leher. Otomatis Joan mengulum erat bibirnya sendiri, menahan tawanya yang hampir langsung pecah melihat ancaman lelaki tersebut.

Sebelum benar-benar pergi, Joan melihat Elder mengetik di ponsel sebelum akhirnya pria itu sisipkan kembali ponselnya ke saku celana. Bersamaan dengan itu ponsel Joan di ranjang bergetar masuknya sebuah pesan.

Setelah Elder pergi dengan mata terus mengamati Joan sampai menghilang dari pandangan, barulah Joan memeriksa ponselnya, membaca pesan yang tidak lain adalah pesan dari Elder.

"Berani kau bertemu lagi dengan si kere itu dan memberinya uang, kuputuskan batang leher kalian berdua. Lebih baik menurut dan sayangi lehermu. Aku pulang, selesai mengajar sore nanti kau kujemput, masih banyak yang ingin bicarakan tentang kita."

****

"Kita tidak bisa melarang Elder. Mungkin Joan bisa kita tangani, mudah saja bagiku untuk melenyapkan perempuan itu dari hidup Elder, tetapi terus terang, aku tidak sampai hati melihat Elder merasa sakit kehilangan perempuan yang dia cintai."

Dengan kebijakannya Sanzio berucap. Todorov sedang bersamanya, mereka tengah membicarakan tentang Elder dan Joan. Todorov pun memberitahu bila ia sudah menceritakan semua-semuanya kepada Elder semalam. Tanpa ada yang dikurang-kurangi atau dilebih-lebihkan, apa adanya Todorov menceritakan segalanya kepada dosen yang masih lupa ingatan itu.

"Bisa kita lihat sebesar apa Elder menginginkan Joan. Di saat dia telah mengetahui segala fakta pun dia masih ingin bersama wanita itu," kata Sanzio, melonggarkan dasinya yang terasa mencekik.

Todorov mendengkus, dia muak pada Joan. Dulu, di depan Todorov sendiri Joan memaki-maki Elder, mengatai kakaknya bajingan, begini dan begitu namun Todorov hanya tertawa. Tetapi apa yang terjadi? Perempuan pun tak ada apa-apanya dibandingkan kakaknya yang kala itu sempat menjadi seorang bajingan.

"Aku lebih memilih Elder mati daripada dia harus membawa masuk Joan menjadi bagian dari kita," sosor Todorov. "Jika perempuan itu tidak bertindak gila, aku akan benar-benar menghormatinya sebagai kakak ipar meski dia janda tolol tak bersekolah sekalipun. Tapi apa? Tindakannya itulah yang membuat kita semua menjadi benci padanya," sambung Todorov bersama kadar emosi tinggi.

Dia ingat perdebatannya bersama Elder semalam dan hal itu membuatnya kian muak jika mengingat wajah Joan.

Sanzio menyenggut, paham benar akan perasaan Todorov sekarang ini. "Sayangnya Elder tak memedulikan itu. Selagi dia bernapas, dia akan tetap merangkul Joan, mencintai dan menjaganya dari segala kecaman yang Joan dapatkan. Ini tentang perasaan, dan tak ada yang lebih kuat dari rasa cinta. Sebuah benci menggunung bahkan dapat kalah hanya dengan setitik rasa cinta."

SECONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang