CHAPTER 35

26.3K 2.1K 1.6K
                                    

Siap-siap nabung buat yg mau ikut PO SLUT. Bulan ini SLUT bakal terbit di teorikatapublishing.

Happy reading 🍓

****

Bila itu lelaki lain, mungkin mereka akan bangun subuh lalu pergi setelah bercinta.

Tapi ini Elder, Delvecchio Elder Taylor dengan sifatnya yang sejati. Yang tak mau lari-lari dari tanggung jawab terlebih lari dari perbuatannya.

Bangun pukul delapan, Joan langsung kalang kabut, dia panik begitu samar-samar telinganya mendengar suara tawa Elder serta ibunya dari arah meja makan di belakang.

"Benarkah? Lalu kau jawab apa?" Riang gembira ibu Joan mengobrol bersama Elder, layaknya anak dan ibu.

Elder nikmati sarapan buatan ibu Joan, santai, rilex dia menikmati pagi ini seperti di rumah sendiri. "Kujawab seadanya. Kubilang saja kalau kekasihku belum siap menikah."

"Kau tenang, Ibu akan membujuknya agar jangan terlalu membuatmu menunggu. Dia itu memang harus sedikit di—"

"Stop stop stop! Apa yang kalian bicarakan? Stop— akh!"

"Joan, astaga! Kau ini!" Ibu Joan memekik, dia khawatir serta kaget sekaligus sebab Joan seketika jatuh, berlari dan menginjak sendiri ujung selimut yang terlilit pada tubuh telanjangnya.

Sigap Elder langsung berdiri meninggalkan sarapannya, dia pun sampai melotot kaget melihat posisi jatuh Joan di mana kepala Joan duluan yang menghantam lantai.

"Kenapa lari-lari masih dengan memakai selimut? Kepalamu hampir pecah barusan," omel Elder, terlalu kaget. Pria itu langsung berdecak, berat mengembuskan napas tatkala dia dapati benjolan pada kening Joan.

Yang jatuh hanya diam, kencang menahan selimutnya, malu. Langsung saja Elder menggendong Joan, dia dudukkan wanitanya pada kursi yang tadi dia tempati. Setelah beberapa saat, barulah Joan merasa kalau pergelangan kakinya juga sedikit terkilir. Sakit di kening dan pergelangan kakinya baru terasa hingga perempuan itu melenguh pelan, memegang kakinya di bawah meja.

"Kenapa dengan kakimu?" Nada bicara Elder dari tadi memang sudah berubah tegas seketika. Membuat Joan dan ibunya hening saja, merasa bila Elder seperti kepala rumah tangga di dalam situ.

Elder lalu berjongkok di bawah, pelan-pelan dia memegang kaki putih Joan. "Lihat? Pergelangan kakimu membiru," kata Elder. Sekilas dia mendongak, tampak galak melihat Joan yang masih diam.

Masalahnya begini, Elder saja tak mau menyakiti fisik atau hati Joan, jadi kenapa perempuan itu ceroboh sekali selalu menyakiti hatinya dengan segala hinaan-hinaan, dan pagi ini menyakiti fisiknya sendiri. Elder tidak suka, seperti Ruby yang selalu ia lindungi dan tak mau Ruby terluka, begitu pula ia memperlakukan Joan.

"Bu, apa dia selalu begini?" timpal Elder bertanya dari bawah, perlahan berusaha memijat serta mengurut pergelangan kaki Joan.

Ibu Joan berkedip-kedip, singkat membelalak mendengar suara besar Elder yang dibarengi pertanyaan itu. "Tidak... tidak selalu, tapi anak itu memang terlalu ceroboh. Dia sering melakukan sesuatu dan melukai dirinya sendiri. Saat pindah ke sini pun dia memaksakan diri untuk mengangkat lemari seorang diri, alhasil tangannya terjepit sampai kukunya masak di dalam."

"Itu karena punggungku gatal sekali, aku tidak tahan dan langsung—"

"Kau kan bisa biarkan saja adik dan anak buahmu yang mengangkat. Dasarnya kau saja yang keras kepala. Sudah begitu pun kau masih memaksa diri mengangkat sofa sampai kakimu terjepit lagi," potong ibu Joan cepat.

SECONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang