Yakin aku jahat?
Nih, masih aku lanjut di wattpad!****
"Apa-apaan aku ini?"
Elder bertanya-tanya, terheran-heran pada diri sendiri. Di atas ranjang Elder meletakkan paperbag berisi belanjaan buku-bukunya. Ia lempar pula tasnya ke ranjang dan duduk pada tepian kasur.
Hatinya tidak tenang, pikirannya pun ikut-ikutan tak fokus. Ia tak mengerti, benar-benar tak paham mengapa bisa-bisanya ia bertanya seperti itu kepada Joan.
"Oh, ayolah. Dia mantanmu, benar?"
"Bukan, Pak Dosen. Dia hanya kenalanku, sungguh. Kau tidak lihat si berengsek itu hanya ingin meminta uang padaku? Kau tidak lihat—"
"Kenalanmu atau mantanmu, intinya aku tahu kau sedang berbohong."
"Baik. Dia mantanku."
Setelah Joan mengaku bahwa pria berperawakan bak preman itu adalah mantannya, dada Elder meninggi menarik napasnya dalam-dalam. Ia tak bisa lagi membalas, rasanya seperti ada sesuatu yang terbakar sampai berbau gosong di sana. Tercipta jeda panjang, Elder tatap mantap wajah Joan yang juga hanya mampu bergeming setelah ia memberi pengakuan.
Dasi Elder beterbangan ditabrak angin, begitu juga dengan surainya. Dadanya terus meninggi tiap kali ia menarik napas dalam-dalam.
"Lihat? Jujur tidaklah sesusah itu," celetuk Elder setelah mereka hening selama hampir dua menit lamanya, hanya saling memandang dan mencoba untuk membaca mata masing-masing.
Dosen itu yang memaksa Joan mengaku, namun berakhir dirinyalah yang merasa tak nyaman sedari tadi hingga detik ini ia sudah berada di kamar.
Lamban kuat Elder meraup wajah. "Memalukan," gumam pria ini. Wajahnya memanas mengingat kejadian barusan di depan gedung apartment.
Joan pasti akan marah dan menganggapnya tidak sopan, pria asing yang terlalu ingin tahu tentang relationship orang lain.
Memangnya kenapa jika lelaki berwajah manis itu adalah mantan Joan? Seleranya bagus, sesuai dengan Joan sendiri yang tomboy dan keren, pria itu pun tampak keren, bertindik, bertato, dan sepertinya jago berkelahi, batin Elder berucap.
"Maaf atas sikap tidak sopanku barusan. Bukan maksudku ingin ikut campur atau melewati batasan, maafkan aku."
Joan mengurangi kecepatan mobilnya. Ia baca pesan dari Elder dan itu membuatnya ingin membeku di jok. Di saat ia pun tak bisa melupakan kejadian barusan, kini Elder muncul lagi dalam sosok pesan.
Ibu jari Joan bergetar kecil, ia ingin membalas namun ragu. Akhirnya ia mengetik, membalas pesan Elder.
"Aku juga minta maaf. Benar dia mantanku, dan sesekali dia masih suka menemuiku untuk meminta uang. Hanya itu."
Tidak sampai dua menit, Elder membalas lagi.
"Jangan pernah lagi memberinya uang. Kau bekerja siang dan malam bukan untuk menafkahi seorang lelaki seperti itu. Jika dia masih sayang padamu, harusnya dia yang bekerja dan menafkahimu."
"Dia tak pernah tulus padaku, dari dulu sampai sekarang."
"Kalau begitu menjauh. Jangan pernah lagi bertemu dengannya. Simpan uangmu untuk ibu dan adikmu yang masih bersekolah. Sekali lagi maafkan aku jika aku terlalu ikut campur."
"Terima kasih. Aku akan mendengarkanmu. Tolong jangan marah."
"Aku tidak marah dan takkan pernah marah padamu. Kau temanku, benar? Selamat sore."
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! 21+ || ADULT ROMANCE She said : ❝Sebab bagi mereka yang terhormat dan bermartabat, dalam mencintai pun harus setara.❞ He said : ❝Segala perbedaan akan kalah telak pada hebatnya cinta yang tak...