CHAPTER 10

35.8K 2.3K 307
                                    

Visual Elder on instagram 🔥

****

Lampu hijau memang telah Elder dapatkan. Ibu Joan yang tertipu pada hubungan palsu Joan dan Elder, luar biasa sekali dia menerima baik kedatangan Elder siang ini.

"Hey tampan..." Ibu Joan berseru. Senyumnya merekah mendapati Elder ketika ia membuka pintu.

"Tampan sekali calon menantu Ibu. Joan bilang kau baru pulang mengajar," kata Ibu Joan. Dia dan Elder saling menempelkan pipi kiri juga kanan.

Senyum Elder pun merekah manis agak bangsat. Ia bersmirk tatkala Joan muncul dari arah dapur, melirik wanita itu yang bersedekap lalu menatap Elder datar muak.

"Untuk Ibu." Elder menyerahkan sekantong penuh buah-buahan juga camilan sehat untuk perempuan 50 tahun itu.

"Ya ampun... terima kasih, Sayang. Ayo, mari masuk dan kita makan siang bersama." Ibu Joan terlalu antusias, senang sekali memiliki menantu seorang dosen yang tampan dan asal tahu saja batangnya sebesar lengan Joan.

Saat Ibu Joan sudah berjalan ke dapur, Elder berhenti ketika ia hendak berpapasan dengan Joan. Mereka berhadapan kini, Joan lantas menengadah guna membalas tatapan si dosen.

"Aku tidak mengerti apa maksudmu membuat Ibuku percaya pada hubungan yang sebenanrya tak pernah ada. Kau mau apa sebenarnya?" papar Joan. Pelan-pelan agar ibunya tak mendengar.

Singkat Elder menekan pipi dalamnya. Tangannya spontan Joan empas kasar saat akan menyentuh pipi perempuan tersebut.

"Jangan menyentuhku, bangsat. Kau habis mengucak vagina," tekan Joan agak melotot.

Elder hampir tertawa namun ia tahan. "Tertarik vaginamu juga kukucaki? Aku andal dalam hal kucak-mengucak kacang," balas Elder.

Decihan muak keluar dari mulut Joan. "Jangan sampai batang baumu itu kukocok pakai garam sampai lecet."

"Kau tahu dari mana bau? Pernah menciumnya, um?" Elder mendesak maju. Wajah cantik dan cuek Joan benar-benar kian menarik di saat kesal. Elder suka itu.

"Diam. Aku tidak suka kau kemari, harusnya kau tidak perlu sungguhan datang."

"Kenapa tidak? Ibu mertua sendiri yang menyuruhku datang. Lagi pula aku tahu kau merindukanku." Elder terkekeh, singkat ia mengulum bibir. Gemas kepada Joan yang lagi-lagi mengempas tangannya kasar ketika pria itu mencolek dagu Joan sekilas.

"Kubilang jangan menyentuhku, setan. Tanganmu itu menjijikkan, bau lubang," maki Joan tidak tahan lagi.

"Joan? Apa itu, Sayang? Kemari, bawa kekasihmu ke meja makan, kita makan siang bersama." Dari arah meja makan ibu Joan berteriak.

"Jika kau bicara macam-macam di depan Ibuku, kukuliti biji hitammu di bawah," ancam Joan melotot. Ia tunjuk sekilas wajah Elder yang tersenyum-senyum, kagum pada kegalakan Joan.

Setelahnya mereka berdua mendatangi meja makan. Elder ikuti Joan dari belakang sambil matanya melihat ke kiri dan kanan, memperhatikan foto-foto keluarga itu yang digantung pada dinding. Ada banyak foto masa kecil Joan yang lucu, putih dengan pipi kemerahan, rambut dikuncir satu dan selalu memakai dress kecil imut-imut.

Sesampainya di meja makan, Elder disambut senyum sopan oleh adik lelaki Joan. Pemuda 15 tahun yang beberapa malam lalu membukakan Elder pintu.

"Hey, kau sudah pulang sekolah?" tanya Elder. Dia lalu duduk di samping adik lelaki Joan.

Adik Joan mengangguk, sambil bermain ponsel ia menikmati makan siangnya.

"Jonas, simpan dulu ponselmu," tegur ibu Joan.

SECONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang