35. ⭐

1.5K 310 161
                                    

Mari budayakan meninggalkan jejak!
Tolong vote+komen🤗

***

Airlangga masih mematung di tempat. Tapi sepertinya, Kaluna tidak ingin menunggu lebih lama lagi.

"Ciuman itu ... nggak berarti apa-apa buat Mas Banyu, ya?" tebak Kaluna ketika melihat kebungkaman Airlangga. "Mas udah terbiasa nyium cewek lain–"

"Nggak begitu, Luna." potong lelaki itu.

"Terus gimana?" desaknya.

Airlangga memejamkan matanya dengan frustasi. "Gue cuma dua kali ciuman sama cewek. Yang pertama pun kecupan selamat tinggal dari temen kecil dulu. Dia yang ngecup bibir gue tiba-tiba. Gue bener-bener baru ciuman sama lo doang, Lun. Sumpah." jelasnya.

Kaluna menatapnya lurus. "Jadi?"

"Gue ... nggak tau. Gue nggak tau gue suka apa engga sama elo. Perasaan itu rumit." Airlangga menatap ke arah lain. "Lun, selama gue hidup, gue nggak pernah kepikiran masalah asmara sama sekali. Hidup gue cuma buat voli doang. Jadi–"

"Aku suka sama Mas Banyu." sela Kaluna. Akhirnya, perasannya tersampaikan pada lelaki itu.

Airlangga menoleh dengan tatapan tak percaya. Kaluna terkekeh miris melihatnya.

"Kenapa kaget? Mas Banyu pikir aku bakal ngijinin cowok nyium aku kalau aku nya nggak suka? Kalian orang Jakarta mungkin terbiasa begitu, tapi aku enggak. Aku secara sadar menerima ciuman Mas Banyu pas terakhir kali. Itu artinya, aku memang suka sama Mas Banyu." jelasnya dengan sedih.

"Luna maaf–"

"Aku nggak minta permintaan maaf Mas Banyu," Kaluna menggelengkan kepalanya. "aku cuma nanya gimana perasaan Mas Banyu ke aku."

"Gue suka dengan kebersamaan kita Lun, tapi gue nggak berani nyebut itu sebagai rasa suka atau cinta. Gue nggak ada pengalaman sama sekali. Gue kurang paham ...." jelas Airlangga dengan frustasi.

"Aku juga belum pernah pacaran. Aku nggak ada pengalaman romansa juga selama aku hidup. Tapi aku bisa paham kalau perasaan nyaman dan membuncah tiap ketemu Mas Banyu adalah rasa suka." sahutnya semakin memojokkan Airlangga.

"Lun, gini. Kalau sekarang gue jawab gue suka elo, dan seiring berjalannya waktu gue udah paham sama cinta-cintaan. Gimana kalau ternyata ini bukan rasa suka, bukannya gue justru semakin nyakitin elo, ya? Gue takut, Lun. Makanya gue nggak mau nyimpulin dulu. Kita jalanin aja du–"

"Aku nggak mau HTS-an." tolak Kaluna.

Airlangga menyugar rambutnya. "Gue nggak ngajakin elo begitu, Luna. Kita bisa berteman dulu, kan? Kita bisa hidup bertetangga dengan baik."

"Nggak ada yang namanya teman itu ciuman, Mas. Sepanjang yang aku tau sih. Maaf kalau di Jakarta memang udah biasa." balasnya sembari menunduk.

Airlangga menarik nafas panjang. Berusaha menghadapi ini dengan kepala dingin. Dirinya lantas berjongkok di hadapan Kaluna yang duduk di kursi. Meraih telapak tangan perempuan itu dan menggeggamnya dengan lembut.

"Terus elo maunya gimana, hm? Lo bahkan nggak ngasih kesempatan buat gue mikirin perasaan gue ke elo. Pembicaraan ini mendadak dan gue belom siap sama jawabannya. Maaf, tapi gue memang sepayah ini tentang cinta, Lun. Gue bukan mau cari alesan, tapi sejak kecil gue cuma dapet cinta dari mediang eyang. Dulu mama masih sibuk dan jarang perhatiin gue. Kalau papa ... nggak usah ditanya. Gue aja udah nggak dianggep anak lagi. Jadi ... maaf. Maaf, Kaluna." Airlangga menatapnya dengan rasa bersalah.

Kaluna terhenyak. "Maaf ... aku terlalu maksa, ya?" Netranya berkaca-kaca.

Airlangga menggeleng. "Enggak. Memang gue yang salah. Makasih udah mau jujur begini ya Lun, gue jadi sadar kalau hubungan kita terlalu jauh buat disebut temen. Gue udah melebihi batas ke elo. Wajar kalo lo nanya kepastian ke gue. Tapi ... tolong beri gue waktu. Sedikit, aja. Ya?" pintanya dengan lembut.

Estrela || Jeno-KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang