Saat kutukan telah terlontar dan langit menerima ucapan, sang guru tidak berdaya mematahkannya kembali walaupun ia menyesal. Itulah yang terjadi pada Wang Yibo, pewaris terakhir dari klan Raven.
Bertahun-tahun mencari sosok manusia berdarah campura...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suasana di rumah itu sangat hening, diterangi lampu yang tidak terlalu terang. Komplek bernama Zhuangfang Village itu cukup jauh dari keramaian, menjanjikan ketenangan dan terhindar dari hiruk pikuk kota. Jarak rumah yang berjauhan serta lingkungan yang aman dengan area yang dilingkupi oleh pepohonan tinggi dan hijau menjadikan udara di tempat itu lebih sejuk.
Di dalam rumah, keheningan masih melingkupi dua pemuda yang sedang menikmati minuman. Yibo menatap sosok manis yang berdiri di hadapannya, senyumnya tersungging seiring gerak tangannya yang mendekatkan sisi gelas ke bibir. Sesaat kemudian suaranya memecah atmosfer kaku di antara mereka.
“Aku sudah menghubungi Zhengting untuk membawakan mobilku ke sini. Jadi bolehkah aku menunggu di sini?”
“Tidak masalah,” sahut Xiao Zhan. Ia menyandarkan pinggang pada sandaran kursi.
“Tapi masalah bagiku,” Yibo mendesah, seakan-akan dibebani oleh satu masalah berat. Ia menggoyangkan gelas di tangan hingga cairannya bergelombang.
“Masalah?” ulang Xiao Zhan. Keningnya berkerut samar. “Kenapa menunggu saja menjadi masalah?”
“Aku takut tidak bisa menahan diri berlama-lama denganmu. Tidak mungkin aku hanya terbengong-bengong menunggu seseorang di tempatmu,” ia berkata kemudian bergegas menahan tubuh Xiao Zhan yang hendak berpindah tempat. Masih dengan memegangi gelas kosong, ia mencondongkan tubuh.
Mengerjap kaget, Xiao Zhan memundurkan wajah sambil menekan sandaran sofa. Ingatannya kembali pada saat di sisi danau, di mana Yibo nyaris menciumnya. Warna merah merambati kulit muka ketika pikiran itu melintas. Dugaannya, pemuda itu hendak meneruskan niat yang tertunda.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanyanya pelan sambil mengamati paras menawan Yibo yang mendekat.
“Panggil aku Yibo,” pinta Yibo. “Selama ini kau tidak pernah memanggil namaku.” Jemarinya menyentuh dan merapikan rambut depan Xiao Zhan yang jatuh ke sisi kening.
“Yibo,” bisikan Xiao Zhan terdengar lirih. Perlakuan Yibo membuatnya merasa disayang dan diperhatikan. Hatinya mulai luluh oleh sikap lembut pemuda itu.
“Namaku terdengar merdu keluar dari bibirmu,” Yibo berbisik. Ia menyentuh sudut bibir Xiao Zhan yang lembut.
Jantung Xiao Zhan berdegup cepat. Wajahnya mundur beberapa senti dan berpaling ke arah lain. Ia merasa tak sanggup menatap sepasang mata Yibo yang begitu menghipnotis.
“Aku ... harus membersihkan diri,” ujarnya gugup. Ia hendak mendorong bahu namun justru dirinya yang semakin terdorong. Niat awalnya yang ingin melepaskan diri dari pesona Yibo justru semakin mendekatkan tubuh mereka. Tangannya mencengkeram sandaran kursi dan ia tersentak kaget ketika dagunya dijepit dan wajahnya kini berhadapan dengan wajah Yibo.