🪄🪄🪄
Apa yang dirasakan oleh Haoxuan saat itu tidak terlalu ia pikirkan. Dia masih membiarkan Jiyang memeluknya meski dua laki-laki itu sudah keluar dari rumah. Matanya kini menyapu keseluruhan ruangan sampai pelukan Jiyang terlepas sendiri. Dia melihat murid muda itu sedikit salah tingkah dan mundur perlahan.
“Maaf ... “ Jiyang bergumam pelan.
“Hmm.”
Haoxuan beranjak bangkit, mengambil tas dan meletakkannya pada meja kayu.
“Siapa mereka?” Jiyang bertanya setelah bisa menguasai diri.
“Dua bersaudara yang selalu melakukan kejahatan. Mereka mengincar orang asing yang lewat dan menginap di desa ini.”
“Kau tahu tentang desa ini?” Jiyang menurunkan dua kaki dari atas kasur.
“Namanya desa Goblin. Orang asing mengusahakan untuk tidak melewati desa ini di malam hari.”
“Terima kasih,” gumam Jiyang, menatap Haoxuan yang sama sekali tidak melirik ke arahnya. Helaan napasnya terdengar. “Bagaimana kau tahu aku ada di desa ini?” ia tetap mengajak Haoxuan berkomunikasi.
Haoxuan berpaling, mengamati murid muda yang sudah kembali bersikap biasa.
“Apa kau tidak mengetahui ini desa apa? Kenapa kau begitu bodoh memilih untuk beristirahat di sini? Kau tidak memikirkan keselamatanmu sendiri?!”
Alih-alih menjawab, Haoxuan justru membentak Jiyang dengan nada menghakimi. Perasaan cemas dan marah yang tadi menguasai mendorong dirinya untuk menumpahkan kekesalan pada sosok muda yang diam-diam ia khawatirkan. Menurutnya, jika saja dia tidak berbincang dengan pemilik kedai, dia tidak akan pernah mengetahui tentang Jiyang dan entah apa yang akan terjadi pada pemuda itu.
Bagaimana dia akan bertanggung jawab pada tetua Bai jika hal buruk menimpa Jiyang?
Disembur seperti itu membuat Jiyang mengerutkan kening, merasa kesal sekaligus sedih karena sikap Haoxuan di luar harapannya. Dia membalas tatapan pemuda itu tanpa rasa takut.
“Kau berteriak padaku?” ujarnya tak percaya, pelan turun dari atas kasur, “dan kau mengataiku bodoh? Kau yang meninggalkanku dan kau menyalahkanku atas kejadian ini? Kau pikir aku sengaja tinggal di sini untuk memancing mereka? Kau pikir aku mau tinggal di tempat seperti ini dan menunggu esok demi menyusulmu? Jika kau tidak meninggalkanku, kejadian ini juga tidak akan menimpa diriku.”
Haoxuan memundurkan wajah, terheran-heran melihat kemarahan Jiyang yang tidak ia duga.
“Siapa yang meninggalkanmu? Aku menunggumu tapi kau tak kunjung keluar,” balas Haoxuan, tanpa sadar terpancing untuk mengatakan kebenaran.
“Kau menungguku? Lantas di mana kau menungguku? Aku berjalan seorang diri hanya karena mengkhawatirkanmu dan karena guru memberi kepercayaan padaku untuk menemanimu,” kata Jiyang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐚𝐯𝐞𝐧 : 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓪𝔃𝔃𝓵𝓲𝓷𝓰 𝓕𝓪𝓲𝓻𝔂 [𝐄𝐧𝐝]
FantasySaat kutukan telah terlontar dan langit menerima ucapan, sang guru tidak berdaya mematahkannya kembali walaupun ia menyesal. Itulah yang terjadi pada Wang Yibo, pewaris terakhir dari klan Raven. Bertahun-tahun mencari sosok manusia berdarah campura...